Langit kelabu, bumi merana,
Haus menyiksa, jiwa pun merana.
Doa terucap, lirih merintih,
Menanti anugerah, dari Sang Pencipta.
Langit mendung, kelabu membentang,
Matahari tersembunyi, tak menyapa.
Debu beterbangan, kering kerontang,
Tanah retak, haus meronta.
Harapan tercurah, dalam tulusnya doa,
Menanti tetesan, air surgawi.
Menyirami bumi, yang haus dan gersang,
Tanaman layu hidup kembali.
Guruh menggelegar, angin berdesir,
Awan gelap, mendekat dengan cepat.
Hati berdebar, penuh harap dan cemas,
Menanti hujan, dengan penuh harap.
Tetes demi tetes, jatuh ke bumi,
Menyentuh tanah, yang kering dan haus.
Sejuk dan menyegarkan, jiwa terhibur,
Harapan tercurah, kesedihan terhapus.
Hujan turun, membasahi bumi,
Menghidupkan kembali, alam semesta.
Masyarakat bersukacita, penuh gembira,
Doa terkabul, bahagia di hati.Â
Sejuta bulir, membasahi wajah,
Menghanyutkan duka, membawa sukma.
Anak-anak riang, bermain air hujan,
Bunga-bunga merekah, kumbang berdatangan.
Sungai kembali mengalir, deras dan meriah,Â
Sawah menghijau, subur dan gemah.
Peternak tersenyum, melihat rumput hijau,Â
Ternak gemuk sehat, aku pun terharu.
Hujan reda, meninggalkan pelangi indah,Â
Simbol janji, kehidupan baru.Â
Masyarakat bersatu, membangun kembali,Â
Dengan semangat baru, penuh syukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H