Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia dengan Pemikiran Weber
Dalam hukum, Weber menekankan bahwa aturan harus berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Di Indonesia, prinsip ini dicoba diterapkan dalam reformasi peradilan untuk memastikan hukum dijalankan oleh hakim dan penegak hukum yang profesional dan tidak mudah dipengaruhi kepentingan tertentu. Namun, untuk mencapai birokrasi yang benar-benar mengikuti aturan, Indonesia perlu memperkuat pengawasan dan memastikan setiap keputusan diambil dengan transparansi.
Prinsip Weber mengajarkan bahwa semakin konsisten birokrasi dalam mengikuti aturan, semakin baik hasilnya bagi masyarakat. Jika Indonesia terus memperkuat reformasi dengan prinsip-prinsip Weber, birokrasi dan sistem hukum di Indonesia bisa menjadi lebih baik dalam melayani masyarakat dan menegakkan keadilan secara merata.
Judul jurnal : Hubungan Hukum Dan Moralitas Menurut H.L.A Hart Â
Penulis : Petrus CKL. Bello
Identitas : Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.3 Juli-September 2013
Pokok-Pokok Pemikiran HLA Hart
- Hukum Sebagai Aturan Primer dan Sekunder: HLA Hart mendefinisikan hukum sebagai sistem aturan yang terdiri dari dua jenis: aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer menetapkan kewajiban dasar, seperti larangan atau kewajiban bagi warga negara. Aturan sekunder mengatur bagaimana aturan primer diterapkan, diubah, atau diputuskan dalam kasus pelanggaran, melalui aturan pengakuan (validitas hukum), aturan perubahan (pembaruan hukum), dan aturan pemutusan (keputusan pengadilan)
- Pemisahan Hukum dan Moralitas:Â Hart menolak pandangan bahwa hukum harus selalu berlandaskan moralitas. Menurutnya, meskipun hukum dan moralitas dapat memiliki keterkaitan, keduanya tidak mutlak saling bergantung. Dengan adanya pemisahan ini, hukum tetap bisa dikritik atau dinilai tanpa harus mengacu pada moralitas, yang memungkinkan hukum berkembang lebih obyektif dan terbuka terhadap kritik
- Validitas Hukum Terlepas dari Moralitas: Hart menegaskan bahwa validitas hukum ditentukan oleh aturan-aturan yang berlaku dalam suatu sistem, bukan oleh moralitas. Hukum yang sah adalah hukum yang sesuai prosedur formal, meskipun mungkin bertentangan dengan moralitas. Ini memungkinkan kritik hukum tanpa harus mengaburkan batasan antara apa yang dianggap benar secara moral dan apa yang sah secara hukum
Relevansi Pemikiran HLA Hart Saat Ini
Di zaman sekarang, masyarakat semakin beragam dalam pandangan moral dan kepercayaan. Dengan pemisahan antara hukum dan moralitas, hukum bisa diterapkan secara lebih adil dan merata tanpa memihak pada nilai moral atau agama tertentu. Misalnya, hukum lalu lintas atau peraturan perpajakan berlaku untuk semua orang tanpa mempertimbangkan latar belakang moral atau agama mereka. Pemikiran Hart ini relevan karena membantu hukum menjadi aturan yang netral, yang bisa diterapkan untuk semua orang di masyarakat yang beragam.
Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia Berdasarkan Pemikiran HLA Hart
Di Indonesia, hukum dibuat untuk berlaku secara umum, meskipun masyarakatnya memiliki beragam pandangan moral dan budaya. Misalnya, undang-undang pidana di Indonesia berlaku untuk semua orang, tanpa melihat latar belakang agama atau moralitas individu. Pendekatan ini sesuai dengan pemikiran Hart, yang menekankan bahwa hukum harus diterapkan berdasarkan aturan formal yang disepakati secara bersama, bukan berdasarkan moralitas tertentu.