ABSTRACT
Teachers play a strategic role as facilitators, mediators, and protectors in creating a safe, inclusive, and tolerant learning environment. Strategies implemented include identifying the causes of bullying, educating regular students about diversity, imposing strict sanctions on bullies, and providing psychological counseling services for victims. This study employs a descriptive qualitative approach based on a literature review to explore various practices supporting inclusive education. The findings reveal that teachers' active role in fostering a bullying-free environment not only enhances the mental well-being of students with disabilities but also builds a welcoming and inclusive school culture. Inclusive education offers significant benefits, both for regular students in developing empathy and social attitudes and for students with special needs in improving self-confidence and social skills.
Keywords: Zero bullying, mental health, students with disabilities.
ABSTRAK
Guru memiliki peran strategis sebagai fasilitator, mediator, dan pelindung dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan toleran. Strategi yang diterapkan mencakup identifikasi penyebab bullying, edukasi siswa reguler tentang keberagaman, pemberian sanksi tegas kepada pelaku bullying, dan penyediaan layanan konseling psikologis bagi korban. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif berbasis kajian literatur untuk mengeksplorasi berbagai praktik yang mendukung pendidikan inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran aktif guru dalam menciptakan lingkungan bebas bullying tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mental siswa disabilitas, tetapi juga membangun budaya sekolah yang ramah dan inklusif. Pendidikan inklusi memberikan manfaat besar, baik bagi siswa reguler dalam membangun empati dan sikap sosial, maupun bagi siswa berkebutuhan khusus dalam meningkatkan rasa percaya diri serta keterampilan sosial mereka.
Kata kunci: Zero bullying, kesehatan mental, siswa disabilitas
Â
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah kebutuhan mendasar yang harus diberikan kepada semua anak, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. UNESCO, sebagai pelopor program EFA (Education for All) menegaskan bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa terkecuali adanya perbedaan latar belakang termasuk anak berkebutuhan khusus (Utari, 2020). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada seluruh siswa dengan kebutuhan khusus serta yang memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan bersama siswa pada umumnya. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang diatur dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Pasal 3 ayat (1) serta Permendiknas Nomor 33 Tahun 2008 Bab II butir 1.d menjelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan peluang bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus akibat kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama siswa lain di satuan pendidikan umum, dengan menyediakan sarana, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa (Nurul Hidayati, 2023).
 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu yang memerlukan dukungan khusus dalam pembelajaran akibat kondisi tertentu yang mereka miliki, agar potensinya dapat berkembang secara maksimal (Muzayin, 2021). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat mencakup individu dengan berbagai kondisi, seperti kelainan fisik, gangguan sensorik, kesulitan belajar, hambatan emosional dan sosial, hingga gangguan perkembangan tertentu, seperti autisme atau ADHD. Setiap anak dalam kategori ini memiliki karakteristik unik yang memengaruhi cara mereka belajar, berinteraksi, dan menyesuaikan diri di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, mereka memerlukan pendekatan pendidikan yang lebih fleksibel dan personal untuk memastikan bahwa kebutuhan belajar mereka terpenuhi secara optimal.
Selama ini, individu penyandang disabilitas sering kali dipisahkan dari masyarakat melalui sistem pendidikan segregasi, yaitu sistem yang menempatkan siswa dengan kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB). Pendekatan ini cenderung menciptakan jarak antara penyandang disabilitas dan masyarakat, sehingga mereka sering dianggap sebagai bagian yang terpisah atau bahkan "asing" di lingkungannya sendiri. Akibatnya, kehadiran penyandang disabilitas dalam kegiatan umum yang tidak secara khusus dirancang untuk mereka sering kali dipandang sebagai hal yang tidak biasa. Hal ini mencerminkan adanya pola pikir diskriminatif dalam pendekatan segregasi, di mana hak untuk memperoleh perlakuan setara dan partisipasi penuh dalam masyarakat menjadi terhambat (Purwono et al., 2024).
Pendidikan inklusi hadir sebagai solusi alternatif dalam menciptakan pemerataan akses pendidikan di Indonesia, khususnya bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sistem ini memungkinkan ABK untuk belajar bersama siswa lainnya di sekolah reguler, sehingga mereka dapat merasakan pengalaman belajar yang setara dan tidak terisolasi (Gusti, 2021). Sekolah reguler menyediakan ruang yang inklusif di mana siswa dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan karakteristik unik dapat berinteraksi serta belajar dalam lingkungan yang sama. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademik, tetapi juga belajar menghargai keberagaman. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesempatan pendidikan yang adil bagi semua, tetapi juga membangun budaya toleransi dan empati di kalangan siswa. Dengan demikian, pendidikan inklusi menjadi langkah nyata dalam mendukung pemerataan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh anak bangsa.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membimbing proses pembelajaran siswa untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam konteks pendidikan inklusif, guru menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan belajar yang memberikan peluang bagi siswa dengan berbagai hambatan belajar, seperti tantangan emosional, mental, maupun intelektual, agar dapat berkembang secara maksimal (Wulan et al., 2024). Melalui strategi pembelajaran yang tepat, guru tidak hanya membantu siswa mengatasi kesulitan mereka tetapi juga mendorong mereka untuk mencapai potensi terbaiknya. Hal ini menjadikan peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan pendukung utama dalam mewujudkan pendidikan yang setara dan berkeadilan bagi seluruh siswa.
Berdasarkan penelitian Hanaa dkk, (2022), peran guru sangatlah penting dalam mewujudkan sekolah inklusi zero bullying, terutama untuk mendukung kesehatan mental siswa disabilitas di sekolah dasar. Guru tidak hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, mediator, dan pelindung utama yang memastikan lingkungan belajar aman dan nyaman bagi seluruh siswa. Dalam konteks sekolah inklusi, guru memiliki tanggung jawab untuk menciptakan budaya yang mendukung toleransi, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman, sehingga setiap siswa merasa diterima tanpa diskriminasi. Dengan menerapkan kebijakan anti-bullying yang tegas, mengintegrasikan pembelajaran kolaboratif, serta memberikan perhatian khusus pada kebutuhan individu siswa disabilitas, guru dapat berkontribusi dalam menciptakan suasana belajar yang inklusif dan harmonis. Selain itu, dukungan emosional yang diberikan guru kepada siswa disabilitas juga sangat berperan dalam membangun rasa percaya diri dan mengurangi dampak negatif bullying terhadap kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, peran guru dalam menciptakan sekolah inklusi yang bebas dari bullying tidak hanya mendukung kesejahteraan siswa disabilitas, tetapi juga mewujudkan pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peran guru dalam mewujudkan sekolah inklusi bebas bullying guna mendukung kesehatan mental siswa disabilitas. Dengan fokus pada peran strategis guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, penelitian ini juga bertujuan memberikan rekomendasi terkait praktik pengajaran, pendekatan psikososial, dan kebijakan anti-bullying yang efektif. Oleh karena itu, peran guru yang dikaji dalam penelitian ini memiliki implikasi langsung terhadap pengembangan sistem pendidikan inklusi yang ramah, suportif, dan mendukung keberhasilan akademik serta kesejahteraan psikologis siswa disabilitas di sekolah dasar.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui kajian literatur. Literatur yang menjadi acuan dalam penelitian ini berupa jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan topik berpikir kritis dan metode pembelajaran diskusi kelompok. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri artikel dari jurnal elektronik melalui Google Scholar, yang memberikan kontribusi penting dalam memperkuat hasil analisis.
Teknik analisis data dalam penelitian ini melibatkan tiga tahapan utama: organize, synthesize, dan identify. Pada tahap pertama, yaitu organize, penulis mengorganisasikan dan meninjau literatur agar sesuai dengan permasalahan penelitian. Proses ini mencakup pencarian ide, tujuan, dan kesimpulan dari berbagai literatur, yang dilakukan dengan membaca bagian abstrak, pendahuluan, metode, serta pembahasan, kemudian mengelompokkan literatur berdasarkan kategori tertentu. Tahap kedua adalah synthesize, di mana hasil organisasi literatur dirangkum dan disatukan menjadi satu kesatuan yang padu dengan menelusuri keterkaitan antar literatur. Tahap ketiga adalah identify, yang bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu kontroversial dalam literatur. Isu kontroversial ini merupakan topik penting yang dipilih untuk dianalisis lebih dalam guna menghasilkan tulisan yang relevan dan aktual.
Dalam kaitannya dengan artikel "Peran Guru dalam Mewujudkan Sekolah Inklusi Zero Bullying untuk Mendukung Kesehatan Mental Siswa Disabilitas di Sekolah Dasar," metode ini digunakan untuk mengeksplorasi berbagai pendekatan guru dalam mendukung pendidikan inklusi dan mencegah bullying. Dengan menganalisis literatur terkait, penelitian ini memberikan gambaran komprehensif tentang strategi yang dapat diterapkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, aman, dan mendukung kesehatan mental siswa, terutama siswa disabilitas.
HASILÂ
Hasil penelitian dalam kajian literatur ini berupa analisis dan rangkuman dari berbagai artikel yang telah diklasifikasikan sesuai dengan pembahasan mengenai peran guru dalam mewujudkan sekolah inklusi zero bullying untuk mendukung kesehatan mental siswa disabilitas di sekolah dasar. Data tersebut dirangkum dan disajikan dalam bentuk Tabel 1.
NO
Peneliti
Judul Penelitian
Temuan Utama Penelitian
1.
(Ndasi et al., 2023)
Peran Guru Dalam Memberikan Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar
Peran guru dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus melibatkan pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu mereka. Untuk anak dengan autisme, guru perlu mengajarkan materi secara berulang, melatih fokus, membantu bicara dan kosa kata, serta memberikan dukungan emosional saat terjadi gangguan. Bagi anak tuna ganda, layanan pendidikan mencakup pelatihan kosa kata dengan isyarat dan pembenaran saat salah bicara. Sedangkan untuk anak hiperaktif, guru memberikan aktivitas yang dapat meningkatkan fokus dan mendampingi mereka secara langsung untuk mencegah gangguan terhadap teman sekelas.
2.
(Fahrezi, 2019)
Peran Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Inklusi
Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki guru adalah kemampuan mengidentifikasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK) di kelas inklusi. Guru yang memiliki pemahaman mendalam dan pengalaman terkait ABK dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa. Proses identifikasi yang akurat memungkinkan guru memberikan perlakuan yang sesuai, sehingga dapat mendukung peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
3.
(Puryanti & Harmanto, 2016)
Strategi Sekolah Layanan Inklusi Dalam Mengatasi Bullying Terhadap Siswa Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Di Sdn Klampis Ngasem 1 Surabaya)
Strategi yang diterapkan sekolah inklusi untuk mengatasi tindakan bullying terhadap siswa berkebutuhan khusus yaitu mengidentifikasi penyebab utama terjadinya bullying, memberikan sanksi atau hukuman yang sesuai, menyampaikan himbauan kepada siswa dan orang tua, menyediakan layanan konseling psikologis, memberikan penghargaan atau apresiasi (reward).
4.
(Nurul Hidayati, 2022)
Peran Sekolah Dalam Pencegahan Bullying Terhadap Siswa Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi X Di Surabaya
Pencegahan dapat dilakukan dengan berpedoman pada empat prinsip utama yaitu memandang bullying sebagai masalah serius yang bertentangan dengan nilai antidiskriminasi, menganggap bahwa satu insiden bullying saja sudah terlalu banyak, Â memahami pentingnya keterbukaan dan komunikasi, menjadikan kebijakan sekolah ramah anak sebagai tindakan nyata, bukan sekadar slogan.
5.
(Ayu dkk, 2021)
Peranan Guru Melalui Pendidikan Inklusi Dalam Menanamkan Sikap Sosial Siswa Di Sd Negeri 14 Mulyoharjo Pemalang
Guru berperan dalam menanamkan sikap sosial dengan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus. Interaksi yang sering antara keduanya membantu siswa reguler belajar menghargai keberadaan siswa berkebutuhan khusus, sementara siswa berkebutuhan khusus dapat bersosialisasi lebih baik. Pendidikan inklusi tidak hanya memberikan kesempatan belajar bersama, tetapi juga meningkatkan rasa sosial di antara siswa.
6.
(Asbar, 2022)
Strategi Guru Dalam Pengelolaan Kelas Inklusi Di Madrasah Ibtidaiyah Al Ma'arif 02 Jombang
Hasil penelitian tentang pengelolaan kelas inklusi di MIMA 02 Jombang menunjukkan bahwa para guru menerapkan berbagai strategi dan pendekatan. Mereka mengadopsi gaya kepemimpinan yang demokratis, menunjukkan kesabaran dan ketelatenan, serta membangun komunikasi yang baik dalam proses pembelajaran.
7.
(Diana, 2021)
Strategi penanganan kesehatan mental anak penyandang disabilitas di Sekolah Al-Kaustar Jakarta Timur
Hasil penelitian menyarakan untuk mengadakan kegiatan bersama antara anak penyandang disabilitas dengan non disabilitas, dan sistem pembelajaran yang ditambah menjadi 5 kali seminggu
8.
(Darmawan et al., 2024)
Strategi penanganan kesehatan mental anak penyandang disabilitas di Sekolah Al-Kaustar Jakarta Timur
Terdapat peran guru tambahan yang diperlukan dalam mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti mengobservasi anak yang menunjukkan tanda-tanda hambatan belajar, mengkomunikasikan temuan tersebut kepada orang tua, memberikan edukasi kepada siswa reguler, menyediakan pembelajaran yang bersifat khusus, menekankan pada keterampilan hidup dasar, memantau perkembangan siswa bersama orang tua, serta menyusun evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu siswa ABK.
9.
(Yoehanna et al., 2024)
Peran Guru Dalam Mengimplementasikan Pendidikan Inklusi
Peranan seorang guru pada pendidikan inklusi adalah sudah memahami kondisi fisik dan psikologis peserta didik. Selain itu, guru juga mampu menyampaikan materi dan menangani perilaku peserta didik berkebutuhan khusus dengan baik. Hal ini dibuktikan melalui pemberian tambahan pembelajaran khusus bagi anak berkebutuhan khusus setelah jam pelajaran reguler selesai.
10.
(Manjari dkk, 2023)
Peranan Guru Kelas Dalam Pembelajaran Inklusif Pada Anak Berkebutuhan Khusus
Peran guru harus mempersiapkan rencana tentu rencana secara cermat dengan tetap mengutamakan aspek kebutuhan anak untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif.
PEMBAHASAN
Peran guru sangat krusial dalam kesuksesan implementasi kebijakan pendidikan inklusif di sekolah dasar, terutama dalam mewujudkan zero bullying sebagai langkah strategis untuk mendukung kesehatan mental siswa disabilitas. Pembahasan berikut akan menguraikan temuan-temuan penelitian yang menyoroti peran guru dalam menciptakan lingkungan belajar inklusif yang aman, ramah, dan bebas dari bullying, serta strategi yang diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan mental siswa berkebutuhan khusus.
Guru memiliki peran strategis sebagai fasilitator, motivator, mediator, dan pelindung dalam menciptakan lingkungan belajar yang toleran, aman, dan empatik (Iskandar et al., 2024). Dalam konteks pendidikan inklusi, guru tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga memastikan siswa dengan kebutuhan khusus terintegrasi secara sosial dengan siswa reguler, sehingga mereka tidak merasa terisolasi. Untuk mencapai lingkungan bebas bullying, berbagai strategi diterapkan, seperti mengidentifikasi penyebab bullying, memberikan sanksi tegas kepada pelaku, mengedukasi siswa reguler tentang pentingnya menerima keberagaman, menyediakan layanan konseling psikologis, dan menerapkan kebijakan sekolah ramah anak yang anti-diskriminasi. Selain itu, guru memberikan perhatian khusus kepada siswa disabilitas melalui komunikasi aktif dan dukungan emosional yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka serta mengurangi dampak negatif bullying terhadap kesehatan mental.
Untuk mencapai zero bullying, guru dan sekolah menerapkan berbagai strategi yang terintegrasi. Strategi tersebut dimulai dengan mengidentifikasi penyebab bullying sejak dini untuk mencegah terjadinya konflik lebih lanjut. Pemberian sanksi tegas kepada pelaku bullying juga menjadi langkah penting dalam menciptakan efek jera dan memastikan lingkungan sekolah tetap aman. Selain itu, edukasi kepada siswa reguler tentang keberagaman dan pentingnya penerimaan menjadi upaya yang krusial untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Bagi korban bullying, penyediaan layanan konseling psikologis menjadi langkah strategis untuk memulihkan kesehatan mental mereka. Semua upaya ini diperkuat dengan penerapan kebijakan sekolah ramah anak yang berfokus pada pembangunan budaya anti-diskriminasi dan inklusivitas di lingkungan sekolah.
Peran guru dalam mendukung kesehatan mental siswa disabilitas sangatlah penting, terutama dalam menciptakan suasana belajar yang aman, ramah, dan inklusif. Guru berperan memberikan perhatian khusus kepada siswa disabilitas dengan memahami kebutuhan individu mereka, menjalin komunikasi aktif yang dapat membangun rasa nyaman, serta menyediakan dukungan emosional untuk membantu mereka menghadapi tantangan yang ada. Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa disabilitas tetapi juga mengurangi dampak negatif bullying yang dapat mengganggu kesejahteraan psikologis mereka. Selain itu, dukungan yang konsisten dari guru juga dapat memotivasi siswa disabilitas untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga potensi akademik dan sosial mereka dapat berkembang secara optimal (Wulandari et al., 2024).
Guru disarankan untuk memiliki pemahaman yang mendalam mengenai kebutuhan siswa berkebutuhan khusus, sehingga dapat memberikan pendekatan pembelajaran yang tepat dan efektif. Selain itu, guru perlu menyusun rencana pembelajaran yang fleksibel, dengan menyesuaikan metode dan materi sesuai dengan kondisi individu siswa untuk memastikan proses belajar yang optimal. Observasi rutin juga penting dilakukan guna mengidentifikasi tantangan yang dihadapi siswa, sehingga guru dapat memberikan solusi yang sesuai. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, guru juga perlu mengadakan pelatihan bagi siswa reguler sebagai upaya meningkatkan sikap sosial mereka, sehingga tercipta budaya saling menghargai di kelas.
Pendidikan inklusi memberikan manfaat yang luas dan signifikan, baik bagi siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Dengan adanya interaksi yang intensif di dalam kelas, siswa reguler belajar untuk membangun rasa empati yang mendalam dan memahami pentingnya menghargai keberagaman (Khaerunisa dkk, 2023). Mereka dilatih untuk melihat perbedaan sebagai keunikan yang perlu diapresiasi, bukan sebagai hambatan. Bagi siswa berkebutuhan khusus, pendidikan inklusi menjadi peluang berharga untuk bersosialisasi lebih baik dengan teman-teman sebayanya, sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial dan rasa percaya diri. Selain itu, pendekatan ini membantu mengurangi stigma yang sering kali melekat pada siswa berkebutuhan khusus, karena mereka dapat menunjukkan kemampuan dan potensi mereka dalam lingkungan belajar yang mendukung. Melalui pendidikan inklusi, siswa dari berbagai latar belakang belajar untuk hidup berdampingan dengan saling menghormati, menciptakan budaya sekolah yang inklusif dan ramah bagi semua. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih toleran dan adil di masa depan.
KESIMPULANÂ
Guru memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung kesuksesan implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar, terutama dalam mewujudkan zero bullying untuk mendukung kesehatan mental siswa disabilitas. Melalui peran sebagai fasilitator, mediator, dan pelindung, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan ramah bagi semua siswa. Berbagai strategi yang diterapkan, seperti edukasi keberagaman, penerapan kebijakan sekolah ramah anak, dan penyediaan layanan konseling psikologis, terbukti efektif dalam mengurangi bullying dan dampak negatifnya. Selain itu, pendidikan inklusi memberikan manfaat ganda, baik bagi siswa reguler dalam membangun empati dan sikap sosial, maupun bagi siswa berkebutuhan khusus dalam meningkatkan rasa percaya diri serta keterampilan sosial mereka. Implementasi pendidikan inklusi yang efektif memerlukan kolaborasi antara guru, sekolah, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keberhasilan akademik dan kesejahteraan psikologis siswa disabilitas.
DAFTAR RUJUKAN
Asbar, A. M. (2022). Strategi Guru Dalam Pengelolaan Kelas (Teori dan Implementasi). Jurnal Program Studi PGMI, 11, 605--623.
Ayu, F., & Muzayin, A. (2021). Peranan Guru Melalui Pendidikan Inklusi dalam Menanamkan Sikap Sosial Siswa di SD Negeri 14 Mulyoharjo Pemalang. Jurnal Bashrah, 1(2), 72--83. https://journal.stitpemalang.ac.id/index.php/bashrah/article/view/316/210
Darmawan, R. R., Prasetyo, A. B., Aulia, S., & Nabilah, S. (2024). Peran Guru Kelas Dalam Proses Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 09(02), 4101--4115.
Diana, S. (2021). Strategi penanganan kesehatan mental anak penyandang disabilitas di Sekolah Al-Kaustar Jakarta Timur. Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial (JIHI3S), 1(12), 1332--1343. https://doi.org/10.17977/um063v1i12p1332-1343
Fahrezi, R. M. (2019). PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN INKLUSI. 11(1), 1--14. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI
Gusti, N. S. (2021). Implementasi Pendidikan Inklusi dalam Setting Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 7(3), 532. https://doi.org/10.33394/jk.v7i3.3469
Hanaa, H., & Mia Evani, E. (2022). Peran Penting Guru Pembimbing Khusus Dalam Pendidikan Inklusi Di SDI Al-Muttaqin. Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Hasil Penelitian, 8(3), 167--171. https://doi.org/10.26740/jrpd.v8n3.p167-171
Iskandar, S., Rosmana, P. S., & Putri, H. I. (2024). Peran Guru dalam Membangun Lingkungan Belajar yang Positif di Kelas. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(2), 25762--25770. https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/16286
Khaerunisa, H., & Rasmitadila. (2023). Pembelajaran Inklusif: Membangun Kesetaraan di Dalam Kelas pada Masa Pencabutan PPKM. Karimah Tauhid, 2(5), 2234--2244. https://doi.org/10.30997/karimahtauhid.v2i5.9641
Manjari Dewi, W. K., & Budi Arnawa, I. P. G. (2023). Peranan Guru Kelas Dalam Pembelajaran Inklusif Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin, 3(4), 581--594. https://doi.org/10.37329/metta.v3i4.2930
Ndasi, A. A. R., Iko, M., Meo, A. R., Bupu, M. Y., Dhiu, M. I., Inggo, M. S., Jaun, A. Y. R., & Wogo, R. (2023). Peran Guru Dalam Memberikan Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Inklusi Citra Bakti, 1(2), 173--181. https://doi.org/10.38048/jpicb.v1i2.2106
Nurul Hidayati, A. R. I. (2022). PERAN SEKOLAH DALAM PENCEGAHAN BULLYING TERHADAP SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI X DI SURABAYA. 2, 1--8.
Nurul Hidayati, A. R. I. (2023). Peran Guru dalam Suksesnya Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar. Indo-MathEdu Intellectuals Journal, 4(3), 2241--2251. https://ejournal.indo-intellectual.id/index.php/imeij/article/view/456
Purwono, A., Agustyarini, Y., & Permadi, B. A. (2024). PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN INKLUSI KELAS IV ( STUDI KASUS ) DI SDN WATES 1 MOJOKERTO THE ROLE OF THE TEACHER IN CLASS IV INCLUSION EDUCATION ( CASE STUDY ) AT SDN WATES 1 MOJOKERTO. 1973--1979.
Puryanti, Y. A. T., & Harmanto. (2016). Strategi Sekolah dalam Mengatasi Bullying pada Siswa Berkebutuhan Khusus. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 1204025424(70), 1547--1561.
Utari, D. (2020). Implementasi kebijakan pendidikan inklusif di sekolah dasar juara kota yogyakarta implementation of inclusive education policy in the basic school juara Yogyakarta city. Jurnal Kebijakan Pendidikan , 9(2s), 175--188.
Wulan, H., Putri, F., Nurhida, P., & Laeli, S. (2024). Peran Guru dalam Menerapkan Strategi Pembelajaran Inklusif di Jenjang Sekolah Dasar Teluk Pinang 02. Karimah Tauhid, 3(7), 8074--8080.
Wulandari, Y., Estu Harsiwi MPd, N., Raya Telang, J., Kamal, K., & Jawa Timur, B. (2024). Pentingnya Pendidikan Inklusi Bagi AnakBerkebutuhan Khusus Untuk MendapatkanPendidikan Setara Di Sdn Banyuajuh 2. Jma), 2(6), 3031--5220.
Yoehanna, H., Fita, M., Untari, A., Pendidikan, F. I., Dasar, G. S., Article, H., Guru, P., Mengimplementasikan, D., & Tengah, J. (2024). PERAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN INKLUSI. Jurnal Pendidikan Dasar, 4(02), 136--141.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H