Mohon tunggu...
Sitiana Azahra
Sitiana Azahra Mohon Tunggu... Lainnya - XI MIPA 1 (29)

Pelajar SMAN 28 jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Cahaya Untuk Bumi

30 November 2020   22:28 Diperbarui: 30 November 2020   22:34 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jalan kamu masih panjang Bum. Dunia itu indah. Masih banyak hal yang bisa kamu lakuin. Masih ada keluarga kamu yang nunggu kamu untuk sukses dan bahagia. Waktuku sudah habis.” Bumi yang jaraknya tak jauh dari sana menolehkan kepalanya dengan cepat. Ia dibuat terheran dengan sikap Mentari yang mulai aneh pikirnya.

“Apaan sih,” Gerutu Bumi. “Mataharinya maksudku hehe. Liat tuh udah mau tenggelem.” Balas Mentari sembari terkekeh melihat Bumi yang menampakkan wajah tak sukanya. 

"Bum, aku boleh minta peluk?" Pinta Mentari yang dibalas dengan anggukan dan dekapan oleh Bumi. Mentari mendekap Bumi dengan erat. Keduanya mengulum senyum yang tulus adanya. Saling mengusap punggung masing-masing, memberi kekuatan untuk satu sama lain. 

"Makasih banyak Bumi,” Ucap Mentari tiba-tiba sambil terkekeh. "Yaudah yuk pulang udah sore juga," Ajak Bumi kepada Mentari.

Sunyi, tak ada percakapan sama sekali selama mereka menuruni anak tangga sampai keluar dari gedung itu yang ternyata adalah sebuah cafe & bakery, Nay's Cafe & Bakery. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. 

Keduanya berjalan beriringan sampai di parkiran dan saling memakaikan helm ke kepala satu sama lain. Tepat matahari terbenam di ufuk barat, mereka keluar meninggalkan tempat bersejarah bagi mereka. 

~~~~~

Selamat tinggal Bumi. Teruslah berjalan.

Rasanya secepat berkedip. Bumi menemukan dirinya mengerjap lalu menyipitkan mata karena ruangan yang begitu silau. Entah mengpa hatinya terasa sedih dan hampa. Orangtuanya yang melihat, berteriak dan menangis haru. Kakaknya segera memanggil petugas medis dan tak lama masuk untuk memeriksa kondisinya.

Tepat pukul sepuluh malam, Bumi terbangun dari komanya setelah 2 minggu mengalami masa kritis. Tanpa sepengetahuan mereka semua di ruangan itu, di sebuah kamar yang tak jauh dari sana terdengar teriakan histeris nan pilu yang berasal dari seorang ibu yang kehilangan putrinya. Mentari. 

Bumi yang mulai sadarkan diri belum dapat bergerak banyak. Tubuhnya masih terasa sakit, begitu pula kedua kakinya yang mati rasa. Teringat akan ucapan Mentari yang menyuruhnya untuk terus berjalan. Sampai jumpa Mentari, aku akan terus berjalan. Terang Pulangmu. Ucap Bumi dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun