Dewa mendekatkan wajahnya ke hadapan Disa, sedangkan tangan menari-nari dengan cutternya. Disa sontak menutup mata saat benda tajam itu menempel di pipi.
Dewa menggores sedikit pipi tirus milik Disa, darah mulai mengalir. Tak sampai di situ, goresan dan sayatan menyebar di setiap sisi wajahnya hingga berubah merah. Darah tumpah ruah membanjiri baju seragam yang dikenakan.
Gerakan Dewa terhenti membuat Disa memberanikan diri membuka mata. Kini rasa geli dan perih menghampiri, pria gila itu menjilat darah yang mengalir di leher. Disa hanya pasrah dengan nasibnya kini, tidak ada guna lagi untuk melawan.
Suara sirene polisi membuat keduanya tersentak, dengan kasar Dewa mendorong tubuh Disa hingga tersungkur. Dia berlari ke pintu belakang untuk menyelamatkan diri, sedangkan Disa semakin lemah dan tak berdaya. Napas yang tersisa hampir habis, tinggal beberapa embus lagi sebelum kemudian mata itu tertutup rapat. Disa kehilangan banyak darah, tak ada yang bisa menolong. Di ujung ruangan Haikal sudah berlalat, terlalu lama didiamkan.
Mereka tidak tahu, polisi tidaklah datang. Suara sirene itu hanya bunyi alarm ponsel Disa yang menandakan sudah maghrib. Hanya Tuhan yang tau, apa besok mereka masih bisa membuka mata atau tidak. Masalah kecil malah menjerumuskan gadis itu ke kejadian yang tragis. Kesalahan kekasihnya merendahkan seorang anak baru yang ternyata psikopat yang bersembunyi di balik tampilan cupunya. Semua terjadi tanpa terduga.
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H