Pernah mengalami turun dari ojek online, tapi lupa melepaskan helm? Hanya sekadar mengucapkan terima kasih kepada sang ojol karena sudah mengantarkan sampai ke tujuan. Lalu berlalu begitu saja meninggalkan sang ojol dan bergegas menuju tempat tujuan.
Tanpa sadar, helm yang diberikan sang ojol untuk keselamatan selama di perjalanan malah dibawa kabur begitu saja. Masih dikenakan di atas kepala. Tidak merasa ada beban berat di kepala, tidak merasa masih menggunakan helm.
Alhasil, sang ojol terus memanggil. Memberi kode bahwa helm belum dikembalikan. Sampai mengejar dengan berlari untuk meminta helmnya kembali.
Ada yang sampai dibantu oleh orang-orang sekitar. Memberikan kode sekaligus mengejar penumpang yang kehilangan konsentrasi itu.
Antara malu dan menahan tawa. Itu yang dirasakan oleh penumpang yang lupa mengembalikan helm. Malu kepada sang ojol sekaligus terjadi di depan umum. Menjadi bahan tawa sekeliling karena menganggap keteledoran itu adalah kejadian konyol. Sampai ada yang merekam dan berakhir viral di media sosial.
Namun di satu sisi, ada rasa tak kuat menahan tawa. Selain lucu, memang kejadian itu lucu sekali. Entah apa yang membut lupa untuk melepaskan helm. Padahal jelas-jelas helm yang dipakai juga terasa berat. Berbeda ketika tidak menggunakan helm.
Sulit konsentrasi atau gagal fokus merupakan tanda-tanda terkena jam koma. Istilah jam koma sering digunakan oleh generasi z yang merasa sering kehilangan konsentrasi. Seperti lupa melepaskan helm dan keteledoran lainnya yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Di media sosial TikTok, banyak generasi Z yang membagikan rekaman tentang gambaran seseorang yang terkena jam kerja. Seperti saat melakukan transasi di kasir, pergi begitu saja setelah membayar belanjaan tetapi belanjaan yang dibeli tidak dibawa pulang. Ada juga yang sedang mengisi air minum ke dalam gelas sampai tumpah berceceran ke lantai karena tidak sadar sudah penuh.
Terdengar sepele, tetapi ternyata memberikan dampak yang menganggu aktivitas sehari-hari. Sulit konsentrasi sampai mungkin saja melupakan sesuatu yang penting. Imbasnya jadi teledor akan sesuatu yang akan menimbulkan masalah baru.
Misalnya saja menyangkut pekerjaan atau hubungan dengan orang lain. Mulai dari pasangan, keluarga, kerabat, rekan kerja, dan orang lain yang bertemu di tempat umum.Â
Mungkin masih banyak yang menganggap bahwa jam koma tidak terlalu penting untuk segera diatasi. Padahal, satu tanda yang mengarah pada jam koma, bisa saja akan menimbulkan tanda-tanda lainnya yang memberikan dampak lebih buruk lagi. Bukankah tidak ada salahnya untuk lebih peka dan perhatian dengan kondisi diri sendiri? Tidak ada salahnya untuk mencari tahu tentang kondisi diri dan bergegas mencari solusinya.
Istilah jam koma terdiri dari dua kata, yaitu penggabungan kata jam dengan kata koma. Jam yang diartikan sebagai waktu, sedangkan koma diartikan sebagai terputuskan kesadaran atau konsentrasi seseorang. Istilah ini muncul di kalangan generasi z yang merasa lelah dengan aktivitas sehari-hari. Mulai dari urusan pekerjaan, sampai urusan rumah yang ternyata menguras tenaga.
Kondisi jam koma membuat seseorang mengalami penurunan konsentrasi seingga membuat sulit untuk terus fokus, berpikir, mengambil keputusan, dan menyelesaikan sesuatu sampai tuntas. Pemicunya adalah kondisi overwhelmed atau kewalahan sehingga melakukan hal-hal yang tidak disadari.
Sebenarnya, kondisi overwhelmed dalam kehidupan sangat wajar terjadi. Apalagi ketika seseorang berada dalam situasi yang dikeliling dengan banyan tuntutan atau beban yang sangat banyak dan berat. Namun dampak buruknya akan terjad ketika dibiarkan terjadi secara berulang. Bukan segera menyelesaikan banyak tuntutan dan melepaskan beban yang ada, justru malah menambah masalah baru yang bisa merusak percencanaan sebelumnya.
Fenomena jam koma banyak dikaitkan dengan generasi Z. Mengingat karakter dan gaya hidup Gen Z yang banyak menimbulkan pemicu terjadinya jam koma. Mulai dari gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang tidur, minum kopi, sibuk dengan gadget, dan aktivitas sehari-hari yang padat.
Meski dikatikan dengan Gen Z, bukan berarti hanya Gen Z saja yang mengalami jam koma. Siapa saja, dari generasi mana saja, bisa saja mengalami jam koma. Mengingat siapa saja bisa berada dalam sebuah tekanan, tuntutan, atau beban yang membuat kelelahan dan berujuang pada meningkatnya stres.Â
Kondisi jam koma dapat diakibat dari beberapa keadaan. Mulai dari aktivitas yang terlalu padat hingga kurangnya aktivitas fisik. Benar kata pepatah segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Aktivitas yang terlalu padat bisa memicu jam koma. Banyak leha-leha dan rebahan juga ternyata bisa memicu jam koma.
Seseorang yang sibuk dengan jadwal kegiatan yang padat dalam sehari memiliki porsi istirahat yang sedikit. Merasa 24 jam dalam sehari itu kurang karena tidak ada waktu untuk beristirat. Diisi dengan kegiatan yang padat. Mulai dari bekerja, berolahraga, datang ke sebuah acara, dan sederet aktivitas lainnya dalam sehari.
Kualitas istirahat akan berkurang. Tidak hanya porsi tidurnya saja. Tubuh dan pikiran yang belum cukup mendapatkan waktu istirahat, harus kembali melakukan start untuk memulai aktivitas di pagi hari. Bahkan sebelum matahari terbit sudah pergi meninggalkan rumah mengejar waktu.
Demi bisa menahan kantuk karena kurang tidur, banyak yang memilih untuk meminum yang berkafein, seperti kopi atau minuman energi. Memang menimbulkan energi baru agar bisa bertahan menjalani hari, tapi hanya bersifat sementara saja. Kondisi ini malah memperparah kondisi jam koma. Belum lagi menimbulkan penyakit lainnya, seperti asam lambung.
Tidak hanya aktivitas yang padat, kurangnya aktivitas fisik juga memicu jam koma. Tubuh memiliki hak untuk bergerak. Bukan malah istirahat total seharian. Hanya scroll media sosial dengan dalih healing dan me time. Padahal, pikiran juga perlu rehat dari dunia maya dan kembali fokus ke dunia nyata.
Pola hidup tidak sehat seperti jarang olahraga juga bisa memicu jam koma. Rutinitas yang menonton tanpa adanya kegiatan olahraga, bisa menimbulkan jam koma.
Tidak ada salahnya untuk segera mencegah terjadinya jam koma. Apalagi jiga dirasa sudah muncul tanda-tanda jam koma. Tentu perlu ada tindakan cepat agar tidak memperparah keadaan diri yang malah mengacaukan seluruh kegiatan yang ada.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi dampak dari fenoma jam koma. Pertama adalah dengan mencintai diri sendiri. Seseorang yang sadar akan pentingnya untuk mencintai diri sendiri pasti akan memberikan perhatian dan peduli terhadap dirinya sendiri. Termasuk pada tubuhnya dengan mengupayakan pola hidup sehat.
Mulai dari mengatur jadwal dalam sehari yang tidak terlalu padat, tetapi juga tidak hanya sekadar santai-santai saja. Menyeimbangkan antara waktu istirahat dengan aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Termasuk mengatur jadwal untuk berselancar di media sosial atau sekadar memainkan gadget.
Menjadwalkan rutin berolahraga untuk mencegah kondisi jam koma. Tubuh yang sehat dan bugar, memberikan dorongan energi positif untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.Â
Tidak hanya rutin berolahraga, pola makan yang seimbang pun perlu diperhatikan. Mulai dari mengonsumsi makanan bergizi, menambah asupan vitamin yang menyehatkan, serta memenuhi batas minimal air putih masuk ke tubuh dalam sehari.
Terakhir yang tidak kalah penting adalah dengan mengelola stres. Stres adalah salah satu penyebab terjadinya jam koma. Untuk itu, sangat perlu untuk bisa mengatur dan mengontrol sres. Bisa dengan menjadi hati dan pikiran dengan menanamkan energi positif. Membuang energi negatif yang masuk atau muncul begitu saja.
Ciptakan suasana yang membantu mengontrol emosi. Seperti melakukan hobi yang disuka, berkumpul bersama sahabat, bercerita kepada pasangan, melakukan yoga atau meditasi, dan mengurangi ekspektasi terhadap apapun. Tidak terlalu banyak berharap kepada apapun dan siapapun. Karena sejatinya, berharap kepada manusia adalah patah hati yang disengaja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI