Mohon tunggu...
Siti FaridaNurhasanah
Siti FaridaNurhasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Kesehatan Mental Di Tempat Kerja

12 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 13 Desember 2024   07:41 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjaga Kesehatan Mental di Tempat Kerja Yang Toksik

 

Kesehatan mental adalah aspek penting bagi para guru untuk menjalankan tugas mereka secara optimal. Namun, lingkungan kerja yang toksik, seperti konflik antar guru, kurangnya dukungan dari manajemen, dan tekanan kerja yang berlebihan, dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis guru. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi cara-cara yang dapat digunakan guru, khususnya di sekolah dasar, untuk menjaga kesehatan mental mereka meskipun berada dalam lingkungan kerja yang kurang kondusif. Pendekatan yang disarankan melibatkan penguatan pribadi, membangun jejaring sosial yang mendukung, mencari bantuan profesional jika diperlukan, fokus pada tupoksi seorang guru, menjadikan kritik sebagai bahan renungan, bersyukur atas pencapaian, dan menguatkan mental baja. Lingkungan kerja toksik adalah tempat kerja yang merugikan individu karena adanya intimidasi, penindasan, celaan dan kurangnya penghargaan kepada seseorang sehingga memicu stress dan menghambat kinerja.

Pendahuluan

Belakangan ini, sebuah kasus tentang seorang guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi viral dan menuai pro dan kontra di media sosial karena alasan yang disampaikan yaitu lingkungan kerja yang sangat toksik. Guru tersebut mengungkapkan bahwa situasi di tempat kerjanya tidak lagi mendukung kesehatan mental dan fisiknya, sehingga ia merasa tidak memiliki pilihan lain selain mundur dari profesi yang telah dijalankannya selama bertahun-tahun. Dia merasa lebih menyayangi mental dan fisiknya daripada pencapaian yang telah diraihnya dengan susah payah.

Keputusan untuk resign, terlebih sebagai ASN, bukanlah keputusan yang mudah. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan, termasuk stabilitas keuangan, tanggung jawab terhadap siswa, serta ekspektasi masyarakat. Namun, pilihan tersebut menunjukkan keberanian untuk memprioritaskan kesehatan mental, yang sering kali diabaikan dalam lingkungan kerja.

Kasus ini membuka mata banyak orang tentang pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang sehat, terutama dalam profesi yang berfokus pada pendidikan generasi mendatang. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai dampak lingkungan kerja yang toksik terhadap guru, serta strategi yang dapat diambil untuk menjaga kesehatan mental dalam situasi yang serupa. Selain itu, penting bagi kita untuk menghargai keputusan seperti ini, karena memutuskan untuk mundur demi kesejahteraan pribadi membutuhkan kekuatan dan keberanian yang besar.

Teori Kesehatan Mental dan Lingkungan Kerja Toksik

Menurut teori Maslach dan Leiter (1997) tentang burnout, lingkungan kerja yang toksik sering memicu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian pribadi. Hal ini dapat menyebabkan guru kehilangan motivasi dan merasa tidak kompeten dalam menjalankan tugas mereka. Sementara itu, Lazarus dan Folkman (1984) dalam teori coping menyebutkan bahwa individu dapat mengatasi stres melalui strategi coping problem-focused (berfokus pada solusi) atau emotion-focused (mengelola emosi). Dalam konteks guru, penerapan strategi coping ini dapat membantu mereka menghadapi tantangan di lingkungan kerja.

Selain itu, teori Self-Determination dari Deci dan Ryan (1985) menekankan pentingnya kebutuhan psikologis dasar seperti otonomi, kompetensi, dan keterhubungan. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi dalam lingkungan kerja, maka kesehatan mental individu dapat terganggu. Oleh karena itu, menciptakan suasana kerja yang mendukung pemenuhan kebutuhan ini sangat penting.

Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Toksik di Sekolah

  • Konflik Antar Guru: Persaingan tidak sehat atau gosip dapat menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.
  • Kurangnya Dukungan Manajemen: Kepala sekolah yang tidak responsif terhadap keluhan guru dapat memperburuk situasi.
  • Tekanan Kerja Berlebihan: Tuntutan administratif dan beban kerja yang melebihi kapasitas guru.
  • Minimnya Pengakuan: Kurangnya apresiasi terhadap kerja keras guru dapat menyebabkan demotivasi.

Cara Menjaga Kesehatan Mental

  • Mengembangkan Ketahanan Diri

Latih kemampuan regulasi emosi melalui meditasi atau teknik pernapasan.

Fokus pada hal-hal yang dapat dikontrol, seperti perencanaan pembelajaran yang efisien.

  • Membangun Dukungan Sosial

Carilah kolega yang dapat dipercaya untuk menjadi tempat berbagi cerita.

Bergabung dengan komunitas guru di luar lingkungan sekolah untuk mendapatkan perspektif baru.

  • Menetapkan Batasan 

Jangan membawa masalah kerja ke rumah. Gunakan waktu di rumah untuk istirahat dan bersama keluarga.

Hindari terlalu terlibat dalam drama atau konflik yang tidak perlu di lingkungan kerja.

  • Meningkatkan Kompetensi dan Kemandirian

Ikuti pelatihan pengembangan diri untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Bangun rencana karier jangka panjang sebagai motivasi.

  • Mencari Bantuan Profesional

Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog jika merasa beban emosional terlalu berat.

Terapkan terapi kognitif-behavioral untuk mengatasi pikiran negatif yang disebabkan oleh      situasi kerja.

  • Fokus pada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)

Alihkan perhatian dari lingkungan yang tidak kondusif dengan menyibukkan diri pada kegiatan bersama siswa.

Prioritaskan aktivitas yang bermanfaat bagi perkembangan murid, sehingga waktu lebih banyak digunakan untuk hal produktif daripada berada di ruang guru.

  • Menjadikan Kritik dan Ghibah Sebagai Bahan Renungan

Anggap kritik atau caci maki sebagai kesempatan untuk introspeksi dan memperbaiki diri.

Jangan terlalu larut dalam perkataan negatif, melainkan gunakan sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik.

  • Bersyukur atas Segala Pencapaian

Renungkan bahwa pekerjaan sebagai guru ASN adalah impian banyak orang. Jangan mudah menyerah hanya karena kritikan dan gosip. 

Fokus pada nilai dan dampak positif yang telah diberikan kepada siswa selama menjalani profesi ini dan tujuan memilih profesi ini.

  • Menguatkan Mental Baja

Sadari bahwa seorang guru harus memiliki mental yang kuat untuk mendidik siswa menjadi generasi tangguh.

Anggap tantangan dari oknum-oknum toksik sebagai ujian mental, karena di mana pun kita bekerja akan selalu ada hambatan.

Gunakan pengalaman ini sebagai latihan untuk meningkatkan ketahanan diri dalam menghadapi situasi sulit.

Peran Pihak Sekolah 

Selain upaya individu, lingkungan kerja yang sehat memerlukan partisipasi aktif dari pihak manajemen sekolah. Kepala Sekolah, bersikap proaktif menciptakan budaya kerja yang positif dan menghargai kontribusi setiap guru. Bersikap adil dan bijaksana ketika menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah-tengah guru, bila perlu diterapkan kebijakan anti-intimidasi dan forum diskusi terbuka untuk menyelesaikan konflik. Dengan demikian, sekolah akan mampu menjaga kesehatan mental semua anggota yang ada di dalamnya.

 Jadi tempat kerja yang toksik memerlukan berbagai upaya daripada guru itu sendiri dan dukungan lembaga sekolah.  Guru di sekolah dasar harus mampu membangun ketahanan diri dan mencari jejaring sosial yang mendukung. Di sisi lain, pihak sekolah perlu menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Dengan langkah-langkah ini, kesejahteraan mental guru dapat terjaga,  sehingga mereka mampu melaksanakan tugas dan perannya dengan nyaman dan maksimal.

Siti Farida Nurhasanah

majenang 12 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun