Mohon tunggu...
siti fadliah
siti fadliah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Filosofis Pendidikan Islam Al Ghozali

15 Juli 2024   19:44 Diperbarui: 22 Juli 2024   19:32 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Sejarah filsafat islam mencatat bahwa al-ghazali pada mulanya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap berbagai ilmu pengetahuan. baik ilmu yang dicapai melalui panca indra maupun akal pikiran. ia misalkan ragu terhadap ilmu kalam(teologi) yang dipelajarinya dari al juwaini. hal ini disebabkan dalam ilmu kalam terdapat beberapa aliran yang sangat bertentangan, sehingga dapat membingungkan dalam menetapkan aliran mana yang betul-betul benar diantara semua aliran.

            al-ghazali dilanda keraguan-keraguan, skeptis terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum,teologi dan filsafat), kegunaan pekerjaannya. dan karya-karya yang dihasilkannya, sehingga ia menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. karena itu ia tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di madrasah nizhamiyah. akhirnya ia meninggalkan baghdad menuju damaskus dan menetap selama dua tahun dan ia melakukan uzlah, riyadhoh dan mujahadah. kemudia ia pindah ke bait al-maqdis palestina untuk melaksanakan ibadah serupa, setelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarahi maqam rasulullah. sepulang dari tanah suci al-ghazali mengunjungi kota kelahirannya thus disinipun ia tetap berkholwat. keadaan skeptis al-ghazali berlangsung selama sepuluh tahun. pada priode itulah ia menulis karyanya yang spektakuler  

          sebagaimana halnya dalam ilmu kalam, dalam ilmu filsafat pun al-ghazali meragukannya, karena dalam filsafat dijumpai argumen-argumen yang tidak kuat, dan menurut keyakinannya ada yang bertentangan dengan agama islam. ia akhirnya mengambil sikap menentang filsafat. pada saat inilah al-ghazali menulis buku yang berjudul maqasid al-falsafah. buku ini dikarangnya untuk kemudian mengkritik dan menghantam filsafat. kritik itu muncul dalam bukunya yang berjudul tahaful al-falsafah. pada akhirnya perjalanan intelektualnya, tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa keraguan yang lama mengganggu diri al-ghazali. dalam tasawuf ia memperoleh keyakinan yang dicari-carinya. pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan tuhan ke dalam dirinya, itulah yang membuat al-ghazali memperoleh keyakinan kembali.

        untuk mengetahui pandangan dan pemikiran al-ghazali dalam pendidikan dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek peranan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, etika guru dan etika murid.

1. peranan pendidikan

             al-ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar dalam pendidikan. karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. demikian hasil pengamatan ahmad fuad al-ahwani terhadap pemikiran al-ghazali . sementara itu H.M. Arifin mengatakan, bila dipandang dari segi filosofis, al-ghazali adalah penganut falam idealism yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. dalam masalah pendidikan al-ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidiknya. hati seorang anak itu bersih, murni laksana permata yang sangat berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun. 

2. Tujuan pendidikan

             setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan diatas, al-ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada allah, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri pada allah swt. akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, permusuhan 

pendapat al-ghazali tersebut cenderung pada isi keruhanian dan sejalan dengan filsafat al-ghazali yang bercorak tasawuf. maka sasaran pendidikan menurut al-ghazali adalah kesempurnaan insani didunia dan akhirat. dan manusia akan sampai kepada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan menguasai sifat kemanusiaan melalui jalur ilmu. keutamaan itulah yang sehingga ia menjadi bahagia di akhirat .

3. pendidik (guru) 

            al-ghazali berpandangan idealistik terhadap propesi guru. idealisasi guru menurutnya adalah orang yang berilmu., beramal dan mengajar. disini al-ghazali menekankan perlunya keterpaduan ilmu dengan amal. ia menyerupakan guru sejati dengan matahari yang menyinari disekelilingnya, dan dengan minyak wangi (misk) yang membuat harum disekitarnya.

sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan sebagai mana disebutkan di atas, al-Ghazali juga menjelaskan tentang kriteria pendidik yang
boleh melaksanakan pendidikan. kriteria tersebut adalah :

a. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.25 Guru harus memiliki kepedulian tinggi dalam menyelamatkan peserta didiknya dari siksa neraka. Ini merupakan hal sebenarnya yang lebih penting daripad penyelamatan yang telah dilakukan kedua orang tua terhadap anak-anak mereka terhadap panas api dunia. Karena itu, hak guru  lebih besar dibandingkan hak kedua orang tua. Orang tua penyebab kelahiran anak di dunia fana, sedangkan guru penyebab peserta didik selamat di kehidupan abadi.

b. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh nabi Muhammad SAW sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.

c. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

d. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, ilmu yang membawa pada kebahagian dunia dan akhirat.

e. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji lainnya.

4. Murid (Peserta Didik)

               Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka seorang murid yang baik, adalah murid yang memiliki karakteristik sebagai berikut:


a. Seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina dina dan sifat-sifat tercela lainnya.. Ia harus dilakukan     dengan hati bersih, terhindar dari hal-hal yang jelek dan kotor, termasuk di dalamnya sifat-sifat dan lain-lain.
b. Seorang murid yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalanpersoalan duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia karena keterikatan dengan dunia dan masalah-masalahnya dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu. 

c. Seorang murid yang baik hendaknya bersikap rendah hati atau tawadhu terhadap gurunya. Al-Ghazali menganjurkan agar jangan ada murid yang merasa lebih besar daripada gurunya, atau merasa ilmunya lebih hebat daripada ilmu gurunya, mendengarkan nasehat dan arahannya sebagaimana pasien yang mau mendengarkan nasehat dokternya.

d. Bagi penuntut ilmu pemula hendaknya menghindarkan diri dari mengkaji variasi dan aliran-aliran pemikiran dan tokoh dan menghindarkan diri dari perdebatan yang membingungkan.

 5. Kurikulum 

            Pandangan al-Ghazali tentang kurikulum dapat dipahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh anak didik menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit, ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia di dunia maupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan terhadap adanya Tuhan. Oleh karena itu, ilmu ini harus dijauhi.

b. Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit. Misalnya ilmu tauhid dan ilmu agama. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa seseorang
kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c. Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan Tuhan), misalnya ilmu filsafat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun