Kuis 12_ Diskursus Kepatuhan Manajemen Model "The PDCA Cycle dan Johari Windows Dikaitkan Dengan Transfer Pricing
Transfer Pricing
Ketentuan dalam penyelenggaraan transfer pricing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen Dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya. Pasal 1 angka 5, transfer pricing adalah penentuan harga dalam transaksi afiliasi. Bagi perusahaan yang menerapkan transaksi dengan dasar adanya hubungan istimewa atau afiliasi maka diwajibkan untuk menyelenggarakan dokumentasi harga transfer (Transfer Pricing Documentation), Dokumentasi harga transfer merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan suatu harga transfer dari transaksi afiliasi, baik berupa barang, jasa, ataupun harta tak berwujud. Dokumentasi Transfer Pricing diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman dalam penentuan harga transfer. Penyelenggaraan dokumentasi transfer pricing dengan melaporkan dalam tiga bentuk dokumentasi yaitu dokumen induk (Masterfile), dokumen lokal (Local File) dan laporan per negara (County by Country Reporting).
Model the PDCAÂ Cycle
Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) adalah strategi pemecahan masalah interaktif untuk meningkatkan proses dan menerapkan perubahan. Siklus PDCA adalah metode perbaikan berkelanjutan. Daripada merepresentasikan proses yang sudah selesai, siklus PDAC merupakan putaran umpan balik yang berkelanjutan untuk perulangan dan perbaikan proses. Dengan menerapkan siklus PDCA, tim mengembangkan hipotesis, menguji ide-ide tersebut, dan memperbaikinya dalam siklus perbaikan berkelanjutan.
Siklus PDCA adalah teknik yang berguna untuk mengatasi, menganalisis, dan memecahkan masalah bisnis. Karena siklus PDCA dibangun berdasarkan proses perbaikan berkelanjutan, maka siklus ini menawarkan tingkat fleksibilitas dan perbaikan berulang. Siklus PDCA merupakan kerangka kerja tentang bagaimana mendekati dan menyelesaikan masalah dalam manajemen perusahaan dan proses perbaikan. Hasilnya, dapat diimplementasikan dalam berbagai jenis organisasi. Oerganisasi atau perusahaan yang telah menggunakan siklus PDCA secara efektif menerapkan elemen perbaikan yang berkelanjutan daripada menggunakan siklus untuk proses end-to-end, siklus PDCA adalah cara untuk memastikan perbaikan berkelanjutan dan menerapkan proses berulang.
Siklus PDCAÂ (Plan-Do-Check-Act) sangat berguna bagi perusahaan yang ingin:
- Merampingkan dan meningkatkan proses kerja yang berulang
- Mengembangkan proses bisnis baru
- Mulailah dengan perbaikan berkelanjutan
- Ulangi perubahan dengan cepat dan lihat hasilnya secara langsung
- Minimalkan kesalahan dan maksimalkan hasil
- Uji beberapa solusi dengan cepat
Kepatuhan Manajemen Model the PDCA Cycle dikaitkan dengan Transfer Pricing
Empat langkah proses PDCA sesuai pada namanya yaitu : Plan (Perencanaan), Do (Pelaksanaan), Check (Pengecekan), dan Act (Tindakan). Khususnya, proses ini adalah sebuah siklus, jadi begitu mencapai akhir, maka dapat memulai dari awal kembali. Penerapan siklus PDCA sangat penting bagi perusahaan yang menerapkan transfer pricing, siklus PDCA dapat diterpakan dalam penyelenggaraan dokumentasi transfer pricing (TP-Documentation).
Dari sisi wajib pajak penyelenggaraan dokumentasi transfer pricing diperlukan untuk mempermudah wajib pajak dalam menerapkan transaksi afiliasi sesuai dengan karakteristik yang relavan secara ekonomi dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman, mempermudah wajib pajak dalam pencarian data pembanding sesuai dengan faktor-faktor kesebandingan, pemilihan metode tranfer pricing yang tepat, dan penyesuaian yang relevan agar dapat mencerminkan perusahaan yang independen dalam kondisi sebanding, serta sebagai media tax planning untuk meminimalkan beban pajak dalam suatu perusahaan yang berada dibeberapa negara dengan pengenaan tarif pajak yang berbeda.
Adapun penerapan dalam persiapan dokumentasi transfer pricing dengan mengadopsi model PDCA yaitu
1. Planning (Rencana)
Langkah pertama dalam menyelenggarakan dokumentasi transfer pricing adalah merencakan penentuan harga transfer denagn metode yang sesuai dalam transaksi afiliasi sesuai dengan karakteristik barang atau jasa atau barang yang tidak berwujud yang relavan secara ekonomi dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman dengan memahami metode-metode transfer pricing yang berlaku.
2. Do (Lakukan)
Setelah melakukan rencana harga transfer, maka kemudian menetapkan harga transfer pricing dengan metode yang tepat dalam transaksi afiliasi, dengan selalu mendokumentasikan secara berkesinambungan atas transaksi tersebut guna penyelenggarakan dokumentasi transfer pricing. Dan pastikan setiap transaksi afiliasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Check (Periksa)
Tinjau tes yang Anda jalankan selama fase Do pada siklus PDCA untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Kemungkinan besar, Anda akan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperbaiki selama fase "Do". Pada fase ini dalam proses penyelenggaraan dokumentasi tranfer pricing perlu melakukan perbandingan-perbandingan atas transfer pricing yang telah ditetapkan dengan prinsip kelaziman dan kewajaran, mencari dan observasi data pembanding sesuai dengan faktor-faktor kesebandingan yang tepat.
4. Act (Bertindak)
Setelah pencarian data pembanding dan melakukan observasi maka di fase selanjutnya mengimplementasi transfer pricing dengan metode yang telah ditetapkan dengan melaporkan dalam tiga bentuk dokumentasi yaitu dokumen induk (Masterfile), dokumen lokal (Local File) dan laporan per negara (Country by Country Reporting). Jika pada tindakan ini dipandang kurang tepat kebijakan yang diambil oleh manajemen, maka manajemen dapat mengulang kembali ke fase planning dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan dalam fase PDCA semula atau pertama.
Perlu diingat bahwa PDCA adalah sebuah siklus. Sehingga jika nanti didapati  pemeriksaan dari sisi otoritas pajak dan harga transfer pricing yang diterapkan dipandang belum memenuhi persyaratan prinsip kelaziman dan kewajaran maka wajib pajak dapat mengulangi kembali siklus PDCA dengan tetap selalu mendokumentasikan setiap perubahan kebijakan-kebijakan transfer pricing yang telah di tetapkan dari manajemen dan dokumentasi transfer pricing tersebut dapat dijadikan dokumen pendukun apabila terdapat pemeriksaan dari otoritas pajak.
Dalam siklus PDCA adalah alat yang ampuh untuk terus melakukan perbaikan dalam meningkatkan manajemen perusahaan. Adapun kelebihan dari siklus PDCA adalah
- Bermanfaat bagi perusahaan yang ingin memulai perbaikan secara berkelanjutan
- Metodologi fleksibel untuk hampir semua perusahaan
- Penerapan perubahan yang cepat dan dapat terlihat langsung hasilnya
- Penerapan siklus PDCA dapat sebagai dasar pembuatan Standard Operational Procedure (SOP) untuk meningkatkan standardisasi seluruh manajeman perusahaan
- Sistem perbaikan berkelanjutan yang terbukti
Siklus PDCA adalah cara yang efektif untuk menerapkan perbaikan berkelanjutan dan pemecahan masalah. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari siklus PDCA, maka perusahaan perlu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal yang ahli dalam penyelenggaraan dokumentasi transfer pricing agar perusahaan dapat mencapai hasil yang sukses dalam penyelenggaraan dokumentasi transfer pricing dengan tepat waktu.
Konsep Teori Johari Windows
Teori Johari Windows adalah sebuah teknik yang dirancang untuk membantu orang lebih memahami hubungan mereka dengan diri mereka sendiri dan orang lain. Ini diciptakan oleh psikolog Joseph Luft (1916--2014) dan Harrington Ingham (1916--1995) pada tahun 1955, dan digunakan terutama dalam kelompok swadaya dan lingkungan perusahaan sebagai latihan heuristik.
Dalam latihan ini, seseorang memilih sejumlah kata sifat dari sebuah daftar, memilih kata-kata yang menurut mereka menggambarkan kepribadiannya. Rekan-rekan subjek kemudian mendapatkan daftar yang sama, dan masing-masing memilih jumlah kata sifat yang sama yang menggambarkan subjek tersebut. Kata sifat ini kemudian dimasukkan ke dalam kotak dua-dua yang terdiri dari empat sisi.
Sisi pertama adalah bagian dari diri kita yang dapat dilihat oleh kita dan orang lain. Sisi kedua berisi aspek-aspek yang dilihat orang lain tetapi tidak kita sadari. Sisi ketiga adalah bagian bawah sadar kita yang tidak dilihat oleh kita sendiri maupun orang lain. Dan sisi keempat adalah ruang pribadi yang kita kenal tetapi tersembunyi dari orang lain.
Empat sisi Johari Windows adalah sebagai berikut:
- Open Self (Sisi Jendela Pertama), yaitu area terbuka adalah bagian dari kesadaran diri kita -- sikap, perilaku, motivasi, nilai-nilai, dan cara hidup kita -- yang kita sadari dan diketahui orang lain. dimana memposisikan keadaan saat seseorang saling terbuka baik dirinya sendiri maupun orang lain. Dan pihak lain dapat ikut merasakan kondisi yang dialami oleh pihak pertama.
- Blind Self (Sisi Jendela kedua), yaitu area buta adalah kondisi saat orang lain bisa memahami perasaan, pikiran, sifat, dan motivasi seseorang, tetapi orang tersebut tidak dapat memahami dirinya sendiri. Area buta ini dapat terjadi dalam interaksi manusia yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau permasalahan lainnya.
- Hidden Self (Sisi Jendela Ketiga), yaitu area tersembunyi merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan atau merahasiakan sebagian hal yang dianggap tidak perlu untuk dipublikasikan kepada orang lain. Hal-hal yang dimaksud bisa berupa perilaku, sifat, pemikiran dan motivasi. Atas permasalahan, dapat dipahami bahwa kita memerlukan bantuan orang lain, namun enggan meminta bantuan dari pihak yang bisa memberikan solusi.
- Unknown Self (Sisi Jendela Keempat), yaitu area tidak diketahui dimana kondisi seseorang yang tidak dapat memahami dirinya sendiri bahkan orang lain pun tidak mengenalinya. Area ini adalah wilayah yang tidak dapat menciptakan interaksi dan komunikasi yang efektif karena keduanya sama-sama merasa tidak ada pemahaman yang sama.
Kepatuhan Manajemen Model Johari Windows dikaitkan dengan Transfer Pricing
Berdasarkan dari masing-masing penjelasan atas empat sisi jendela johari diatas, maka wajib pajak dapat diartikan dari masing-masing sisi jendela dan orang lain disini adalah otoritas pajak dalam hal ini adalah DJP. Dari keempat sisi model Jendela Johari, maka dapat memposisikan wajib pajak dalam kaitannya dalam penentukan transfer pricing yaitu diantaranya:
Pada sisi jendela pertama (Open Self), keadaan yang mencerminkan sikap wajib pajak yang cooperative dan memahami peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga dalam menentukan transfer pricing dengan sadar dan benar mengikuti sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku, tanpa adanya hal yang disembunyikan.
Pada sisi jendela kedua (Blind Self), keadaan yang mencerminkan sikap ketidaktahuan oleh wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga dalam melakukan penentuan transfer pricing terdapat kesalahan, dan hal ini dapat sebagai pemicu adanya pemeriksaan dari sisi otoritas pajak. Dalam area ini ketidaktahuan wajib pajak dapat diakibatkan karena kurangnya SDM yang professional, tidak mendapat pembaharuan regulasi perpajakan atau bahkan kurang pemahaman dan arahan pada saat mengikuti sosialisasi yang telah disampaikan dari DJP.
Pada sisi jendela ketiga (Hidden Self), keadaan yang mencerminkan sikap wajib pajak yang mengetahui regulasi perpajakan tetapi tidak menerapkannya, yang pada dasarnya wajib pajak dapat menghubungi DJP jika terdapat informasi kurang jelas, namun pada area ini wajib pajak lebih memilih diam dan mengikuti sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Dalam hal ini bisa jadi wajib pajak dapat melakukan kesalahan dalam penentuan metode transfer pricing atau bisa jadi dengan sadar bahwa wajib pajak memang telah melakukan kesalahan atas penentuan metode transfer pricing tersebut. Sehingga wajib pajak tetap menentukan metode transfer pricing yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku padahal wajib pajak tahu bahwa itu tidak benar. Dan dalam kondisi seperti ini dapat beresiko pada potensi pemeriksaan pajak.
Pada sisi jendela keempat (Unknown Self), keadaan yang mencerminkan dimana wajib pajak tidak dapat mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya benar atau salah karena ketidakhuannya, sehinngga dalam area ini wajib pajak dapat berpotensi tidak melakukan kewajiban perpajakannya terkait transfer pricing dan hal ini juga tidak dapat terdeteksi oleh DJP, karena tidak adanya interaksi atau komunikasi diantara wajib pajak dan DJP.
Jika secara administrasi perpajakan dalam penyusunan dokumentasi transfer pricing lebih tertata dengan rapi dan berkesinambungan disertai dengan data pembanding yang akurat, jadi jika nanti sewaktu-waktu terdapat pemeriksaan dari otoritas pajak maka wajib pajak dapat dengan siap  menghadapinya. Karena dokumentasi transfer pricing nantinya akan digunakan sebagai dasar pemeriksaan oleh pihak DJP.
Oleh karena itu, dengan memanfaatkan teori Johari Windows akan tercapai tujuan yang sama yaitu kepatuhan manajemen dan pajak. Teori Johari Windows disebut juga teori kesadaran diri tentang perilaku maupun pikiran yang terdapat di dalam diri seseorang maupun orang lain yang berkaitan dengan naluri atau perasaan. Untuk itu komunikasi yang terjalin efektif diantara otoritas pajak, dalam hal ini adalah DJP dan wajib pajak sangat dibutuhkan. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik maka dapat memudahkan wajib pajak apabila memerlukan bantuin informasi perpajakan terkait transfer pricing terhadap DJP. Sehinggan antara DJP dan wajib pajak dapat terjalin kerjasama yang baik yang sesuai dengan norma yang berlaku yang berdampak terhadap kepatuhan wajib pajak.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H