Mohon tunggu...
Siswo Budi Utomo
Siswo Budi Utomo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi Manfaat untuk Bekal Akhirat

Never stop dreaming

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Harga Cabe Naik, Adilkah?

18 Januari 2020   14:00 Diperbarui: 23 Desember 2021   06:17 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini, harga cabai melambung tinggi. di Jawa Timur menurut situs siskaerbapo.com, cabe keriting mencapai 54.246, cabe biasa mencapai 60.008 dan cabe rawit mencapai 63.733. Harga yang fantastis! 

Setelah penulis melakukan sedikit interview dengan para petani di salah satu daerah di kabupaten Gresik, tepatnya di kecamatan Driyorejo. Menurut pengakuan mereka, terakhir kali mereka merasakan harga cabe yang membuat mereka tersenyum adalah 5 tahun yang lalu, berarti sekitar tahun 2015, mereka menjual ke tengkulak dengan harga 25.000. 

Menurut pengakuan mereka, dulu pernah mereka merasakan harga cabe sampai 90.000 per kilo, tapi itu sekitar 10 tahun yang lalu. untuk harga yang terpuruk bisa mencapai 5.000 per kilo. 

Penulis ingin mencari tahu sebab musabab harga cabe yang cenderung tidak stabil. Biasanya harga cabe yang mereceh dikarenakan jumlah stok cabe dari seluruh daerah di Jawa timur khususnya, stoknya sangat melimpah. 

Stok yang sangat melimpah tersebut membuat cabe tidak ada harganya. Sebaliknya bila stoknya menurun dan permintaan cabe tetap atau bahkan naik, maka harga cabe pun turut naik. 

Lalu apakah memang murni hanya hukum penawaran dan permintaan yang membuat harga cabe tidak stabil? 

Sejauh yang pernah penulis lakukan percobaan kecil untuk menjualkan cabe milik keluarga penulis, rasanya sulit untuk dinalar. Suatu ketika perna harga cabe 14.000 (hari pertama penulis menjual).

Di hari kedua berubah menjadi 11.000. Di hari ketiga 9.000. Di hari ke empat, naik lagi menjadi 11.000, hari berikutnya sampai menjelang masa-masa yang sudah habis panen cabe, harga cabe biasa menjadi 5.000. Ketidakstabilannya tinggi sekali.

Waktu itu memang curah hujan tidak seekstrim saat ini (seingat penulis) sehingga hasil panen di beberapa daerah tidak mengalami kendala, untuk saat ini penulis berkeyakinan demikian: ketidakstabilan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh stok, berdasarkan pengalaman penulis menjual cabe dengan stok yang melimpah saat itu, harga cabe terjun bebas. Bahkan ketidakpastian harga sampai tingkat harian. 

Itu disebabkan karena waktu musim panen, petani memanen secara harian. Harga pun mengikuti jumlah stok cabe. Semakin banyak petani yang memetik cabe, maka semakin stok nya banyak dan harganya turun.

Siapa yang menetapkan harga cabe tersebut? lalu bagaimana mekanisme penetapan harga cabe tersebut? tanpa analisa panjang jika kita bertanya kepada para petani, mereka akan menjawab 'ya tidak tahu'.

Tetapi mereka yang mengerti tentang siapa saja yang bermain harga ini, akan menjawab bahwa petani cabe itu menjual barang yang cepat membusuk, lalu di daerah daerah pelosok cukup banyak hasil pertanian yang melimpah.

Kondisi itulah yang membuat petani kehabisan akal untuk menjual barang yang melimpah. Kondisi seperti itu, dimanfaatkan oleh tengkulak cabe untuk memainkan harga.

Tentu praktik jual beli yang kalau penulis menghitung sendiri dengan faktor produksi mulai dari masa persiapan sampai tumbuh cabe, pupuk, obat hama dan bibit. Kalau dihitung dengan pendekatan bisnis, petani mengalami kerugian.

Harga yang adil dari kaca mata faktor produksi cabe sampai saat ini, berapa pastinya 'masih misteri'. Petani secara umum (padi, jagung, hasil kebunn) tentu menginginkan harga yang adil. 

Menurut hitung-hitungan penulis yang berbincang dengan petani yang menanam cabe di daerah penulis, dengan faktor produksi, tenaga kerja, lahan, dan biaya.

> Untuk faktor biaya sekira 1,1 juta per 6 bulan/hektar (tanpa beli bibit), 

> Faktor tenaga mulai dari membedeng, menyiram selama 3 bulan, mempersiapkan lahan sampai memindahkan tanaman dilanjutkan memetik, keseluruhan 3 bulan. Jadi total memakan waktu dan tenaga selama 6 bulan.

> Jika harganya baik seperti saat ini bisa mencapai 20 juta/ hektar, asumsi per kilo 50.000, tetapi jika harganya buruk, 4 juta saja, asumsi per kilo 10.000. Hasil itu diperoleh dari kerja selama 6 bulan. 

Pengakuan mereka di awal, harga tinggi itu hanya dinikmati 10 tahun yang lalu, harga menegah itu dinikmati 5 tahun yang lalu, selebihnya adalah harga receh.

Menghitung keadilan harga, sederhanya penulis menggunakan logika keadilan dalam sebuah interaksi kerja sama. Dalam sebuah interaksi kerja sama bila ada pihak yang terlalu dirugikan, maka sistem kerja sama itu tidak adil. Dari kacamata harapan-harapan ideal kerja sama antar elemen tersebut, harapannya demikian:

Pemerintah

Pemerintah tentu menginginkan harga yang tidak merugikan petani dan masyarakat. Ketika masyarakat tidak mampu untuk membeli cabe, khususnya warung, resturan dan hotel, tentu hal itu akan menghambat usaha mereka. Apalagi makanan pedas adalah makanan yang menjadi ciri khas masakan Indonesia.

Bagi Petani

Petani menginginkan, hitungan faktor produksi dan hasilnya, tidak minus atau rugi. Namun kenyatannnya, perbandingan lamanya harga cabe yang naik dan harga yang turun. Bagi petani cabe, menurut hitung-hitungan kebahagiaan, lebih banyak menderita, karena hanya merasakan 4.000.000 setiap 6 bulan, untung bersihnya 2.9 juta. Lebih dominan (bertahun-tahun) merasakan itu.

Ya itu sih hanya dari cabe, tentu mereka cari lain agar tetap bertahan hidup, semoga saja petani kita tetap bisa survive. Harapan mereka, pemerintah memberikan intervensi terhadap harga pasar, atau intervensi dalam bentuk pengolahan produk makanan yang bisa dijual, sehingga harga bisa dihitung secara rasional.

Bagi Warung dan Resturan

Kebalikan dari yang dirasakan petani, perbandingan lamanya merasakan harga bahan baku cabe yang murah, tentu warung dan resturan masih menikmati masa bahan baku cabe yang lebih lama. 

Asumsi tersebut disimpulkan dari logika kebalikan dari yang dirasakan petani, stok yang melimpah sebelum-sebelumnya dan harga eceran cabe di penjual keliling yang cenderung lebih banyak stabil, simplenya demikian.

Satu hal lagi yang perlu kami sampaikan, sebab harga cabe naik tajam jika diteliti lebih dalam, karena alam (cuaca) yang kurang bersahabat untuk di musim hujan kali ini. 

Curah hujan yang ekstrim akan membuat cabe banyak yang mati. Kita juga tidak tahu apakah banyak cabe yang mati dan jumlah panen yang sedikit tapi harga melangit juga membuat petani menjadi senang? Kalau hemat saya bisa jadi demikian. 

Kesimpulan:

Tidak stabilnya harga cabe, kalau dihitung secara rasional masih belum adil bagi petani. Walaupun momen-momen tertentu harganya fantastis. Mungkin kali ini faktor alam (cuaca) yang buruk yang membuat harga naik, tetapi haruskah petani cabe menunggu momen-momen seperti ini, rasanya tidak elok juga karena cuaca buruk juga tidak memberikan keseimbangan bagi manusia yang lain. 

Bila kita melihat postingan netizen harga cabe yang naik, kita akan mendapati komentar "wis gapopo, arang-arang ben petanine seneng biasane cabe ganok regone" (tidak apa-apa, sekali-sekali petani biar senang karena biasanya harganya jatuh).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun