Akhir-akhir ini hampir seluruh peserta didik menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam belajar, terutama bagi peserta didik yang full day school. Sehingga meyebabkan mereka sulit untuk belajar baik didalam maupun  diluar jam sekolah. Mengapa demikian? Secara logis, hal ini dipicu karena porsi belajar peserta didik ketika sudah overload yaitu mulai dari pagi hingga sore. Sehingga dengan begitu, ketika di rumah, peserta didik sudah merasa lelah dan mereka lebih memilih istirahat sepenuhnya dibandingkan belajar.
Hal ini sebenarnya merupakan permasalahan yang harus segera ditangani oleh pihak-pihak pengamat pendidikan. Karena jika tidak segera ditangani maka akan berakibat fatal bagi dunia pendidikan. Contohnya saja ketika peserta didik di sekolah telah menerima pelajaran penuh akan tetapi tidak diulangi kembali, maka pelajaran yang diterima peserta didik tidak bisa melekat pada pikiran peserta didik. Bahkan pelajaran tersebut hanya lewat seketika dalam pikiran peserta didik.
Dikatakan demikian sebab pelajaran yang diterimanya tidak hanya satu atau dua, melainkan berbagai pelajaran yang notabene pelajaran berat. Sehingga jika hanya dilakukan waktu jam pelajaran saja, kemungkinan besar ilmu yang diterimanya setengah-setengah. Selain masalah waktu, yang menjadi penyebab kesulitan mereka juga bermacam-macam, mulai dari pengajaran yang dilakukan oleh guru, faktor internal dari peserta didik sendiri, faktor eksternal disekitarnya dan lain sebagainya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya solusi bagi permasalahan peserta didik terkait kesulitan belajar yang dialaminya. Untuk bisa mencari solusi dari permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu diagnostik kepada peserta didik. Diagnostik ini bisa dilakukan oleh guru pengampu pada umunya dan guru Bimbingan Konseling khususnya.Â
Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan diagnostik? Perlu Anda ketahui bahwa sebenarnya kata diagnostik berasal dari dunia medis. Berhubung kata diagnostik di sandingkan dengan kesulitan belajar, maka diagnostik diartikan sebagai usaha untuk meneliti kasus, menemukan gejala, penyebab dan menemukan serta menetapkan kemungkinan sebuah bantuan yang akan diberikan oleh guru terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar mereka (Syahril: 1991: 45).
Dalam melaksanakan diagnostik, guru Bimbingan Konseling tidak serta merta melakukannya dengan sesuka hati mereka, melainkan harus memperhatikan langkah-langkah yang terdapat dalam diagnostik tersebut. Menurut Mulyasa, langkah-langkah diagnostik kesulitan belajar peserta didikyang harus diaksanakan guru yaitu ada 7 macam, yang tersusun sebagai berikut:
1. Identifikasi.
Identifikasi merupakan langkah utama dalam mendiagnostik kesulitan belajar siswa. Langkah ini dilakukan guna menetukan jenis kesulitan apa saja yang dialami peserta didiksupaya solusi yang dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling tidak keluar dari tujuan yang diharapkan. Dalam kegiatan identifikasi, guru Bimbingan Konseling harus bisa menggali potensi peserta didiksecara mendalam dengan memperhatikan hasil evaluasi belajar siswa, tes inteegnsi maupun melaui instrument yang telah dibuat.Â
Sehingga dengan begitu, guru Bimbingan Konseling bisa memberikan solusi terhadap kesulitan tersebut yaitu berupa Remedial Teaching misalnya. Identifikasi biasanya dilakukan dengan memperhatikan laporan yang diberikan guru kelas kepada guru Bimbingan Konseling melalui instrument maupun observasi dari guru kelas tersebut.
2. Menentukan prioritas.
Prioritas adalah mengutamakan sesuatu yang lebih urgen dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam menetukan prioritas ini, seorang guru Bimbingan Konseling dihimbau untuk mengutamakan diaknostik kepada peserta didik yang memang sangat mengalami kesulitan belajar tinggi. Sehingga dengan begitu, guru kelas bisa melakukan penanganan Remedial Teaching secara intensif bagi mereka.