Mohon tunggu...
Siti FaridaNurhasanah
Siti FaridaNurhasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Menangis Ingin Pulang

12 Mei 2022   07:34 Diperbarui: 12 Mei 2022   07:41 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari jumat adalah hari libur dan bebas anak santri Rumah Qur'an Pondok  Attafkir , eh gak bebas-bebas amat sih. Maksudnya anak-anak diliburkan dari kegiatan rutin harian. Seperti belajar kitab Dirosah Pondok, menghapal Al-Qur'an, membaca Tahsin dan membaca buku. 

Jika hari Jumat tiba agenda santri hanya bersih Jumat, membaca surat Alkahfi dan berdoa bersama di sore hari. Selebihnya mereka bisa refreshing, jajan yang thoyyib tapi tidak boleh lebih dari Rp10.000,-  dan berkomunikasi dengan orang tua mereka melalui telpon. Kami memfasilitasi mereka untuk menelpon atau video call karena tidak diperbolehkan membawa Hand Phone sendiri. Satu persatu anak-anak menelpon orangtuanya, melepaskan rasa kangen yang membuncah. 

Namun ada yang lain dari salah seorang anak, dia menangis tersedu-sedu setelah menelpon orangtuanya. Tubuh kecil berbaju kaos putih itu terlihat kian rapuh dalam isaknya satu rasa yang cukup besar membuncah cukup membuat sesak di dadanya. Aku yakin hubungan emosional dia cukup dekat dengan kedua orang tuanya. Suasana menjadi hening saat semua santri  menyadari  ada temannya yang sedang menangis. 

Mereka menghampiri anak tersebut dan berusaha membujuk dan menghiburnya agar tangisannya reda. Namun sepertinya gagal. Inilah ladang pahalaku, kuposisikan diriku pada  tubuh rapuh itu, remaja tanggung yang belajar arti hidup sebenarnya. Yang belajar mandiri jauh dari sentuhan fisik dan perhatian langsung dari orangtua. Semua merasakan hal yang sama.

Kutanya lirih kuselami mata sembabnya. 

"Kenapa menangis, nak?" Jawaban yang sudah mampu kutebak meluncur lemah.

" Ingin pulang," jawabnya, "aku kangen ibu."

Masya Allah ini adalah hal biasa dan sangat wajar terjadi, bahkan dulu sering terjadi anak mencoba kabur saat merasa kangen atau tidak betah di Pondok. Aku mencoba menguatkannya sembari mengelus-ngelus punggungnya.

"Anak sholeh, ummi paham apa yang antum rasakan, antum kangen karena sayangkan sama ibu?"

Ia mengangguk sambil terus terisak. 

"Nah sekarang rasa sayangnya dibuktikan dengan mondok disini, dengan mengikuti keinginan ibu dan ayah untuk mondok."

 Aku menatap wajahnya, ia menunduk. 

" Kalau sayang ibu dan bapak, bukan malah kembali pulang. Coba kalau dah pulang mau apa disana?"

Aku menjeda agar pertanyaanku bisa diterima olehnya yang sedang berada dalam suasana emosional tentu tidak mudah untuk menerima saran dan nasiha.

"Kalau antum pulang, okelah rasa kangen terobati. Tapi setelah itu pasti main-main lagi, kan? main game online atau mabar. Mau kaya gitu lagi?" Kutanya secara lemah lembut, anak-anak yang lain ikut mendengarkan nasihatku. Aku yakin mereka pun merasakan hal  yang sama kepada orang tua. Namun, setiap anak memiliki karakter, mental dan ekspresi yang berbeda-beda.

"Ayah ibu antum juga sangat sayang sama antum, makanya di masukin pondok  biar nanti di surga kumpul lagi. Karena pengen antum jadi anak sholeh, hafizh Qur'an bisa menolong mereka masuk surga. Mau?" Tanyaku panjang lebar.

Ia mengangguk, anak yang lain masih menyimak. Eh si bungsu yang usianya baru 8 tahun nyeletuk. 

"Dede juga dulu nangis ya, Mi. Tapi sekarang sudah betah. Masa kalah sama Dede." Polosnya 

"Ia, nanti juga mamasnya betah dan terbiasa disini." Jawabku 

"Kalau kalian jadi Hafizh Qur'an yang Sholeh nanti bisa menolong banyak orang masuk surga, mau?" Ia kembali mengangguk tanda mengiyakan. 

"Jadi sekarang sabar ya, demi masa depan antum juga. Mau kasih mahkota dan jubah kebesaran buat ayah bunda di akhirat, kan?" Ia mengangguk dan tangisnya mulai reda. 

Aku membuka HP dan mengklik Logo YouTube menuliskan judul lagu di pencarian. 

"Ayo minum dan kita kita dengerin nasyid ini bareng-bareng, yuk!" Seruku sambil memberinya air minum yang diambilkan salah satu santri putri agar ia lebih tenang. 

Aku memutar lagu nasyid aku ingin jadi hafizh Qur'an kepada semua santri agar mereka semakin kuat dan sabar menahan rindu yang menggebu. Alhamdulillah ananda kembali ceria dan bercanda bersama teman-temannya. 

Hari ini hari ahad, 21 Juni 2021. Juga hari liburku, artinya aku bisa membersamai mereka seharian penuh. Alhamdulillah mereka semua ceria ditandai dengan saling canda dan tertawa bersama. Aku ikut tertawa melihat tingkah mereka yang lucu, sambil mengurusi bunga-bungaku yang kurang terawat. Bahagiaku sederhana, bukan?

Perlahan namun pasti mereka mulai menikmati kebersamaan bersama teman-teman baru dan tempat baru yang pasti jauh berbeda dengan di rumah. Fasilitas yg biasanya hanya buat sendiri atau berbagi dengan adik atau kakak, kini belajar berbagi dengan teman, berbagi waktu , makanan, bahkan berbagi sunyi dan riuh bersama. Semua berubah 360'. Disini semua serba terbatas dan terikat aturan, makan sederhana namun insya Allah gizi tetap diperhatikan. Walaupun aku yakin di rumah juga ada aturan yang di terapkan orang tua namun biasanya mereka masih suka banyak toleransi, langgar sana-sini. Karena tidak tega kepada anak-anak jika terlalu keras. 

Semoga mereka bisa kuat menahan rindu pada orang tuanya seiring bertambahnya kedewasaan mereka. Begitupun orangtua agar terasa ringan dalam menjalani perpisahan indah ini, akan ada saat bahagia tak terhingga kala bertemu nanti, tak ada orang tua yang ingin jauh dengan anak-anak mereka, baik buruknya andai bisa memastikan mereka akan sesholeh yang diharapkan tak mungkin mereka akan lepas dari pelukan. Sesaknya merindukan sang buah hati yang sedari kecil berada dalam asuhan dan buaian tak mungkin terhindarkan. 

Yang tadinya di rumah ada suara anak-anak kini sepi tak ada yang mampu menggantikan. Kamar dan rumah yang berantakan kini selalu rapi dan bersih karena tak ada yang mengacak-ngacak. Pasti lebih menyakitkan menahan kerinduan kepada anak kesayangan. Namun karena kasih sayang itulah setiap orang tua rela posisi amanahnya tergantikan oleh yang seharusny, demi masa depan yang utama dan kekal adanya.

Aku percaya mereka lebih kuat dan ikhlas, karena keyakinan mereka akan hari ini pendidikan di pesantren adalah pendidikan yang terbaik. Mereka memilih lebih baik kita menangis hari ini daripada kelak dibuat menangis oleh anak karena durhaka. Di setiap hati terlemah mereka berkata, 

"Ayah Ibu relakan kita berpisah, nak! Namun kelak kita akan bersama kembali di surgaNya."

Itu adalah kalimat sakti yang menguatkan para Ayah dan Bunda dimanapun. Allah ada di balik setiap do'a hamba yang ridha dengan semua upaya taat syariatNya. Telah banyak fakta anak durhaka kepada orangtua mereka, penyebabnya karena pola asuh dan pola pendidikan yang keliru serta kurang ilmu, baik di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Maka dibutuhkan rasa ikhlas melepas anak dari pangkuan ke Pondok demi kebaikan dunia dan akhirat. 

Inilah kelebihan apabila anak-anak kita di masukan pondok pesantren. 

1. ayah ibunya akan tenang dalam mencari nafkah 

2. anak sholat 5 waktunya terjamin dan selalu berjamaah 

3. anak akan selalu rutin mengaji Al Quran dan hadist serta ilmu kehidupan

4. anak akan selalu sholat tahajud dan sholat dhuha

5. anak akan selalu gemar puasa sunah 

6. anak akan bisa bahasa arab dan inggris

7. anak akan jauh dari narkoba dan pergaulan bebas

8. anak akan jauh dari tawuran dan main game 

9. anak akan bisa mandiri dan disiplin serta bertanggung jawab

10. anak akan selalu mendoakan kedua orang tuanya

11. anak bisa memasak, berkebun, berdagang dan mengajarkan ilmu 

Semoga Allah menjadikan anak-anak kita investasi di dunia dan akhirat, yaitu sholeh dan sholehah, hafizh Qur'an, mandiri, berjiwa pemimpin dan siap terjun menjadi contoh teladan umat serta mengisi peradaban mulia di masa depan. Aamiin Allahumma Aamiin

Writing With Love, 

Cilacap, 12 Mei 2022

Siti Farida 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun