Mohon tunggu...
Siti Andriana
Siti Andriana Mohon Tunggu... Guru - Guru / Enterpreneur / Penulis

Dunia Sementara, Akhirat Selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Guruku Idolaku

10 Juni 2024   14:15 Diperbarui: 10 Juni 2024   14:25 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Guru adalah sosok teladan dalam dunia pendidikan. Guru memiliki segudang keikhlasan dalam menghabiskan banyak waktunya. Guru adalah teman kepada seluruh siswa dan siswinya. Guru bak senja yang takkan pernah surut oleh malam akan jejak - jejaknya. Guru sosok model inspiratif bagi anak didiknya.`

Mengapa harus guru ?

Tanya mengapa adalah pertanyaan erat yang akan berkelit bagi seluruh masyarakat awam yang belum paham akan problema dunia pendidikan

Cinta pada dunia pendidikan, tak menjadikan semangat para guru surut untuk belajar dan giat memperbaiki kesalahan dalam mendidik. Di tengah pandemipun, guru masih giat memantau perkembangan siswa/siswinya di rumah melalui jejaring komunikasi dengan orangtua. Keikhlasan yang menjadikan hati mereka lebih kuat seperti baja, langkahnya makin semangat karena tatapan ceria anak didiknya.

Pendidikan adalah sebagai dasar manusia memahami ilmu kehidupan yaitu Ilmu sains, agama, hukum, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, bahasa dan ilmu lainnya. Banyak para ahli memberikan gambaran kehidupan sebaik mungkin pada generasinya, bertujuan pendidikan sebagai dasar ilmu kehidupan yang takkan pernah hilang ditelan masa.

Kembali ku merenung dalam perjalanan pulang kerja hari ini. Ku mengingat-ingat hari ini adalah Hardiknas di masa Corona. Sungguh menyedihkan, pikirku. Banyak sekali agenda yang bisa digagas, seharusnya. Tapi, apalah daya kita sebagai manusia yang berencana. Allah juga yang menghendakinya.

Bayangan seorang guru kembali terlintas dalam benakku.

"Bu Gemiati." Nyeri tak karuan aku menyebutkan namanya.

Sosok guru hebat, bagiku. Beliau guru pendidikan Bahasa Inggris yang ulet dan sangat penyayang. Cara mengajarnya sangat berbeda dari guru yang lain. Ia yang sabar, ulet, penyayang dan tak pernah membedakan kasih sayang pada murid-muridnya. Aku bangga pernah mengenalnya.

Pada saat itu, 2008 silam. Aku mengenalnya sebagai seorang murid SMP di sekolah islam swasta. Seyogyanya murid yang lain, aku juga pernah bandel. Aku pernah permisi ke kamar mandi sampai lama sekali, bukan karena aku sesak buang hajat. Tapi, karena aku menunggu guru yang galak segera selesai jam masuknya di kelas. Aku pernah lupa memotong kuku dan diberikan hukuman rotan telapak tanganku sepuluh kali. Aku pernah memakai pakaian yang tidak rapi ke sekolah, disebabkan aku belum pandai menyetrika. Yah, biasanya anak asrama melipat bajunya dengan rapi di bawah bantal tempat tidurnya.

Itu bagian dari ikhtiar juga, bukan?

Aku juga pernah membantu beberapa temanku kirim-kiriman surat pada anak laki-laki di sekolah. Ya Allah, sebagai Buk pos juga aku pernah merasakannya. Betapa bandelnya aku saat itu. Sesuai peraturan sekolah dan pondok, besar kecilnya sebuah masalah memiliki poin dan sanksi masing-masing. Aku salah satu siswi yang sering kena sanksi. Miris, ya?

Bu Gemi adalah sosok guru idolaku. Setiap pagi hari, ketika kami sedang berbaris setoran mufrodat di depan kelas. Ia masuk ke pekarangan sekolah dengan sepeda ontel kesayangannya. Pada saat itu, aku berpikir karena beliau tidak pandai mengendarai sepeda motor. Ternyata, beliau memang tidak memiliki sepeda motor.

Meski ada beberapa temanku ada yang mencibir ini dan itu tentang beliau yang jadul. Aku selalu mengabaikan hal itu. Bagiku, ia sangat cerdas dalam menggunakan diksi berbahasa inggris. Ia juga sangat manis, puitis, berpenampilan sederhana, santun, ramah dan penyabar.

Aku adalah salah satu murid yang paling suka duduk di bangku belakang zaman SMP. Karena takut diminta maju duluan. Ternyata aku salah, teman-teman yang sering duduk di bangku depan malah lebih pintar dari yang di belakang. Bu Gemi satu-satunya guru yang pertama kali memindahkan tempat dudukku. Alhamdulillah, sejak saat itu sampai sekarang. Aku suka duduk di bangku depan.

Suatu hari sahabatku memberitahu, kalau bu Gemi sedang sakit. Namanya anak-anak ya, niat banget saat itu mau jenguk berdua aja naik motor (padahal baru bisa naik motor). Meskipun demikian, aku memberanikan diri meminta izin kepada salah satu ustad tempat perizinan anak asrama. Pulang dengan hati kecut dan kesal karena tidak mendapatkan izin menjenguk. Aku kembali melampiaskan rasa kesal ini pada buku harianku. Yah, memang aku hobi curhat ke buku dari pada teman.

Hari-hari berlalu tanpa bu Gemi masuk di jam bahasa inggris, apa mau dikata, digantikan dengan guru bidang studi bahasa inggris lain. Satu bulan setelah aku berusaha meminta izin menjenguk bu Gemi sakit. Akhirnya, di hari sabtu kami seluruh siswa dan siswi beserta majelis guru menjenguk bu Gemi. Senangnya hatiku, saat itu.

Kami berangkat bersama dengan jarak kurang lebih 10 kilometer dari sekolah. Kami mengendarai truk besar yang bisa menampung banyak siswa, masuk gang dan menyusuri persawahan. Di sana ada sebuah pondok panggung di area persawahan.

Aku diam. Hatiku mulai lirih dan tersenyum pahit. Aku menyiapkan mental untuk bertemu guru idolaku. Kami masuk ke rumah panggung, ada bu Gemi yang terbaring didampingi anak laki-lakinya berumur 4 tahunan di sana.

Tiba-tiba ustazah di sampingku mulai membantu bu Gemi yang hendak duduk. Ku dengar lambat, Ia kembali tersenyum melihat wajah anak didik yang mengerumuninya.

"Bu, masih ingat gak ini siapa?" Tanya ustazah wali kelas menunjukku. Mencairkan suasana siang hari itu.

" Andddreeee." Jawabnya panggilan khas nya ke aku.

Ia tersenyum dan segera kucium tangannya. Kulihat genangan air mata yang mulai merembas, penyakit kanker menggerogoti tubuhnya dengan hebat. Ia sampai kesakitan menahankannya. Aku tidak tega melihatnya. Sungguh penyakit kanker ini sangat menyiksa guru idolaku.

Selang beberapa saat setelah ia menasihati kami semua, menyatakan rasa rindunya. Mengingat-ingat cerita dan belajar bersamanya. Tiba-tiba, ia pingsan. Kami panik, suasana tak menentu saat itu. Kami memanggil suaminya, ustad dan orang-orang di luar rumah. Setelah diperiksa, ia baik-baik saja. Ia membuka mata perlahan, tersenyum dan minta dibimbing bersyahadat. Hatiku nyeri tak karuan saat itu, sakit dan sesak sekali untuk mengungkapkannya.

Kali itu aku sudah terisak-isak melihatnya. Setelah bersyahadat, ia menghembuskan napas terakhir kali. Pelan sekali, berulang-ulang. Kemudian, sepi tak tergerak lagi. Ia tidur dan tersenyum sangat manis. Suaminya mulai memeluk dan menangis, anaknya masih diam dan perlahan menangis.

Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun. Allohumagfirlaha warhamha wa'afiiha wa'fu 'anha. Guruku telah berpulang ke pangkuan Illahi. Ia sempat mengucap syahadat dan pergi dengan senyum indah di hadapan kami, anak didiknya. Niat menjenguk kami jadi melayat.

Suasana jadi histeris dan memilukan. Tak ada orang yang tak menangis di sana. Terbayang sosok beliau yang sangat baik di masyarakat dan sekolah. Kami pulang dari melayat hari itu. Diam dengan rasa berkecamuk masing-masing. Semoga Allah berikan tempat terbaik di sisinyA. Guru Idolaku yang banyak memberi teladan baik bagi anak didikmu.

Selamat Hardiknas kepada seluruh pegiat dunia pendidikan, guru, dan seluruh civitas akademik. Semoga menjadi pelopor dunia pendidikan yang bermarwah kebaikan dan meningkatkan daya saing yang berkompeten dan berakhlak. Mampu memberikan teladan kebaikan bagi siapapun. Menjadikan generasi masa depan lebih cerdas dan berakhlak mulia. Amiin Ya Robbal Alamiin.

Kenangan Hari Pendidikan Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun