Mohon tunggu...
Siti Fatimah239
Siti Fatimah239 Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Diagnostik dan "Remedial Teaching" bagi Kesulitan Belajar Peserta Didik

4 November 2018   15:00 Diperbarui: 4 November 2018   15:09 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini hampir seluruh peserta didik menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam belajar, terutama bagi peserta didik yang full day school. Sehingga meyebabkan mereka sulit untuk belajar baik didalam maupun  diluar jam sekolah. Mengapa demikian? Secara logis, hal ini dipicu karena porsi belajar peserta didik ketika sudah overload yaitu mulai dari pagi hingga sore. Sehingga dengan begitu, ketika di rumah, peserta didik sudah merasa lelah dan mereka lebih memilih istirahat sepenuhnya dibandingkan belajar.

Hal ini sebenarnya merupakan permasalahan yang harus segera ditangani oleh pihak-pihak pengamat pendidikan. Karena jika tidak segera ditangani maka akan berakibat fatal bagi dunia pendidikan. Contohnya saja ketika peserta didik di sekolah telah menerima pelajaran penuh akan tetapi tidak diulangi kembali, maka pelajaran yang diterima peserta didik tidak bisa melekat pada pikiran peserta didik. Bahkan pelajaran tersebut hanya lewat seketika dalam pikiran peserta didik.

Dikatakan demikian sebab pelajaran yang diterimanya tidak hanya satu atau dua, melainkan berbagai pelajaran yang notabene pelajaran berat. Sehingga jika hanya dilakukan waktu jam pelajaran saja, kemungkinan besar ilmu yang diterimanya setengah-setengah. Selain masalah waktu, yang menjadi penyebab kesulitan mereka juga bermacam-macam, mulai dari pengajaran yang dilakukan oleh guru, faktor internal dari peserta didik sendiri, faktor eksternal disekitarnya dan lain sebagainya.

Berangkat dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya solusi bagi permasalahan peserta didik terkait kesulitan belajar yang dialaminya. Untuk bisa mencari solusi dari permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu diagnostik kepada peserta didik. Diagnostik ini bisa dilakukan oleh guru pengampu pada umunya dan guru Bimbingan Konseling khususnya. 

Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan diagnostik? Perlu Anda ketahui bahwa sebenarnya kata diagnostik berasal dari dunia medis. Berhubung kata diagnostik di sandingkan dengan kesulitan belajar, maka diagnostik diartikan sebagai usaha untuk meneliti kasus, menemukan gejala, penyebab dan menemukan serta menetapkan kemungkinan sebuah bantuan yang akan diberikan oleh guru terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar mereka (Syahril: 1991: 45).

Dalam melaksanakan diagnostik, guru Bimbingan Konseling tidak serta merta melakukannya dengan sesuka hati mereka, melainkan harus memperhatikan langkah-langkah yang terdapat dalam diagnostik tersebut. Menurut Mulyasa, langkah-langkah diagnostik kesulitan belajar peserta didikyang harus diaksanakan guru yaitu ada 7 macam, yang tersusun sebagai berikut:

1. Identifikasi.

Identifikasi merupakan langkah utama dalam mendiagnostik kesulitan belajar siswa. Langkah ini dilakukan guna menetukan jenis kesulitan apa saja yang dialami peserta didiksupaya solusi yang dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling tidak keluar dari tujuan yang diharapkan. Dalam kegiatan identifikasi, guru Bimbingan Konseling harus bisa menggali potensi peserta didiksecara mendalam dengan memperhatikan hasil evaluasi belajar siswa, tes inteegnsi maupun melaui instrument yang telah dibuat. 

Sehingga dengan begitu, guru Bimbingan Konseling bisa memberikan solusi terhadap kesulitan tersebut yaitu berupa Remedial Teaching misalnya. Identifikasi biasanya dilakukan dengan memperhatikan laporan yang diberikan guru kelas kepada guru Bimbingan Konseling melalui instrument maupun observasi dari guru kelas tersebut.

2. Menentukan prioritas.

Prioritas adalah mengutamakan sesuatu yang lebih urgen dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam menetukan prioritas ini, seorang guru Bimbingan Konseling dihimbau untuk mengutamakan diaknostik kepada peserta didik yang memang sangat mengalami kesulitan belajar tinggi. Sehingga dengan begitu, guru kelas bisa melakukan penanganan Remedial Teaching secara intensif bagi mereka.

3. Menentukan potensi.

Penentuan potensi dalam diri peserta didik merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling setelah identifikasi kesulitan belajar dietahui secara keseluruhan. 

Potensi ini dapat terlihat jelas dalam tes intelegnsi yang dilakukan di dalam tahap identifikasi. Sehingga jika guru Bimbingan Konseling salah penafsiran dalam identifikasi tes intelegensi yang teah dilakukan, maka akan berimbas pada penentuan potensi peserta didik. Jadi dalam identifikasi, seorang guru Bimbingan Konseling harus melakukannya dengan benar dan seksama, supaya tidak menjerumuskan ke potensi yang salah.  

4. Menentukan penguasaan bidang studi yang dianggap sulit dan perlu beri solusi.

Dalam menentukan bidang studi yang dianggap sulit sulit tidak hanya didasarkan pada intelegensi saja, namun dalam penentuan ini seorang guru Bimbingan Konseling harus memiliki data terkait prestasi yang diperoleh peserta didik. Karena, belum tentu apabila peserta didik tingkat intelegensinya tinggi maka dia akan berprestasi. 

Sebab, terkadang ada ketidakseimbangan antara inteegensi dan prestasi. Sehingga jika guru Bimbingan Konseling hanya bertumpu pada satu hal saja, misalkan pada intelegensi saja, maka kemungkinan diagnostiknya akan menimbulkan ketidak akuratan.

5. Menetukan gejala kesulitan.

Gejala kesulitan peserta didik biasanya banyak diketahui oeh guru mata pelajaran, sehingga apabia guru Bimbingan Konseling ingin menggalinya lebih mendalam, maka harus bekerjasama dengan guru mata pelajaran. 

Gejala kesulitan beajar peserta didik tampak ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sehingga, guru mata pelajaran bisa mengamati dan menganalisis kesulitan tersebut. Setelah menenmukan kesulitan tersebut, guru mata pelajaran dan Bimbingan Konseing saling memberikan informasi supaya diagnostic yang dilakukan tepat pada sasaran kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik.

6. Analisis faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik.

Langkah ini merupakan langkah diagnostik yang murni dilakukan oleh guru Bimbingan konseling. Dikatakan demikian, sebab guru Bimbingan Konseling yang memiliki pengetahuan tentang analisis mendalam mengenai diri siswa. Dalam menentukan faktor ini, guru Bimbingan Konseling harus berpedoman pada observasi guru mata pelajaran, sebab faktor tersebut bisa didiagnostik melalui kesulitan yang dialami peserta didik.

7. Menyusun rekomendasi untuk diadakan Remedial Teaching.

Rekomendasi yang diberikan oleh guru Bimbingan Konseling merupakan salah satu persetujuan dari pihak-pihak yang yang terlibat dalam permasalahan tersebut. Daam memberikan rekomendasi, guru Bimbingan Konseling telah mendapat persetujuan dari peserta didik maupun guru pengampu mata pelajaran. Sehingga dengan adanya rekomendasi, maka Remedial Teaching baru bia dilakukan.

Ketika proses diagnostik telah selesai dan didapatkan solusi yang berupa Remedial Teaching, kemudian guru pengampu mata pelajaran bisa melaksanakan Remedial Teaching guna menyelesaikan masalah dari kesulitan belajar peserta didik. 

Remedial Teaching merupakan layanan pendidikan yang dilaksanakan dengan menggunakan perlakuan khusus yang diberikan oleh guru kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Remedial Teaching dilasanakan dengan tujuan supaya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar mampu mencapai prestasi belajar yang diharapkan melaui perbaikan. Dari pengertian dan tujuan Remedial Teaching tersebut, maka tidak salah lagi jikalau dijadikan solusi terhadap kesulitan belajar.

Guru pengampu mata pelajaran dapat melakukan Remedial Teaching kepada peserta didik dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur yang pertama yaitu meneliti kembali kasus. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan supaya guru pengampu mata pelajaran memperoleh gambaran jelas terkait kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Dengan begitu, maka akan memudahkan guru pengampu mata pelajaran dalam menyusun Remedial Teaching yang akan dilakukannya.

Prosedur yang kedua yaitu menetukan tindakan yang harus dilakukan. Prosedur ini merupakan awal dari rancangan program Remedial Teaching yang hendak dilakukan oleh guru pengampu mata pelajaran. 

Dalam prosedur ini, guru pengampu mata pelajaran dapat mengelompokkan kesulitan belajar peserta didik dan menentukan tindakan yang harus dilaksanakannya. Sebagai contoh, apabila kesulitan belajar peserta didik tergolong masih ringan, maka guru pengampu mata pelajaran hanya memberikan Remidial Teaching saja. Namun jika kesulitannya tergolong rumit, maka guru pengampu bisa melakukan tindakan mengatasi hambatan emosioal belajar peserta didik terlebih dahulu, baru kemudian melakukan Remedial Teaching.  

Prosedur yang selanjutnya yaitu Pemberian layanan Bimbingan dan Konseling. Layanan ini diberikan oleh guru prngampu guna memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mampu menyelesaikan kesulitan yang dialaminya secara mandiri. Bentuk layanan ini diberikan oleh guru pengampu melaui tatap muka secara langsung supaya timbul hubungan timbal baik antara guru dan peserta didik, sehingga dengan begitu secara bertahap peserta didik akan memamahi sendiri apa saja tindakan yang harus dilakukan guna meminimalisir kesulitan belajar yang dialaminya.

Prosedur keempat yaitu Pelaksanaan Remedial Teaching. Dalam prosedur ini, guru melaksanakan Remedial Teaching dengan memperhatikan situasi yang bisa menumbuhkan greget peserta didik dalam meningkatkan prestasi yang dicapainya. Dalam melaksanakan prosedur ini, guru dituntut mampu berperan kreatif guna memunculkan keinginan peserta didik dalam menyelesaikan kesulitan yang dialaminya. 

Contoh hal-hal yang dapat dilakukan oleh guru pengampu yaitu dengan merancang pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik yang berupa pembelajaran dengan bermain ataupun yang lainnya. Sehingga dengan kreativitas yang dilakukan oleh guru, maka materi yang diajarakan dapat dipahami oleh peserta didik sesuai harapan guru pengampu.

Prosedur Remedial Teaching selanjutnya yaitu Melakukan Pengukuran Kembali terhadap prestasi siswa. Prosedur ini dilaksanakan oleh guru pengampu guna mengukur apakah pembelajaran yang baru saja dilaksanakan mampu meningkatkan prestasi peserta didik atau tidak. Pengukuran ini dilaksanakan dengan menggunakan tes baik berupa tes tulis maupun tes lisan.

Prosedur yang terakhir yaitu Re-evaluasi, re-diagnostik dan pengayaan. Ketiga prosedur ini dilakukan oleh guru pengampu dengan tujuan agar hasil Remedial Teaching lebih sempurna. Dalam melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik, guru pengampu mata pelajaran diharapkan tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sebab ini merupakan tahap akhir dalam menafsirkan apakah kegiatan Remedial Teaching yang dilakukan berhasil atau tidak. 

Jika kegiatan Remedial Teaching belum berhasil, maka guru pengampu harus melakukan re-diagnostik. Namun apabila Remedial Teaching telah berhasil mengatasi kesulitan belajar, maka guru pengampu cukup melakukan pengayaan saja terhadap peserta didik. Bentuk pengayaan tersebut bisa berupa tugas tambahan.

Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan diatas, penulis berharap kesulitan yang dialami oleh peserta didik dapat diatasi secara menyeluruh dan menimbulkan keselarasan dalam pembelajaran.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun