Tetapi mereka yang mengerti tentang siapa saja yang bermain harga ini, akan menjawab bahwa petani cabe itu menjual barang yang cepat membusuk, lalu di daerah daerah pelosok cukup banyak hasil pertanian yang melimpah.
Kondisi itulah yang membuat petani kehabisan akal untuk menjual barang yang melimpah. Kondisi seperti itu, dimanfaatkan oleh tengkulak cabe untuk memainkan harga.
Tentu praktik jual beli yang kalau penulis menghitung sendiri dengan faktor produksi mulai dari masa persiapan sampai tumbuh cabe, pupuk, obat hama dan bibit. Kalau dihitung dengan pendekatan bisnis, petani mengalami kerugian.
Harga yang adil dari kaca mata faktor produksi cabe sampai saat ini, berapa pastinya 'masih misteri'. Petani secara umum (padi, jagung, hasil kebunn) tentu menginginkan harga yang adil.Â
Menurut hitung-hitungan penulis yang berbincang dengan petani yang menanam cabe di daerah penulis, dengan faktor produksi, tenaga kerja, lahan, dan biaya.
> Untuk faktor biaya sekira 1,1 juta per 6 bulan/hektar (tanpa beli bibit),Â
> Faktor tenaga mulai dari membedeng, menyiram selama 3 bulan, mempersiapkan lahan sampai memindahkan tanaman dilanjutkan memetik, keseluruhan 3 bulan. Jadi total memakan waktu dan tenaga selama 6 bulan.
> Jika harganya baik seperti saat ini bisa mencapai 20 juta/ hektar, asumsi per kilo 50.000, tetapi jika harganya buruk, 4 juta saja, asumsi per kilo 10.000. Hasil itu diperoleh dari kerja selama 6 bulan.Â
Pengakuan mereka di awal, harga tinggi itu hanya dinikmati 10 tahun yang lalu, harga menegah itu dinikmati 5 tahun yang lalu, selebihnya adalah harga receh.
Menghitung keadilan harga, sederhanya penulis menggunakan logika keadilan dalam sebuah interaksi kerja sama. Dalam sebuah interaksi kerja sama bila ada pihak yang terlalu dirugikan, maka sistem kerja sama itu tidak adil. Dari kacamata harapan-harapan ideal kerja sama antar elemen tersebut, harapannya demikian:
Pemerintah