Mohon tunggu...
Siti Juariyah
Siti Juariyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis online

Saya suka menulis, membaca buku, menonton film, serta menikmati senja dengan di temani secangkir teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

[Kisah Inspiratif] Zainab binti Rasulullah & Abul Ash Ibnu Rabi': Kisah Cinta Berbeda Agama

16 Maret 2023   11:40 Diperbarui: 16 Maret 2023   12:10 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini tentang dua sejoli yang di pisahkan oleh keyakinan agama. Kisah ini menjadi spesial karena tokoh wanita di dalamnya adalah putri Baginda Rasulullah SAW. Dalam kisah ini menggambarkan bagaimana kekuatan cinta Zainab, putri Rasulullah kepada suaminya. Dengan berlatar agama yang berbeda.

Rasulullah SAW memiliki seorang putri bernama Zainab. Zainab merupakan putri sulung dari pernikahan Baginda Rasulullah dengan Siti Khadijah RA. Di dalam islam, Zainab merupakan seorang tokoh wanita yang menjadi simbol kesabaran, kemandirian, dan seorang wanita yang penuh kasih sayang. Zainab merupakan putri Rasulullah yang paling tua. Ia terbiasa membantu pekerjaan rumah tangga ibunya dan ia bertugas mengasuh adik-adiknya. Dari sinilah Zainab tumbuh menjadi seorang wanita yang mandiri.

Mungkin di kisah percintaan tokoh-tokoh islam kita banyak mendengar kisah cinta antara Fatimah Az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib atau kisah cinta Siti Aisyah dengan Baginda Rasulullah SAW. Namun kisah cinta Zainab pun tak kalah menarik untuk di ceritakan.

Zainab menikah dengan seorang lelaki Quraisy bernama Abul Ash Ibnu Rabi'. Di hari pernikahannya, sang ibu yakni Siti Khadijah RA memberinya sebuah kalung sebagai bentuk kasih sayang. Kalung itu pun di simpan baik-baik oleh Zainab.  Pernikahan itu terjadi ketika Rasulullah belum menerima wahyu. Pada saat itu rumah tangga Zainab dengan suaminya berjalan sangat harmonis. Semakin hari Zainab semakin mencintai suaminya, begitupun sebaliknya.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah mendapat wahyu, Zainab tanpa ragu memeluk agama islam. Hal itu ia lakukan sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah SWT serta ayahnya. Tapi tidak bagi suaminya, Abul Ash Ibnu Rabi'. Ketika Zainab memeluk islam, sebagian orang-orang Quraisy menghasut Abul Ash untuk tidak memeluk agama islam dan tetap pada agama leluhurnya. Bahkan, orang-orang Quraisy ini menghasut agar Abul Ash menceraikan Zainab dan meninggalkannya tetapi Abul Ash menolak untuk melakukannya. Ia sangat mencintai Zainab tetapi ia tidak mau masuk islam dan menerima dakwah mertuanya.

Hal ini menjadi salah satu tantangan dakwah bagi Rasulullah. Di saat orang yang termasuk keluarganya ini tidak mau ikut beriman kepadanya karena Abul Ash selalu di hasut oleh orang-orang Quraisy. Namun meskipun Zainab tak mau meninggalkan islam dan Abul Ash tetap pada agama leluhurnya, mereka tetap tinggal bersama di Makkah. Karena pada saat itu belum turun larangan tak boleh menikah berbeda agama.

Seiring berjalannya waktu. Ketika itu Rasulullah hijrah dari kota Makkah ke Madinah. Nabi dan para rombongan sahabatnya pergi dari kota Makkah, namun ketika itu Zainab tidak ikut dan tetap tinggal di kota Makkah. Singkat cerita, terjadilah perang yang sangat terkenal yaitu perang Al-Badr'/ perang Badar. Perang Badar adalah peperangan antara dua kubu yakni pasukan muslim di bawah kepemimpinan Rasulullah dan pasukan kafir kaum Quraisy. Ketika itu Abul Ash berada di barisan kaum kafir Quraisy. Peperangan ini tentu membuat batin Abul Ash kacau karena ia harus memerangi mertuanya sendiri.

Akhirnya perang Badar pun di menangkan oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Berita kemenangan ini tentu saja membuat Zainab senang karena ayah dan para sahabatnya bisa menaklukkan kaum musyrikin. Namun, tersebar kabar bahwa kekalahan kaum Quraisy ini, suami Zainab yakni Abul Ash di tawan oleh tentara kaum Muslimin. Abul Ash di penjara di sebuah daerah bernama Yastrib. Mengetahui hal ini, Zainab ingin menebus suaminya dengan sejumlah harta supaya kaum Muslimin mau membebaskannya. Padahal keluarga besar Abul Ash adalah orang yang kaya raya yang mana ketika mendengar hal tersebut, mereka ingin langsung menebusnya. Tetapi Zainab bersikeras agar dirinya saja yang menebus suaminya dengan hartanya.

Keesokan harinya, di utuslah Amr Ibnu Rabi', seorang laki-laki yang merupakan saudara Abul Ash untuk datang ke Yastrib, kota di mana Abul Ash di tawan oleh kaum muslimin. Di sana, Amr bertemu dengan Rasulullah. Amr memberikan sebuah kalung kepada Rasulullah yang mana kalung tersebut adalah kalung milik putrinya, Zainab yang pernah di berikan oleh istrinya, Khadijah.

Amr Ibnu Rabi' pun berkata. "Wahai Muhammad, Zainab mengutusku untuk memberikan kalung ini sebagai tebusan supaya suaminya bisa di bebaskan."

Rasulullah pun akhirnya membawa kalung tersebut kepada para sahabat dan bersabda. "Maukah kalian membebaskan Abul Ash Ibnu Rabi' untuk putriku Zainab tanpa kalian ambil kalung ini sebagai tebusannya?"

Para sahabat pun menyetujuinya tapi dengan sebuah syarat. Setelah Abul Ash di bebaskan, maka Abul Ash harus mengembalikan Zainab kepada ayahnya. Dengan berat hati, Abul Ash pun menyetujuinya. Karena ia berpikir, mungkin inilah waktu untuknya berpisah dengan Zainab dan mungkin ini adalah yang terbaik untuk keduanya.

Setelah di bebaskan, Abul Ash pun akhirnya pulang ke rumahnya yang berada di Makkah dengan membawa kalung milik Zainab. Saat sampai di rumah, ia pun menceritakan semua kesepakatannya itu kepada Zainab. Abul Ash berkata kepada Zainab. "Wahai istriku, Zainab. Aku telah di bebaskan dengan sebuah kesepakatan. Maka pulanglah engkau kepada orang tuamu."

Meskipun sulit, Abul Ash harus tetap merelakan istri yang sangat di cintainya itu pergi. Begitupun dengan Zainab, dalam hati kecilnya ia merasa sangat berat berpisah dengan suaminya. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, kala itu Zainab tengah mengandung buah hatinya dengan Abul Ash.

Keesokan harinya, Abul Ash pun mengutus saudaranya yang bernama Kinanah Ibnu Rabi' untuk mengantarkan Zainab ke perbatasan kota karena di sana sudah ada sahabat Nabi yang bernama Zaid bin Haritsah dan temannya yang tengah menunggu untuk menjemput Zainab. Abul Ash berpesan. "Wahai saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukan Zainab dalam jiwaku. Dan engkau juga tahu bahwa aku tidak akan pernah sanggup membiarkannya berjalan sendirian. Maka antarkanlah dia menuju perbatasan kota karena di sana telah menunggu dua utusan dari Muhammad. Wahai saudaraku, perlakukanlah dia dengan lemah lembut selama perjalanan ini dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita yang terpelihara. Dan lindungilah dia dengan anak panahmu hingga anak panah yang terakhir."

Mereka pun akhirnya berangkat dengan menunggangi unta. Namun, di tengah perjalanan mereka di hadang oleh beberapa orang dan salah satu orang tersebut menusuk perut unta yang tengah di tunggangi oleh Zainab dengan pedang hingga membuat Zainab terjatuh dan mengalami pendarahan. Karena hal ini, Zainab pun keguguran. Kinanah pun melawan para penghadang itu dan berhasil menyelamatkan Zainab. Setelah itu ia segera membawa Zainab pergi dan saat sampai di perbatasan kota ia langsung menyerahkan Zainab kepada Zaid bin Haritsah. Zainab pun akhirnya pulang dan menemui ayahanda tercintanya, Nabi Muhammad SAW.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari terus berputar hingga berganti tahun. Selama itu Abul Ash menjalani hidupnya dengan lebih banyak diam dan murung. Ia begitu merindukan Zainab yang sudah lama tak ia jumpai itu. Ia merasa sangat kesepian sejak hari di mana Zainab pulang kepada orang tuanya. Begitu pun dengan Zainab, ia merasa seperti tak ada lagi kesempatan untuk bisa bersama lagi dengan pria yang sangat di cintainya itu. Zainab hanya bisa berdo'a kepada Allah SWT agar di berikan jalan untuk menghadapi masalah ini.

Enam tahun pun akhirnya berlalu setelah mereka memutuskan untuk berpisah. Dan pada suatu hari, ketika Abul Ash bersama Kafilah dagangnya sedang melakukan perjalanan pulang dari negeri Syam setelah berdagang, mereka di hadang oleh pasukan kaum muslimin yang berhasil mengambil seluruh harta yang di bawa oleh Abul Ash. Karena kejadian itu, Abul Ash pun akhirnya pulang tanpa membawa apapun. Abul Ash merasa sangat kebingungan karena harta yang di rampas itu bukan hanya hartanya saja. Di sana juga ada harta dagangan orang-orang Makkah yang di titipkan kepadanya.

Abul Ash sangat takut karena orang-orang itu pasti akan marah besar kepadanya dan menganggapnya tidak amanah. Ketakukan itu membuat Abul Ash tidak berani pulang ke kota Makkah. Ia terus berpikir keras dan ia memutuskan memberanikan diri untuk mengambil kembali harta itu karena itu bukan miliknya. Tiba-tiba Abul Ash teringat dengan Zainab. Mungkin saja Zainab bisa membantunya untuk mengambil kembali harta itu.

Pada suatu malam, secara sembunyi-sembunyi, Abul Ash pergi ke wilayah kaum muslimin. Malam itu ia melakukan penyamaran agar tak ada seorang pun yang mengetahui kalau dirinya adalah salah satu kelompok kaum musyrikin. Ia pun akhirnya berhasil menemui Zainab dan ia pun menceritakan maksud kedatangannya. Abul Ash meminta bantuan kepada Zainab dan berharap hartanya bisa kembali. Karena masih begitu besar perasaan cintanya kepada Abul Ash, Zainab pun bersedia membantunya.

Zainab segera membantu Abul Ash mencari hartanya yang di rampas tempo hari itu. Namun, penyamaran Abul Ash ternyata di ketahui oleh salah satu kaum muslimin. Ia pun segera memberi tahu yang lain dan mereka bersiap untuk menangkap Abul Ash. Dan seketika itu juga Zainab berusaha untuk melindunginya dan berkata kepada kaum muslimin. "Wahai Tuan, Abul Ash saat ini dalam jaminan dan lindunganku."

Tak berselang lama, Rasulullah pun datang dan bersabda kepada mereka. "Wahai kaum muslimin, apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendahnya seorang Muslim, mereka tetap dapat memberi perlindungan."

Mendengar perkataan Rasulullah, mereka pun mengurungkan niatnya untuk menangkap Abul Ash. Lalu Rasulullah menemui Zainab dan Abul Ash. Zainab pun berkata kepada ayahnya itu. "Wahai ayahku, sesungguhnya jika Abul Ash masih di anggap keluarga dekat, ia masih putra paman. Jika di anggap jauh, ia adalah ayah dari anakku dan karena itu aku melindunginya."

Rasulullah pun berpesan kepada Zainab. "Wahai putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia menyentuhmu karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik."

Meski begitu, Rasulullah melihat raut wajah putrinya itu begitu bahagia dan masih tergambar jelas kesetiaannya kepada laki-laki yang pernah ia tinggalkan karena memeluk agama islam. Abul Ash dan Zainab pun menceritakan kepada Rasulullah tentang maksud tujuannya ke tempat kaum muslimin. Rasulullah pun akhirnya memerintahkan kaum muslimin untuk mengembalikan harta milik Abul Ash yang telah mereka rampas tempo hari. Salah satu dari kaum muslimin itu pun berkata kepada Abul Ash. "Wahai Abul Ash, maukah kau masuk islam dan mengambil harta benda ini? Karena ini semua milik orang-orang musyrik."

Abul Ash pun membalas ucapan kaum muslimin itu. "Sungguh buruk awal islamku jika aku menghianati harta yang di percayakan kepadaku."

Abul Ash menolak tawaran itu dan ia akan tetap kembali ke Mekkah karena ia harus mengembalikan harta milik sebagian orang musyrik yang berada di Makkah dan ia akan tetap berpegang pada amanahnya. Jika ia memutuskan untuk masuk islam, ia tidak mau dengan cara yang seperti itu.

Abul Ash segera pergi membawa hartanya kembali dan langsung menuju ke kota Makkah. Sesampainya di sana, Abul Ash langsung mengembalikan harta itu kepada pemiliknya. Ia pun berseru kepada orang-orang Quraisy. "Wahai orang-orang Quraisy, apakah ada harta kalian yang masih berada padaku?"

Mereka pun menjawab. "Tidak ada, wahai Abul Ash. Kami menerima semua harta kami dengan utuh dan kami telah mendapati kamu seseorang yang jujur dan mulia."

Setelah di pastikan seluruh harta sudah ada di pemiliknya masing-masing, dengan lantang Abul Ash berseru kepada mereka. "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah Rasul-Nya. Demi Allah tak ada yang menghalangi aku masuk islam setelah aku menyelesaikan urusanku dengan kalian."

Di akhir kisah, setelah berpisah selama kurang lebih enam tahun lamanya, Zainab dan Abul Ash akhirnya kembali bersatu sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai dan kembali bersama dengan satu iman yang sama. Sayangnya, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setahun kemudian, Allah SWT takdirkan Zainab berpulang mendahului suaminya. Zainab wafat pada tahun delapan Hijriyah. Abul Ash serta Rasulullah merasa sangat terpukul atas kepergian Zainab hingga Rasulullah turun langsung ke liang lahat untuk menyemayamkan putrinya itu.

Zainab wafat dengan meninggalkan kisah cinta dan kenangan terbaik. Zainab merupakan tokoh wanita yang menjadi simbol kesetiaan seorang istri terhadap suaminya. Abul Ash berusaha untuk mengikhlaskan kepergian istrinya itu. Abul Ash pun berkata. "Wahai putra Al-Amin, semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya."

Rasulullah juga pernah bersabda mengenai Zainab. "Sesungguhnya dia adalah sebaik-baiknya anakku dalam menerima musibah."

* * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun