Setelah mobil yang dinaiki Hana menjauh,Â
Jessy pun segera pergi meninggalkan gerbang sekolah. Baru ia melangkah beberapa meter dari sana, rintik hujan mulai turun, lama kelamaan hujan tersebut makin lebat. Senyum terbit di paras cantik Jessy, ini yang ia tunggu. la segera berlari ke lapangan sepak bola yang tak jauh dari sekolahnya itu.
Setelah meletakkan tasnya di teras rumah warga yang ada di dekat lapangan tersebut, ia pun segera berlari antusias ke tengah lapangan. Membiarkan tubuhnya diguyur air hujan.
Selama ini hanya hujan lah yang dapat menjadi penyembuh luka tak terlihat yang dimiliki Jessy. la selalu berhasil menutupi semua rasa sakitnya dengan senyuman yang selalu terbit di paras cantiknya.
Mungkin jika kalian jadi Jessy, yang tak mendapat kasih sayang dari sang Ibu, kerap kali jadi bahan bullyan, apa yang kalian akan lakukan? Mengakhiri hidup? Itu juga sempat terlintas dipikiran Jessy, tapi ia sadar saat ia akan melakukan hal itu maka Tuhan tak akan senang, hidupnya tak akan berakhir bahagia.
Maka dari itu Jessy memilih menikmati hujan, membiarkan air matanya juga menunjukkan eksistensinya meski tak terlihat oleh banyak orang. Jessy akan tetap bertahan hingga Tuhan sendiri yang memanggilnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H