Mohon tunggu...
Nona Kumala
Nona Kumala Mohon Tunggu... Guru - Guru - Penulis

Berharap pada manusia adalah patah hati secara sengaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Skripsi Cinta by Siti Kumala

24 Juli 2022   09:03 Diperbarui: 24 Juli 2022   09:07 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah setengah jam lebih Kaluna berada dalam kamar dengan laptop di depan matanya. Ia sudah lelah mengotak-atik blog pribadi yang dibuat sebulan yang lalu. Ia telah mempromosikan jasa pembuatan skripsi miliknya, tetapi hingga hari ini tak ada satu pun yang mengirimkan pesan, bahkan sekadar berbasa-basi. Gadis itu sudah pasrah.

"Luna? Lo di dalam, kan? Lo bisa bantu gue kagak?" Suara Julie, sahabatnya dari balik pintu. 

Kaluna memutar bola matanya malas, kemudian keluar dari dasbord blognya dan mematikan laptop tersebut. Julie paling juga meminta bantuan darinya untuk dibuatkan cerita pendek ataupun puisi. Kaluna memang kerap dan suka mengarang cerpen atau puisi, tetapi ia hanya mempublikasikan di blog pribadi sebagai kenangan. Ia tak pernah bercita-cita menjadi penulis seperti yang disarankan teman-temannya.

Kaluna keluar dari kamar dan menghampiri Julie yang sudah duduk di depan menunggunya. Mereka tinggal di sebuah rumah, di dalamnya ada lima mahasiswa yang menyewa. Biasanya mereka membayar sewa per bulan dan secara bergantian. Bulan depan adalah jadwal Kaluna, jadi ia harus mencari uang agar bisa membayar uang sewa.

"Lo bisa bantu gue buat dua puisi kagak? Gue buntu banget, nih," kata Julie sembari menyodorkan laptop miliknya.

"Bukannya lo emang buntu dari dulu?" Kaluna berbicara sambil menggelengkan kepala.

Julie hanya terkekeh, itu hal biasa dalam dunia pertemanan mereka. Keduanya sudah bersahabat sejak sekolah menengah atas, tak heran jika mereka lebih dekat daripada yang lain.

Kaluna mulai melancarkan jemarinya. Ia lebih terlihat seperti orang yang menyalin catatan. Tak ada terlihat bagaimana raut wajahnya memikirkan bait demi bait. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, Kaluna menyodorkan kembali laptop milik Julie.

"Nih, gue mau mandi dulu." Gadis itu berdiri.

"Wow, cepet banget." Julie terkagum-kagum dengan daya pikir Kaluna. 

Kaluna tak menyahut ia kembali ke kamar untuk mengambil handuk dan bergegas membersihkan diri di kamar mandi. Hari ini Kaluna ada kelas siang, jadi ia harus segera bergegas meski jarak kampus dengan rumah mereka hanya butuh waktu beberapa menit dengan berjalan kaki.
Ponsel Kaluna berdenting kala ia sudah selesai mandi. Ia segera mengambil benda pipih itu dari atas nakas. Sebuah pesan melalui email masuk, jantung Kaluna berdegub kencang. Ia menutup layar. Beberapa hari yang lalu, ia mengirimkan email ke sebuah penerbit yang sedang membuka lowongan kerja sebagai editor. Kaluna menarik napas dalam-dalam. Dikuatkan hati untuk melihat hasilnya. Ia mengangkat tangan yang memegang ponsel dan membuka layar. Gadis itu menekan gmail dan membuka pesan terbaru dengan mata tertutup. Perlahan, matanya terbuka dan pandangannya terarah pada layar ponsel di tangannya.

Tubuh Kaluna langsung lemas setelah melihat hasilnya. Sebelumnya ia telah menduga karena ia belum punya pengalaman di bidang editing, tetapi hatinya terus berharap. Gadis itu meletakkan ponselnya begitu saja di atas kasur dan bersiap berangkat ke kampus. Meski masih kecewa, ia juga tak boleh meratapi nasibnya. Ia harus mencari cara agar bisa mendapatkan uang.

Kaluna berjalan ke arah fakultas bahasa dengan pikiran masih melayang-layang. Bibirnya berkali-kali berdesis karena email tadi. Bulan ini sisa dua puluh tujuh hari lagi, selama itu pula ia harus mendapatkan uang sebesar dua juta rupiah. Ia tak mungkin meminta uang kepada orang tuanya di kampung, karena setahu mereka Kaluna hanya tinggal di indekos murah yang bisa dibayar dari hasil panen dari kebun mereka yang tak seberapa. 

Gengsi. Alasan utama karena gengsi, Kaluna menyetujui keinginan teman-temannya untuk menyewa rumah besar dan mewah. Ketiga teman Kaluna dalam rumah itu merupakan anak orang kaya, sedangkan Julie, teman SMA Kaluna juga termasuk orang yang berada. Hanya Kaluna yang hidup pas-pasan, tetapi juga bertingkah seperti anak milyader. 

Pikiran Kaluna yang kacau membuat keadaan makin ribet karena ia menabrak seseorang yang berjalan dari arah berlawanan. Kaluna segera meminta maaf, tetapi yang ditabrak tak terima dan memarahinya.

"Kalau jalan itu pakai mata, dong." Seorang lelaki dengan kemeja kotak-kota mengomel sambil mengumpulkan buku yang berserakan.

"Kan gue udah minta maaf," balas Kaluna agak kesal.

"Lo bantuin lah, lo kira buku gue balik tersusun kalau lo cuma minta maaf?" Lelaki itu melotot tajam ke arah Kaluna.

Kaluna yang termasuk tipe mudah tersinggung pun tak bisa menahan diri. "Bantuin orang kayak lo? Nih, gue bantuin!" Kaluna menendang buku-buku yang telah disusun lelaki itu hingga kembali berserakan. Gadis itu berlari setelah lelaki itu memekik karena marah.

Napas Kaluna tersengal-sengal ketika tiba di depan kelas. Ia melihat dosen yang mengampu telah duduk di kursinya. Gadis itu menepuk dahi karena sekarang ia harus berhadapan dengan wanita paling cerewet di kampus. Ia harus mempersiapkan diri menerima semua wejangan nanti. Mau tak mau, ia harus daripada ia mendapatkan nilai F di akhir semester.

Dengan segenap kerendahan hati, Klauna mengetuk pintu. Pandangan seluruh penghuni kelas berpaling ke Kaluna. Ia memaksa bibirnya tersenyum. Perlahan, kakinya dilangkahkan masuk diikuti dengan tatapan tajam milik Bu Adisty, dosen yang masuk siang itu. 

"Dari mana kamu?" Wanita itu menatap Kaluna dengan tajam.

Kaluna menyembunyikan kedua tangannya di belakang. "Tadi ada kecelakaan, Bu."

"Kecelakaan?" Seisi kelas tersentak.

Kaluna menggaruk kepalanya tak sebenarnya tak gatal.
"Apa yang pecah?"

Kaluna mengerutkan dahi, tak paham dengan pertanyaan Bu Adisty. "Maksud ibu apa?"

Bu Adisty menghela napas berat. "Sudah duduk kamu sana, jangan buat saya emosi pagi-pagi."

"Siang, Bu," protes seluruh mahasiswa.

"Iya, siang juga."

Sahutan Bu Adisty membuat anak-anak menepuk jidat. Bu Adisty memang seunik itu, ia bisa berubah dari menakutkan menjadi lucu dalam waktu sekejap, begitupun sebaliknya. Para mahasiswa sering menyebutnya dosen sejuta warna.

***

Sejak beberapa bulan yang lalu, Abian menenggelamkan diri pada tumpukan buku dan kertas. Ia berusaha agar bisa memulai skripsi dengan judul yang telah diajukan ke dosen pembimbing. Judulnya sudah disetujui, dan sekaranglah masa dilemanya. Ia bingung harus memulai dari mana, bahkan setelah ia membaca ratusan referensi skripsi dengan judul yang mirip. Otaknya terasa panas setiap hari dan hari ini hampir pecah dibuat oleh seseorang yang tak dikenal.
Abian menyandarkan kepalanya di punggung kursi perpustakaan. Kepalanya terasa berputar. Lelaki itu memejamkan matanya dan melipat kedua tangan di depan dada. Perlahan, ia mulai terlelap dan mendengkur.


Beberapa pengunjung perpustakaan mulai risi dengan kebisingan yang disebabkan Abian. Bahkan ada yang memilih pergi karena tak sanggup bertahan di ruangan itu. Penjaga perpustakaan yang mendengar info itu pun segera menghampiri si biang kerok. Wanita berwajah tembem itu memukul bahu Abian dengan buku.

Abian tersentak. "Eh, pocong copot!" 

"Kamu yang pocong copot," kata penjaga perpustakaan. 

Abian mengusap wajah dan iler yang ada di samping bibirnya. Lelaki itu tersenyum kikuk dan melihat sekeliling. Ternyata beberapa mahasiswa tersenyum meledeknya.

"Apa?" Abian melotot pada mereka. Hal itu membuat penjaga perpustakaan semakin kesal.

"Kamu ini, ya, sudah bikin keributan, sok jago lagi."

Abian menguap lebar. "Buk, saya masih ngantuk. Numpang tidur di sini satu jam aja, boleh, ya?"

Penjaga perpustakaan itu pun menggelengkan kepala. "Nggak, keluar kamu dari sini."

Abian menjatuhkan bahu dan menghela napas pelan. Ia bergegas mengumpulkan buku yang diambil tadi dan mengembalikannya lagi ke rak masing-masing. Abian keluar dari perpustakaan dengan wajah lesu. 

"Arrgh, gue harus ngapain coba?" Saat itu pula ponselnya berdenting. Satu pesan masuk dari sahabatnya, Romi.

[Bi, gue ada liat blog yang bisa buat skripsi dan bayarannya pun murah. Gue yakin lo bakal suka. Ini nomornya 08xxxxxx.]

Abian tersenyum lebar, akhirnya ia punya solusi untuk tugas akhir dunia perkuliahan itu. Tanpa pikir panjang kali lebar, Abian langsung menyimpan nomor itu dalam ponselnya. "Kali ini, gue pasti bisa tidur nyenyak." Ia berjalan dengan penuh semangat ke indekosnya.

***

To be continued ... 

Tersedia juga di Wattpad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun