"Bisa tidak kamu berhenti bermain basket, Sarah?"
"Ya, kamu benar, Tesa." Sarah melempar hampir sepuluh kali tiga poin dengan cekatan berlarian ke sepanjang garis yang membahu lapangan basket. "Di sini dingin. Setidaknya aku akan menemukan sekotak donat hangat dan cokelat panas."
"Ke kamarku..."
Sarah tersenyum. "Kamu bukan seorang lesbian, kan? Tesa mengangguk. Seketika itu Sarah tertawa terbahk-bahak. "Siapa yang tidak akan mengira kamu seorang perempuan? Rambut pendek, tubuh tegap seperti satpam, makananmu pun ukurannya jumbo. Aneh banget deh..."
***
Kematian tidaklah sakit. Aku mencintaimu, Sarah... Namun, entahlah... Doni adalah pujaan hatiku selama ini. Ia mampu mengingatkanku, kalau ternyata aku masih bisa bahagia dengan pria yang mencoba mengingatkanku, bahwa dicintai lebih indah dibandingkan mencintai orang yang salah...
Tuhan, ingin aku berubah...
Kematian...
Nusa Dua, Bali
2004
"Anak Anda ditabrak, Pak!" Teriak salah seorang perempuan tua dari balik kaca rumah. Semua orang menjatuhkan apa yang mereka genggam. Kaca minuman anggur bertumpahan dengan pecahan gelasnya. Ibu Doni langsung berwajah masam. Ia hanya mengarahkan pikirannya pada Tesa.