Mohon tunggu...
Siti JanatunAniah
Siti JanatunAniah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana Jakarta

NIM: 55521120068 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2 Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Corporation di Indonesia Menggunakan Pendekatan Teori Pierre Bourdieu

3 Juli 2024   16:14 Diperbarui: 3 Juli 2024   16:14 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CFC Rules di Indonesia untuk menghadapi penghindaran pajak tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjelaskan bahwa :

"Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau

secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor."

Pada Bulan Juni 2019 Pemerintah Indonesia melakukan perubahan ketentuan untuk Controlled Foreign Company (CFC) melalui PMK Nomor 93/PMK.03/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Dan Dasar Penghitungannya Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek.

PMK 93 merupakan komitmen Indonesia sebagai anggota G20 dalam mengimplementasikan rencana aksi OECD BEPS Action 3 tentang Designing Effective Controlled Foreign Company Rules meskipun CFC Rules bukanlah salah satu minimun standard yang ditetapkan OECD. Selain itu, revisi CFC Rules juga semakin memperkuat Specific Anti Avoidance Rules (SAAR) yang sejalan dengan upaya reformasi perpajakan di bidang peraturan perpajakan.

CFC Rules sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor: KMK No.650/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994dan aturan turunannya tersebut mengandung beberapa kelemahan, antara lain: Penetapan negara-negara tax haven berdasarkan list mengandung kelemahan apabila tidak sering diperbaharui, karena perkembangan di lapangan sangat cepat. Untuk mengantisiapasi hal ini banyak negara yang menentukan negara tax haven berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti berdasarkan kriteria besarnya tarif pajak yang berlaku di negara tersebut.

Kelemahan lain yang terdapat dalam ketentuan pasal l8 ayat (2) sebagai CFC Rules Indonesia adalah dalam hal kontrol. Indonesia menggunakan pendekatan hukum, yaitu kepemilikan pada CFC adalah sebesar lebih dari 50% secara sendiri atau bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya. Dalam hal ini definisi kontrol yang diterapkan Indonesia hanya terbatas pada kepemilikan saham secara langsung terhadap badan usaha di luar negeri tersebut. Tidak ada aturan lain yang mengatur bahwa kepemilikan tidak langsung juga termasuk dalam pengertian tersebut. Keterbatasan CFC Rules yang dimiliki Indonesia ini menyebabkan pengenaannya hanya dapat dilakukan pada lapisan pertama saja. Sementara terhadap kepemilikan pada lapisan kedua dan lapisanlapisan selanjutnya ketentuan CFC Rules tidak dapat diterapkan. Hal ini dikarenakan tidak diaturnya kepemilikan tidak langsung, misalnya kepemilikan cucu perusahaan melalui anak perusahaan. Dengan mengacu pada ketentuan di atas, maka wajib pajak masih dapat melakukan penghindaran pajak dengan cara melakukan penguasaan CFC melalui entitas lain. Ketentuan CFC Rules Indonesia hanya menyangkut pasive income saja, sementara active income tidak tercakup dalam ketentuan tersebut.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor: PMK .256/PMK.03/2008, tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek Perbedaan mendasar CFC Rules sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Nomor: PMK256/PMK.03/2008 dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor: : KMK No.650/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994 pada dasarnya adalah dihapusnya daftar yang berisi 32 negara tax haven . Dalam hal ini yang merupakan entitas luar negeri dalam aturan tersebut adalah semua Badan usaha di luar negeri selain yang menjual sahamnya di bursa efek. Sementara itu ketentuan terkait dengan pengertian Wajib Pajak Dalam Negeri selaku pemegang saham, besarnya penyertaaan modal pada badan usaha di luar negeri, jenis penghasilan CFC yaitu laba setelah pajak, jangka waktu pengakuan deemed dividend, atribusi penghasilan dan ketentuan tentang kredit pajak tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan Keputusan Menteri Keuangan sebelumnya. CFC Rules ini memiliki kelebihan, yaitu tidak adanya batasan negara tempat entitas luar negeri berada. Dengan demikian ke negara manapun wajib pajak menanamkan modalnya kepada entitas luar negeri, sepanjang memenuhi kriteria jumlah kepemilikan saham pada entitas di luar negeri, maka Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut dianggap telah menerima dividen pada saat yang ditentuakan oleh Menteri Keuangan dan dividen tersebut harus dilaporkan sebagai penghasilan yang terhutang pajak di Indonesia. Dengan kata lain, CFC Rules ini dapat membatasi ruang gerak Wajib Pajak Dalam Negeri untuk menerbangkan modalnya (capital fligh) ke luar negeri sekaligus membatasi ruang gerak mereka untuk melakukan penghindaran pajak dengan cara menunda saat diterimanya dividen dari luar negeri tersebut. Namun demikian CFC Rules ini masih memiliki kelemahan, yaitu bahwa penyertaan modal kepada badan di luar negeri hanya berupa kepemilikan saham langsung (tidak mencakup kepemilikan saham tidak langsung). Dengan demikian pengenaannya hanya dapat dilakukan pada lapisan pertama saja. Sementara terhadap kepemilikan pada lapisan kedua dan lapisanlapisan selanjutnya ketentuan CFC Rules tidak dapat diterapkan. Dengan mengacu pada ketentuan di atas, maka wajib pajak masih dapat melakukan penghindaran pajak dengan cara melakukan penguasaan CFC melalui entitas lain secara tidak langsung.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 107/PMK.03/2017 tanggal 26 Juli 2017 tentng Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun