Pendahuluan
Beberapa tahun yang lalu tepatnya tahun 2016, pemerintah Indonesia telah melakukan suatu kebijakan di bidang perpajakan yang merupakan upaya "terobosan" pemerintah dalam memperoleh dana dalam jangka waktu yang lebih cepat. Kebijakan tersebut adalah kebijakan Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan Tax Amnesty. Tujuan jangka pendeknya adalah meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Tax amnesty diberlakukan di Indonesia, didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Budi, 2019).
Berdasarkan UU No. 11 tahun 2016 menjelaskan bahwa sumber penerimaan terbesar dalam struktur Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sangat berpengaruh pada pembangunan di Indonesia saat ini adalah berasal dari sektor pembiayaan yang diterima dari masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak. Salah satu fenomena yang sedang terjadi di Indonesia saat ini adalah bahwa banyak asset Warga Negara Indonesia yang ditempatkan diluar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik dalam bentuk asset lancar maupun asset tetap yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah asset dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. sehingga perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan asset kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Citra, 2017).
Tax amnesty dilakukan pemerintah Indonesia dilakukan di tengah-tengah ekonomi yang lesu sebagai "senjata" yang ampuh untuk mendapatkan penerimaan negara yang diinginkan demi keberlanjutan program-program pemerintah. Tax amnesty dilakukan untuk menarik "uang"dari warga negara Indonesia yang disinyalir menyimpan uangnya secara rahasia di negara negara bebas pajak seperti di Panama atau di negara-negara lain Harapan pemerintah dengan adanya program Tax Amnesty ini dengan uang tebusan yang sangat murah, dapat menarik minat warga negara Indonesia untuk mengalihkan simpanannya atau berinvestasi ke dalam negeri (Budi, 2019).
Landasan Teoritis
A. Pengertian
   1. Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)
   Berdasarkan "PMK No. 118/PMK.03/2016" Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Sedangkan berdasarkan UU No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pengertian dari Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Tarif uang tebusan yang hartanya dialihkan kedalam wilayah NKRI adalah sebesar:
- 2% (dua persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama.
- 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat.
- 5% (lima persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Sedangkan untuk tarif uang tebusan yang hartanya tidak dialihkan kedalam wilayah NKRI adalah sebesar:
- 4% (empat persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama.
- 6% (enam persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat.
- 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Tarif uang tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun pajak terakhir adalah sebesar :
- 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan; atau
- 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam surat pernyataan.
Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) maka kepadanya mendapatkan keuntungan diantaranya adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Misalnya Wajib Pajak A tidak pernah melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan) baik Masa maupun Tahunan dari tahun 2011 sampai dengan 2015. Apabila Wajib Pajak A tersebut mengikuti Tax Amnesty maka pajak yang seharusnya terutang dan sanksi/denda yang seharusnya dibayar menjadi hilang atau dihapus dengan cara mengungkapkan seluruh hartanya dan membayar uang tebusan. Maksud dari uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Nantinya uang tebusan ini secara resmi masuk ke kas negara dan dapat digunakan untuk membiayai pembangunan (Lukman, 2017).
Contoh perhitungan aplikasi dalam praktik pada UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
Wajib Pajak memiliki harta di dalam negeri yang belum dilaporkan di SPT Tahunan PPh 2015
Tuan Eka mempunyai harta yang berada di dalam negeri dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2015. Dalam SPT Tahunan PPh 2015 Tuan Eka melaporkan harta dan hutang sebagai berikut:
Harta  Rp 18.000.000.000,-
Hutang Rp 10.000.000.000,- Â Â Â Â
Nilai harta dan hutang yang seharusnya dilaporkan oleh Tuan Eka adalah:
Harta  Rp 28.000.000.000,-
Hutang Rp 10.000.000.000,-
Tuan Eka bermaksud memanfaatkan pengampunan pajak. Uang tebusan yang harus dibayar Tuan Eka adalah sebagai berikut:
a. Â Nilai harta bersih yang seharusnya dilaporkan Tuan Eka
   Harta                 Rp28.000.000.000,-
   Hutang               Rp10.000.000.000,-
   Nilai Harta Bersih     Rp18.000.000.000,-
b. Nilai harta bersih yang telah dilaporkan Tuan Eka di SPT Tahunan PPh 2015
   Harta                 Rp18.000.000.000,-
   Hutang               Rp10.000.000.000,-
   Nilai Harta Bersih     Rp  8.000.000.000,-
c. Sehingga Dasar Penghitungan Uang Tebusan adalah:
   Nilai harta bersih yang seharusnya dilaporkan Rp 18.000.000.000,-
   Nilai harta bersih yang sudah dilaporkan Rp 8.000.000.000,-
   Dasar Penghitungan Uang Tebusan Rp 10.000.000.000,-
d. Maka Uang tebusan dihitung sebagai berikut:
Tuan Eko mempunyai harta baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selama ini Tuan Eko hanya melaporkan harta yang berada di dalam negeri saja di SPT Tahunan PPh-nya, itu pun belum seluruh harta dilaporkan dengan benar. Harta dan hutang yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh 2015 adalah:
Harta  Rp25.000.000.000,-
Hutang Rp23.000.000.000,- Â Â Â
Tuan Eko bermaksud memanfaatkan pengampunan pajak dengan mengungkapkan bahwa sebenarnya:
Harta  Rp45.000.000.000,-
Hutang Rp30.000.000.000,-
Sehingga:
a. Harta yang berada di luar negeri  dan berniat untuk direpatriasi sebesar Rp10.000.000.000,-
b. Harta yang berada di luar negeri namun tidak akan direpatriasi sebesar Rp5.000.000.000,-
c. Sedangkan sisanya sebesar Rp5.000.000.000,- merupakan harta di dalam negeri yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
Selisih hutang sebesar Rp7.000.000.000,- keseluruhannya merupakan hutang yang berada di luar negeri yang berkaitan dengan harta yang akan dialihkan ke Indonesia.
Oleh karena itu uang tebusan dihitung dengan cara sebagai berikut:
Tuan Andi merupakan Wajib Pajak dengan peredaran bruto usaha pada tahun 2015 kurang dari Rp4.800.000.000,-. Pada SPT Tahunan PPh 2015, Tuan Andi melaporkan harta dengan kondisi:
Harta  Rp3.000.000.000,-
Hutang Rp2.500.000.000,- Â Â Â
Tuan Andi bermaksud memanfaatkan pengampunan pajak dan melaporkan hartanya dengan kondisi sebenarnya:
Harta  Rp5.000.000.000,-
Hutang Rp2.500.000.000,-
Seluruh harta tersebut berada di Indonesia.
Sehingga jumlah uang tebusan yang harus dibayar Tuan Andi adalah:
Berdasarkan contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa:
- Dalam memperhitungan harta bersih terlebih dahulu harus dipisahkan harta di dalam negeri dan harta di luar negeri
- Setelah dipisahkan, dikurangi dengan harta bersih yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2015
- Ketentuan  besarnya nilai utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang harta diatur sebagai berikut: a. Wajib Pajak badan paling banyak 75% dari nilai harta tambahan; b. Wajib Pajak orang pribadi paling banyak 50% dari nilai harta tambahan.
Sunset policy adalah program penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan. Sunset policy merupakan fasilitas perpajakan yang diatur berdasarkan Pasal 37A UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Wajib Pajak yang dapat menikmati fasilitas kebijakan sunset policy, yaitu:
- Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar.
- Wajib Pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi sebelum Tahun Pajak 2007 atau SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan sebelum Tahun Pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
Sunset policy bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak agar lebih jujur, konsisten, dan sukarela melaksanakan kewajiban pajaknya. Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak to become the honest tax payer melalui pengampunan pajak diharapkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak di masa yang akan datang. Kebijakan penghapusan sanksi administrasi memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meningkatkan keterbukaan (disclosure) atas kewajiban perpajakannya, sebelum diterapkannya penegakan hukum (law enforment) pajak. Oleh karena setelah sunset policy berakhir, DJP akan melakukan upaya penegakan hukum berdasarkan informasi yang telah dimiliki (Riyadi, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, Lukman. 2017. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Nasional Dari Sektor Fiskal. Jakarta
Ispriyarso, Budi. 2019. Keberhasilan Kebijakan Pengampunan Pajak  (Tax Amnesty) di Indonesia. Universitas Diponegoro.Semarang
Kartika, Citra. dkk. 2017. Analisis Efektivitas Penerapan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) Terhadap Penerimaan Pajak Dari Wajib Pajak Badan Usaha Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Universitas Sam Ratulangi. Manado
Putra, Aditya Halim. dkk. 2018. Mengungkap Keberhasilan Tax Amnesty: Studi Kasus pada KPP Pajak Pratama Makassar Utara. Universitas Muslim Indonesia. Makassar
Nugroho, Riyadi Fitra. 2010. Keterkaitan Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Di Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H