Mohon tunggu...
Siti JanatunAniah
Siti JanatunAniah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana Jakarta

NIM: 55521120068 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2 Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Corporation di Indonesia Menggunakan Pendekatan Teori Pierre Bourdieu

3 Juli 2024   16:14 Diperbarui: 3 Juli 2024   16:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pierre Bourdieu lahir pada tahun 1930 di kota kecil selatan Perancis. Ia tumbuh di keluarga menengah kebawah, ayahnya adalah seorang pegawai negeri sipil. Ia bersekolah di Ecole Normale Superieure di Paris pada tahun 1950, tetapi ia enggan menulis tesis karena menganggap sekolah memiliki struktur yang otoriter, ia menolak orientasi komunis yang dianut oleh sekolahnya. Ia masuk wajib militer pada tahun 1956 dan menulis pengalamannya di Aljazair setelah wajib militernya selesai. Ia melanjutkan pendidikannya di College de France dan bekerja sebagai asisten sosiolog bernama Raymond Aron. Beberapa tahun setelahnya Bourdieu pindah ke Universitas Lille dan menduduki posisi sebagai Direktur Studi di L'Ecole Practique des Hautes Etudes pada 1964. Dan pada tahun 1968 ia menjadi direktur di Centre de Sociologie Europeenne. Ia meninggal di usia 71 tahun pada 23 Januari 2002.

Dokpri
Dokpri

Saya mengenal teori praktik sosial dari buku yang berjudul "Teori Sosiologi Modern" yang ditulis oleh George Ritzer. Dalam pdf tersebut disebutkan bahwa konsep teori praktik sosial yaitu habitus, arena, dan modal. Bourdieu menyatukan objektivisme (mengedepankan struktur objektif dalam praktik sosial) dan subjektivisme (mengedepankan peran agen dalam praktik sosial). Ia merumuskan teori ini bagai persamaan (habitus x modal) + arena = praktik sosial. Dalam persamaan tersebut, Bourdieu menunjukkan kunci untuk mendamaikan perselisihan subjektivisme dan objektivisme.

Habitus menurut Bourdieu bukan sekedar kebiasaan seseorang, tetapi struktur mental yang digunakan aktor untuk menghadapi dunia sosial. Habitus diperoleh dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial diduduki. Jadi habitus setiap individu akan berbeda-beda, tergantung pada wujud posisi seseorang dalam kehidupan sosial itu. Habitus terbentuk setelah berinteraksi dengan masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Habitus berkaitan dengan arena, arena adalah ruang tempat individu saling berinteraksi dan bersaing untuk mendapatkan power simbolis. Pun habitus juga berkaitan dengan modal, dimana modal juga harus ada dalam setiap arena, agar arena memiliki arti. Legitimasi aktor dalam tindakan sosial dipengaruhi oleh modal yang dimiliki. Modal yang dimaksut Bourdieu adalah modal ekonomi, budaya, sosial, maupun simbolik.

Dalam pemahaman saya, teori ini memiliki rumus yaitu habitus x modal ditambah arena menghasilkan suatu praktik sosial. Praktik merupakan hasil dari kebiasaan dan modal kita di arena yang kita pilih. Manusia adalah mahluk sosial dimana kita tidak lepas dari proses berinteraksi dengan individu lain. Habitus ini terbentuk setelah individu bersosialiasi dengan lingkungannya, habitus bisa bertahan lama atau bahkan cepat berubah, tergantung bagaimana kehidupan sosial kita. Dalam praktik sosial kita juga memerlukan arena untuk bersaing dan modal untuk menjalankan Pratik sosial tersebut. Ketiga hal tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah praktik sosial. Habitus, arena, dan modal membentuk kehidupan melalui praktik-praktik sosialnya.

Di Indonesia diberlakukan prinsip world wide income untuk pengenaan pajak bagi subjek pajak yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri. Yang mana subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak atas penghasilan yang mereka peroleh dari dalam maupun dari luar negeri. Sementara bagi subjek pajak yang berstatus subjek pajak luar negeri akan dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara pemberi penghasilan, dalam hal ini dari dalam wilayah Indonesia.

Sebagai contoh, ketika suatu perusahaan (sebut saja perusahaan X) sebagai subjek pajak dalam negeri di Indonesia, mendirikan sebuah perusahaan anak (sebut saja perusahaan Y), yang didirikan di Negara Belanda. Penghasilan yang berasal dari perusahaan Y sebagai ketentuan umum, akan dikenakan pajak di negara Indonesia pada saat pendistribusian penghasilan berupa dividen dari perusahaan Y ke perusahaan X, yang mana Perusahaan X merupakan pemegang saham.

Dalam literatur perpajakan terdapat konsep yang disebut sebagai Controlled Foreign Company (CFC). Controlled Foreign Company (CFC) didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang didirikan di luar negeri yang kepemilikan dan pengendaliannya dijalankan oleh wajib pajak dalam negeri. Seperti halnya kasus yang disebutkan di atas, ketentuan pengenaan pajak yang berlaku dikarenakan antara perusahaan X dan perusahaan Y merupakan dua entitas yang berbeda, yang mana perusahaan Y yang didirikan di negara lain (Foreign Subsidiary), dapat dikendalikan oleh pemegang sahamnya, yaitu perusahaan X.

CFC ini dibuat sebagai salah satu bentuk penghindaran pajak (tax avoidance) dengan cara menunda pengakuan penghasilan yang modalnya berasal dari luar negeri yang nantinya akan dikenakan pajak di dalam negeri. Selain itu CFC bisa digunakan untuk menunda pembayaran dividen sehingga pemungutan pajak atas dividen bisa tertunda. Maka dari itu jika perusahaan X ingin menunda pembagian penghasilan berupa dividen atau tetap menahan penghasilan tersebut di perusahaan anaknya (perusahaan Y) yang berada di Belanda, penghasilan berupa dividen tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Negara Indonesia.

Kondisi ini akan sangat lebih menguntungkan lagi bagi perusahaan X apabila mereka mendirikan perusahaan Y di negara yang dikategorikan sebagai negara Tax Haven. Hal ini disebabkan karena penghasilan tersebut akan dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah atau bahkan tidak dikenakan pajak sama sekali di negara tax haven tersebut.

CFC Rules di Indonesia untuk menghadapi penghindaran pajak tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjelaskan bahwa :

"Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau

secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor."

Pada Bulan Juni 2019 Pemerintah Indonesia melakukan perubahan ketentuan untuk Controlled Foreign Company (CFC) melalui PMK Nomor 93/PMK.03/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Dan Dasar Penghitungannya Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek.

PMK 93 merupakan komitmen Indonesia sebagai anggota G20 dalam mengimplementasikan rencana aksi OECD BEPS Action 3 tentang Designing Effective Controlled Foreign Company Rules meskipun CFC Rules bukanlah salah satu minimun standard yang ditetapkan OECD. Selain itu, revisi CFC Rules juga semakin memperkuat Specific Anti Avoidance Rules (SAAR) yang sejalan dengan upaya reformasi perpajakan di bidang peraturan perpajakan.

CFC Rules sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor: KMK No.650/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994dan aturan turunannya tersebut mengandung beberapa kelemahan, antara lain: Penetapan negara-negara tax haven berdasarkan list mengandung kelemahan apabila tidak sering diperbaharui, karena perkembangan di lapangan sangat cepat. Untuk mengantisiapasi hal ini banyak negara yang menentukan negara tax haven berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti berdasarkan kriteria besarnya tarif pajak yang berlaku di negara tersebut.

Kelemahan lain yang terdapat dalam ketentuan pasal l8 ayat (2) sebagai CFC Rules Indonesia adalah dalam hal kontrol. Indonesia menggunakan pendekatan hukum, yaitu kepemilikan pada CFC adalah sebesar lebih dari 50% secara sendiri atau bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya. Dalam hal ini definisi kontrol yang diterapkan Indonesia hanya terbatas pada kepemilikan saham secara langsung terhadap badan usaha di luar negeri tersebut. Tidak ada aturan lain yang mengatur bahwa kepemilikan tidak langsung juga termasuk dalam pengertian tersebut. Keterbatasan CFC Rules yang dimiliki Indonesia ini menyebabkan pengenaannya hanya dapat dilakukan pada lapisan pertama saja. Sementara terhadap kepemilikan pada lapisan kedua dan lapisanlapisan selanjutnya ketentuan CFC Rules tidak dapat diterapkan. Hal ini dikarenakan tidak diaturnya kepemilikan tidak langsung, misalnya kepemilikan cucu perusahaan melalui anak perusahaan. Dengan mengacu pada ketentuan di atas, maka wajib pajak masih dapat melakukan penghindaran pajak dengan cara melakukan penguasaan CFC melalui entitas lain. Ketentuan CFC Rules Indonesia hanya menyangkut pasive income saja, sementara active income tidak tercakup dalam ketentuan tersebut.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor: PMK .256/PMK.03/2008, tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek Perbedaan mendasar CFC Rules sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Nomor: PMK256/PMK.03/2008 dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor: : KMK No.650/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994 pada dasarnya adalah dihapusnya daftar yang berisi 32 negara tax haven . Dalam hal ini yang merupakan entitas luar negeri dalam aturan tersebut adalah semua Badan usaha di luar negeri selain yang menjual sahamnya di bursa efek. Sementara itu ketentuan terkait dengan pengertian Wajib Pajak Dalam Negeri selaku pemegang saham, besarnya penyertaaan modal pada badan usaha di luar negeri, jenis penghasilan CFC yaitu laba setelah pajak, jangka waktu pengakuan deemed dividend, atribusi penghasilan dan ketentuan tentang kredit pajak tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan Keputusan Menteri Keuangan sebelumnya. CFC Rules ini memiliki kelebihan, yaitu tidak adanya batasan negara tempat entitas luar negeri berada. Dengan demikian ke negara manapun wajib pajak menanamkan modalnya kepada entitas luar negeri, sepanjang memenuhi kriteria jumlah kepemilikan saham pada entitas di luar negeri, maka Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut dianggap telah menerima dividen pada saat yang ditentuakan oleh Menteri Keuangan dan dividen tersebut harus dilaporkan sebagai penghasilan yang terhutang pajak di Indonesia. Dengan kata lain, CFC Rules ini dapat membatasi ruang gerak Wajib Pajak Dalam Negeri untuk menerbangkan modalnya (capital fligh) ke luar negeri sekaligus membatasi ruang gerak mereka untuk melakukan penghindaran pajak dengan cara menunda saat diterimanya dividen dari luar negeri tersebut. Namun demikian CFC Rules ini masih memiliki kelemahan, yaitu bahwa penyertaan modal kepada badan di luar negeri hanya berupa kepemilikan saham langsung (tidak mencakup kepemilikan saham tidak langsung). Dengan demikian pengenaannya hanya dapat dilakukan pada lapisan pertama saja. Sementara terhadap kepemilikan pada lapisan kedua dan lapisanlapisan selanjutnya ketentuan CFC Rules tidak dapat diterapkan. Dengan mengacu pada ketentuan di atas, maka wajib pajak masih dapat melakukan penghindaran pajak dengan cara melakukan penguasaan CFC melalui entitas lain secara tidak langsung.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 107/PMK.03/2017 tanggal 26 Juli 2017 tentng Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek

Meskipun secara substansi CFC Rules ini hamper sama dengan ketentuan yang sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, Nomor: PMK .256/PMK.03/2008 misalnya mengenai jumlah kepemilikan saham dan penentuan saat diterimanya dividen (deemed dividend), namun dalam CFC Rules yang terbaru ini terdapat perbedaan yang mendasar, yakni bahwa ketentuan ini tidak membedakan perlakuan perpajakan atas dividen dari kepemilikan saham wajib pajak dalam negeri pada badan usaha luar negeri non bursa yang terkendali langsung maupun yang tidak terkendali langsung.

CFC Rules ini memiliki kelebihan, yaitu di samping tidak adanya batasan negara tempat entitas luar negeri berada. Di samping itu CFC Rules ini telah memasukan penyertaan saham wajib pajak dalam negeri pada badan usaha di luar negeri baik Badan Usaha Luar Negeri (BULN) Non Bursa terkendali langsung maupun terkendali tidak langsung. Dengan kata lain, CFC Rules ini lebih membatasi ruang gerak Wajib Pajak Dalam Negeri untuk menerbangkan modalnya (capital fligh) ke luar negeri sekaligus membatasi ruang gerak mereka untuk melakukan penghindaran pajak dengan cara menunda saat diterimanya dividen dari badan usaha luar negeri tersebut, baik yang terkendali langsung maupun yang terkendali tidak langsung. Dengan demikian pengenaan pajaknya tidak hanya dilakukan terhadap kepemilikan pada lapisan pertama saja, akan tetapi juga terhadap kepemilikan pada lapisan kedua dan lapisan-lapisan selanjutnya . Hal ini dikarenakan dalam praktiknya di lapangan upaya penghindaran pajak internasional tidak hanya dilakukan melalui satu tingkat pengendalian, akan tetapi juga melalui pengendalian bertingkat.

Hubungan Habitus Dengan Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Corporation di Indonesia

Habitus dalam teori sebuah teori yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu, merujuk pada pola pikir, perilaku, serta disposisi individu atau kelompok yang terbentuk melalui proses sosialisasi dalam konteks sosial serta budaya tertentu. Habitus memengaruhi cara individu atau entitas, termasuk perusahaan, bertindak serta bereaksi terhadap regulasi, termasuk regulasi perpajakan seperti Controlled Foreign Corporation.

Dokpri
Dokpri

Beberapa Peluang Controlled Foreign Corporation dalam Konteks Habitus teori Pierre Bourdieu di Indonesia

Pembentukan Budaya Kepatuhan Pajak:

Internalisasi Nilai Kepatuhan: Dengan regulasi Controlled Foreign Corporation, pemerintah diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk mengembangkan habitus yang mengutamakan kepatuhan terhadap pajak. Hal Ini bisa menciptakan budaya di mana transparansi dan akuntabilitas menjadi nilai yang dijunjung tinggi.

Sosialisasi dan Pendidikan: Melalui pendidikan serta sosialisasi yang intensif mengenai aturan dari Controlled Foreign Corporation, perusahaan dapat lebih memahami tentang pentingnya regulasi ini dan menginternalisasi kepatuhan sebagai bagian dari kebiasaan operasional mereka.

Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas, dimana Perusahaan yang memiliki habitus yang terbuka terhadap perubahan regulasi serta adaptasi akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan aturan Controlled Foreign Corporation. Hal Ini bisa meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan dan perpajakan.

Mendorong Praktik Bisnis yang Beretika, Dengan habitus yang mengutamakan etika serta integritas, perusahaan akan cenderung mematuhi aturan Controlled Foreign Corporation dan menghindari praktik penghindaran pajak. Ini dapat meningkatkan citra perusahaan dan kepercayaan dari pihak regulator serta masyarakat.

Tantangan Controlled Foreign Corporation dalam Konteks Habitus di Indonesia

Resistensi terhadap perubahan:

kebiasaan penghindaran pajak: jika habitus pada perusahaan sudah terbentuk dengan kebiasaan untuk menghindari pajak melalui berbagai cara, termasuk pengalihan laba ke yurisdiksi pajak rendah, maka penerapan dari aturan controlled foreign corporation bisa menghadapi resistensi yang kuat.

Kurangnya kesadaran: perusahaan yang tidak terbiasa dengan praktik transparansi serta pelaporan yang rinci mungkin kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan aturan controlled foreign corporation, sehingga membutuhkan waktu serta usaha lebih untuk beradaptasi.

Kompleksitas regulasi dan pemahaman:

Tingkat pendidikan pajak yang rendah: jika habitus masyarakat bisnis belum terbiasa dengan kompleksitas regulasi terhadap pajak internasional, aturan controlled foreign corporation bisa menimbulkan kebingungan serta kesalahan dalam penerapan.

Biaya kepatuhan: perusahaan yang tidak terbiasa dengan aturan pajak yang rumit mungkin akan mengeluarkan biaya tambahan untuk dapat memahami serta mematuhi aturan controlled foreign corporation , yang dapat dianggap sebagai beban.

Praktik bisnis yang tidak sejalan : yaitu konflik budaya bisnis: budaya bisnis di indonesia yang mungkin masih mementingkan cara-cara cepat serta praktis dalam operasional sehari-hari bisa bertentangan dengan kebutuhan untuk melakukan pelaporan serta dokumentasi yang teliti sesuai dengan aturan controlled foreign corporation .

Rekomendasi untuk Mengatasi Tantangan Sosialisasi serta Pendidikan Berkelanjutan:

Sosialisasi serta Pendidikan Berkelanjutan

Pelatihan dan Workshop: yaitu dengan menyelenggarakan pelatihan dan workshop secara rutin untuk meningkatkan pemahaman tentang aturan controlled foreign corporation dan pentingnya kepatuhan pajak.

Kampanye terhadap kesadaran pajak: melakukan kampanye kesadaran untuk dapat menanamkan nilai-nilai kepatuhan pajak sejak dini dalam dunia bisnis.

Penyederhanaan serta dukungan teknis:

Simplifikasi aturan: menyederhanakan aturan controlled foreign corporation agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh perusahaan.

Bantuan teknis: memberikan bantuan teknis dan panduan kepada perusahaan yang mengalami kesulitan dalam mematuhi aturan controlled foreign corporation .

Membangun kemitraan dengan pemangku kepentingan:

Kolaborasi dengan asosiasi bisnis: bekerja sama dengan asosiasi bisnis untuk menyebarluaskan informasi dan membangun dukungan untuk kepatuhan terhadap aturan controlled foreign corporation.

Dialog terbuka: mengadakan dialog terbuka antara pemerintah dan perusahaan untuk membahas tantangan dan mencari solusi bersama.

Habitus memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana perusahaan di indonesia merespons regulasi controlled foreign corporation. Dengan memahami dan mengelola habitus yang ada, pemerintah dan perusahaan dapat bekerja sama untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi tantangan yang muncul. Melalui pendidikan, sosialisasi, dan dukungan yang tepat, perusahaan dapat menginternalisasi nilai-nilai kepatuhan pajak, meningkatkan transparansi, dan beroperasi dengan lebih etis dalam kerangka aturan controlled foreign corporation .

Hubungan kapital dengan peluang dan tantangan perpajakan controlled foreign corporation di indonesia

Dalam teori sosiologi pierre bourdieu, kapital atau modal merujuk pada sumber daya yang dapat diakses serta digunakan oleh individu atau kelompok untuk mencapai keuntungan sosial, ekonomi, serta budaya. Kapital ini terbagi menjadi berbagai jenis, seperti kapital ekonomi, kapital budaya, kapital sosial, serta kapital simbolik. Dalam konteks perpajakan serta controlled foreign corporation (controlled foreign corporation), kapital ini berperan penting dalam menentukan bagaimana perusahaan dan regulator pajak merespons dan menerapkan aturan controlled foreign corporation.

Peluang controlled foreign corporation dalam konteks kapital di indonesia diantaranya

Kapital ekonomi:

perusahaan dengan kapital ekonomi yang kuat dalam memiliki sumber daya untuk membiayai kepatuhan terhadap aturan controlled foreign corporation, termasuk pengembangan terhadap sistem pelaporan yang sesuai, pelatihan staf, serta penggunaan jasa konsultan pajak.

Kapital ekonomi memungkinkan perusahaan serta pemerintah untuk dapat berinvestasi dalam teknologi informasi dan big data analytics, yang dapat digunakan untuk memantau dan menganalisis transaksi lintas batas dengan lebih efektif.

Kapital budaya:

perusahaan yang memiliki kapital budaya dalam bentuk pengetahuan serta kompetensi yang tinggi tentang peraturan pajak internasional akan dapat lebih mudah memahami serta mematuhi aturan controlled foreign corporation . Ini juga berlaku untuk regulator yang memahami kompleksitas penghindaran pajak melalui pendidikan dan pelatihan yang adekuat.

Kapital budaya akan dapat memungkinkan pemerintah untuk dapat melakukan pendidikan dan sosialisasi kepada perusahaan mengenai pentingnya kepatuhan terhadap aturan controlled foreign corporation , meningkatkan kesadaran serta pemahaman di kalangan bisnis.

Kapital sosial:

kapital sosial juga memungkinkan terjalinnya kerjasama antara pemerintah dengan entitas internasional untuk pertukaran informasi dan best practices terkait pengawasan dan penegakan aturan controlled foreign corporation

Jaringan dan koneksi: perusahaan yang memiliki kapital sosial berupa jaringan dan koneksi yang kuat dengan pihak regulator, asosiasi bisnis, dan konsultan pajak dapat memanfaatkan informasi dan sumber daya yang lebih baik untuk mematuhi aturan controlled foreign corporation.

Kapital simbolik:

reputasi serta kepercayaan dari perusahaan yang memiliki kapital simbolik berupa reputasi baik dalam kepatuhan pajak akan lebih dapat dipercaya oleh regulator dan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko audit dan sanksi, serta memperkuat citra perusahaan di pasar.

Tantangan controlled foreign corporation dalam konteks kapital di indonesia

Capital ekonomi:

Perusahaan kecil dan menengah mungkin menghadapi tantangan dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi untuk dapat mematuhi aturan controlled foreign corporation, seperti biaya untuk sistem pelaporan yang kompleks dan penggunaan jasa konsultan pajak.

Regulasi controlled foreign corporation akan dapat menambah beban finansial pada perusahaan yang sudah beroperasi dengan margin keuntungan yang tipis, yang bisa mengurangi daya saing mereka. Perusahaan yang tidak memiliki cukup pengetahuan atau kompetensi mengenai aturan controlled foreign corporation mungkin akan dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan regulasi ini, menyebabkan potensi ketidakpatuhan yang tinggi.

Kapital budaya:

Perusahaan yang tidak memiliki cukup pengetahuan atau kompetensi mengenai aturan controlled foreign corporation mungkin akan dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan regulasi ini, menyebabkan potensi ketidakpatuhan yang tinggi.

Kapital budaya yang rendah juga berarti kesadaran tentang pentingnya aturan controlled foreign corporation serta dampaknya mungkin belum merata di semua perusahaan, terutama yang lebih kecil atau kurang terinformasi.

Kapital sosial:

Perusahaan yang kurang memiliki kapital sosial akan sangat mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses informasi penting atau dukungan dari pihak regulator dan konsultan pajak, menghambat upaya kepatuhan mereka.

Tanpa kapital sosial yang kuat, perusahaan mungkin merasa terisolasi dalam menghadapi aturan controlled foreign corporation , hal ini dapat mengurangi efektivitas implementasi regulasi.

Kapital simbolik:

Perusahaan yang memiliki reputasi buruk dalam hal kepatuhan pajak mungkin lebih sering diaudit dan dikenai sanksi, hal tersebut menciptakan tantangan tambahan dalam memastikan kepatuhan terhadap aturan controlled foreign corporation.

Kapital simbolik yang rendah bisa menyebabkan kurangnya kepercayaan dari regulator serta masyarakat, yang dapat mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pihak-pihak terkait.

Rekomendasi untuk mengoptimalkan kapital dalam menghadapi peluang dan tantangan controlled foreign corporation

Penguatan terhadap kapital ekonomi:

Dukungan finansial: pemerintah dapat memberikan insentif atau dukungan finansial bagi perusahaan kecil serta menengah untuk dapat membantu mereka mematuhi aturan controlled foreign corporation , seperti subsidi untuk pelatihan atau investasi teknologi.

Meningkatkan infrastruktur teknologi baik di sisi perusahaan maupun regulator untuk dapat memfasilitasi kepatuhan serta pemantauan yang lebih efisien.

Peningkatan terhadap kapital budaya:

Edukasi dan pelatihan: menyelenggarakan program edukasi dan pelatihan bagi perusahaan dan petugas pajak untuk dapat meningkatkan pemahaman serta kompetensi mengenai aturan controlled foreign corporation .

Kampanye kesadaran: melakukan kampanye kesadaran untuk dapat menanamkan nilai-nilai kepatuhan pajak dan transparansi dalam bisnis.

Pengembangan terhadap kapital sosial:

Membangun jaringan: mendorong perusahaan untuk membangun jaringan dengan asosiasi bisnis, konsultan pajak, dan regulator untuk mendapatkan dukungan dan berbagi informasi.

Kolaborasi internasional: menguatkan kerjasama internasional untuk pertukaran informasi dan best practices terkait aturan controlled foreign corporation .

Peningkatan terhadap kapital simbolik:

Meningkatkan reputasi: mendorong perusahaan untuk memperbaiki reputasi mereka melalui kepatuhan pajak yang baik dan transparansi dalam pelaporan keuangan.

Penghargaan dan pengakuan: memberikan penghargaan dan pengakuan kepada perusahaan yang menunjukkan kepatuhan yang baik terhadap aturan controlled foreign corporation .

Kapital dalam berbagai bentuknya memainkan peran yang cukup penting dalam menentukan bagaimana perusahaan dan regulator pajak di indonesia merespons dan menerapkan aturan controlled foreign corporation (controlled foreign corporation). Dengan memanfaatkan kapital ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik, perusahaan dapat mengoptimalkan peluang dan mengatasi tantangan dalam mematuhi aturan ini. Melalui penguatan kapital di berbagai bidang, indonesia dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan mengurangi penghindaran pajak lintas batas, sehingga menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.

Hubungan arena dengan peluang dan tantangan perpajakan controlled foreign corporation di indonesia

Dalam teori yang dikemukakan oleh pierre bourdieu, arena (field) atau ranah merujuk pada ruang sosial di mana individu atau kelompok berinteraksi, bersaing, serta berjuang untuk dapat mencapai kekuasaan dan pengakuan. Arena memiliki aturan, nilai, serta modal yang unik yang dapat mempengaruhi perilaku serta strategi aktor yang berpartisipasi di dalamnya. Dalam konteks perpajakan, arena ini mencakup regulator pajak, wajib pajak (perusahaan), konsultan pajak, serta entitas lainnya yang terlibat dalam proses perpajakan.

Peluang controlled foreign corporation dalam konteks arena di indonesia

Penguatan kapasitas regulator pajak yaitu dengan:

Peningkatan kompetensi: arena perpajakan di indonesia yang kuat dapat menciptakan peluang untuk memperkuat kompetensi regulator pajak melalui pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang regulasi controlled foreign corporation . Hal ini memungkinkan penerapan aturan yang lebih efektif dan adil.

Kerjasama internasional: regulator pajak indonesia dapat berpartisipasi dalam arena internasional melalui kerjasama dengan otoritas pajak negara lain untuk berbagi informasi dan praktik terbaik mengenai controlled foreign corporation . Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi dan menindak strategi penghindaran pajak lintas batas.

Inovasi dalam kepatuhan pajak yaitu dengan:

Penggunaan teknologi: arena yang mendukung inovasi teknologi dapat membantu menciptakan sistem pelaporan dan pemantauan yang lebih efisien. Teknologi seperti big data dan analitik dapat digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan yang mungkin menggunakan strategi penghindaran pajak melalui controlled foreign corporation.

Transparansi dan akuntabilitas: dalam arena yang mendukung transparansi, perusahaan akan didorong untuk melakukan pelaporan keuangan yang akurat dan terbuka, memudahkan deteksi pelanggaran aturan controlled foreign corporation .

Perubahan kebijakan yang progresif: arena yang melibatkan berbagai elemen pemangku kepentingan dapat mendorong perubahan kebijakan yang lebih adil dan progresif. Misalnya, organisasi bisnis, akademisi, serta lsm dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk memperbaiki regulasi controlled foreign corporation agar lebih responsif terhadap tantangan yang dihadapi.

Tantangan controlled foreign corporation dalam konteks arena di indonesia diantaranya.

Kompleksitas dan resistensi di kalangan wajib pajak diantaranya:

Banyak perusahaan mungkin masih kurang memahami kompleksitas aturan controlled foreign corporation , terutama jika arena tidak mendukung penyebaran informasi yang memadai. Ini dapat menyebabkan kepatuhan yang rendah dan kesalahan dalam pelaporan

Perusahaan yang sudah terbiasa dengan praktik penghindaran pajak mungkin akan menunjukkan resistensi terhadap aturan baru yang lebih ketat, terutama jika mereka merasa bahwa arena tidak mendukung kepatuhan.

Tantangan implementasi serta penegakan hukum:

Keterbatasan sumber daya: arena perpajakan yang lemah mungkin menghadapi keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi untuk menegakkan aturan controlled foreign corporation dengan efektif. Hal ini dapat mengakibatkan kurang optimalnya penegakan hukum.

Korupsi dan kepentingan: di arena yang rentan terhadap korupsi, upaya penegakan aturan controlled foreign corporation bisa terhambat oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang ingin mempertahankan status quo.

Ketidakselarasan terhadap kebijakan pajak:

Inkoherensi kebijakan: arena yang tidak terkoordinasi dengan baik bisa menghasilkan kebijakan pajak yang tidak konsisten atau bertentangan, menyulitkan perusahaan dalam mematuhi aturan controlled foreign corporation dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Rekomendasi untuk dapat mengoptimalkan arena dalam menghadapi peluang serta tantangan controlled foreign corporation

Penguatan institusi serta kapasitas dari regulator:

Mengadakan program pelatihan rutin bagi petugas pajak dan perusahaan tentang aturan controlled foreign corporation dan pentingnya kepatuhan.

Investasi dalam teknologi informasi untuk memantau dan menganalisis data keuangan perusahaan secara efektif.

Kolaborasi serta partisipasi dari stakeholder:

Dialog terbuka: yaitu mendorong dialog antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk membahas isu-isu terkait controlled foreign corporation dan mencari solusi bersama.

Kemitraan internasional: dengan memperkuat kerjasama internasional dalam hal pertukaran informasi dan pengalaman mengenai implementasi aturan controlled foreign corporation .

Transparansi serta akuntabilitas:

Membangun sistem pelaporan yang transparan dan akuntabel sehingga perusahaan dapat dengan mudah mematuhi aturan controlled foreign corporation .

Meningkatkan pengawasan dan audit untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan controlled foreign corporation.

Arena/ranah (field) perpajakan di indonesia memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana aturan controlled foreign corporation diterima serta diterapkan. Dengan memahami dinamika arena ini, regulator pajak serta perusahaan dapat bekerja sama untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi tantangan yang ada. Melalui penguatan institusi, peningkatan kolaborasi, dan penegakan transparansi, indonesia dapat memanfaatkan aturan controlled foreign corporation untuk mencegah penghindaran pajak dan meningkatkan penerimaan pajak dengan lebih efektif.

Dalam konteks perpajakan, konsep controlled foreign corporation sangat relevan terutama dalam era globalisasi di mana perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara untuk mengoptimalkan keuntungan dengan memanfaatkan perbedaan kebijakan perpajakan antar negara. Controlled foreign corporation merupakan strategi yang digunakan untuk menghindari pajak dengan cara menunda pengakuan penghasilan yang berasal dari luar negeri sehingga tidak dikenakan pajak di negara asalnya.

Dalam teori praksis pierre bourdieu, konsep controlled foreign corporation dapat dianalisis melalui prisma hubungan antara habitus (disposisi yang terbentuk oleh peristiwa masa lalu dan struktur sosial), modal (berbagai jenis modal yang dimiliki individu, seperti ekonomi, sosial, dan budaya), dan ranah (arena-arena sosial di mana praktik-praktik terjadi). Dalam konteks controlled foreign corporation, habitus dapat diinterpretasikan sebagai pola pikir, perilaku, serta disposisi perusahaan untuk memanfaatkan perbedaan kebijakan perpajakan antar negara, sedangkan modal adalah sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menciptakan controlled foreign corporation, dan ranah adalah lingkungan perpajakan di berbagai negara di mana controlled foreign corporation beroperasi.

Relevansi konsep controlled foreign corporation dalam konteks perpajakan indonesia semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah untuk memperkuat basis pajak dan memerangi penghindaran pajak. Melalui aturan controlled foreign corporation, pemerintah indonesia berusaha untuk memastikan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh entitas asing yang dikendalikan oleh wajib pajak indonesia tetap dikenakan pajak di indonesia, meskipun pendapatan tersebut belum direpatriasi ke dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan.

Dengan demikian, konsep controlled foreign corporation dapat dianalisis melalui lensa teori praksis pierre bourdieu, di mana hubungan antara habitus, modal, dan ranah menjadi penting dalam memahami praktik-praktik perpajakan perusahaan multinasional dalam mengoptimalkan keuntungan mereka di berbagai negara.

REFERENSI

Rizalhadizan. (2022, November 4). Memahami Teori Pierre Bourdieu: Habitus dan Contoh Fenomena Sosialnya. Diakses pada 13 Juni 2024. https://www.kompasiana.com/rizalhadizan/5ed51323d541df3b1469e26e/memahami-teori-pierre-bourdieu-habitus-dan-contoh-fenomena-sosialnya.

Fadila, C. A. (2018). Analisis Implementasi Controlled Foreign Companies (CFC) Rules di Indonesia (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Krisdinanto, N. (2014). Pierre Bourdieu Sang Juru Damai. Kanal, Vol. 2 No. 2, 195-198.

Siregar, M. (2016). Teori "Gado-Gado" Pierre-Felix Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, Vol. I No.2, 80-81.

Ritzer, G., & Goodman, D. (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun