Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Meraba-raba Keadilan untuk Korban Obat Paracetamol Sirop

9 November 2024   07:00 Diperbarui: 9 November 2024   16:19 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, berdasarkan hasil investigasi, obat sirop tersebut terkontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol melebihi ambang batas aman dari beberapa perusahaan farmasi. Bahkan menggunakan bahan baku yang dipalsukan oleh industri kimia.

Ilustrasi obat sirup. (Sumber: SHUTTERSTOCK/SUMIRE8 via kompas.com) 
Ilustrasi obat sirup. (Sumber: SHUTTERSTOCK/SUMIRE8 via kompas.com) 

Melihat kasus ini, banyak sekali pihak yang terlibat dan harus turut bertanggungjawab. Para korban melayangkan gugatan kepada pihak-pihak tersebut. Diberitakan pada kompas.com, ada tiga kelompok yang digugat. Kelompok pertama adalah dua perusahaan farmasi, yaitu PT Afi Farma dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Tergugat kedua adalah distributor yang terdiri dari PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Intera, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Mega Setia Agung Kimia, dan CV Samudera Chemical Kelompok terakhir adalah pemerintah. Mulai dari Kemenkes, BPOM, dan Kementerian Keuangan.

Faktanya, hasil persidangan tidak sesuai dengan harapan para korban. Hakim PN Jakarta memutuskan PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical bersalah dan wajib memberikan santunan. Dana tersebut senilai Rp 50 juta bagi korban yang telah meninggal dan Rp 60 juta bagi korban yang masih berjuang. Nilai santunan itu sangat jauh dari yang dituntut korban. Penuntut menuntut 3 miliar untuk korban meninggal dan 2 miliar untuk korban yang masih berjuang.

Dalam podcast Dokter Richard Lee, para korban dan pengacara masih mencari keadilan dan pertanggungjawaban dari pemerintah. Menurut penuturan Ibu Desi, pemerintah tidak memberikan pendampingan meski sudah dua tahun anaknya hidup dengan kondisi seperti ini akibat dari kelalaian pemerintah. Khususnya BPOM dan Kemenkes.

Pemerintah hanya menyalurkan bantuan lewat Kemensos. Data ini bisa dilihat langsung pada laman resmi kemensos.go.id, Kementerian Sosial RI telah menerbitkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 185/HUK/2023 tentang Pemberian Santunan Kepada Korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal. Pemberian bantuan berupa santunan sebesar 50 juta rupiah bagi ahli waris korban gagal ginjal akut progresif atipikal yang telah meninggal. Sedangkan korban gagal ginjal akut progresif atipikal yang telah sembuh atau masih menjalani proses pengobatan dan rehabilitasi medis diberikan santunan sebesar 60 juta rupiah.

Pengacara Tegar Putuhena mengatakan bahwa pemerintah seolah lepas tangan usai santunan itu diberikan kepada korban. Tidak ada pertanggungjawaban yang ditunjukkan oleh BPOM dan Kemenkes. Sedangkan menurut Ibu Desi, santunan tersebut hanya mencukupi perawatan anaknya beberapa bulan saja. Selama ini, ia berjuang sendirian bersama suaminya tanpa keterlibatan pemerintah dalam hal pendampingan.

Sejumlah orangtua korban kasus gagal ginjal akut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (18/7/2023). (Sumber: KOMPAS/HERU SRI KUMORO)
Sejumlah orangtua korban kasus gagal ginjal akut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (18/7/2023). (Sumber: KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Bentuk pertanggungjawaban negara kepada para korban tidak hanya sekadar dari ukuran nominal santunan. Apalagi mengingat bahwa nyawa dan kesehatan anak tidak bisa digantikan oleh apapun. Termasuk nominal rupiah yang tinggi.

Pemerintah harus mendampingi para korban. Khususnya yang sampai saat ini masih menjalankan pengobatan dan berupaya yang terbaik untuk kesembuhan anak-anak mereka. Dengan pendampingan, para orangtua yang menjadi korban merasa tidak seorang diri menghadapi ini semua. Negara perlu hadir di tengah-tengah kesulitan para korban sebagai komitmen dan bentuk tanggungjawab atas kelalaian pemerintah memberikan izin obat tersebut beredar di pasaran.

Semoga, masyarakat mau untuk mengawal kasus ini sampai akhir. Tidak ikut menutup mata dan telinga dengan dalih karena tidak menimpa orang terdekat. Kasus ini perlu dikawal dan disoroti oleh semua masyarakat agar tidak terjadi lagi. Termasuk mengupayakan prosedur untuk penanganan agar tidak ada lagi kejadian instansi pemerintahan yang seolah angkat tangan atas kesalahannya yang berdampak pada hajat hidup orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun