Tidak mudah mengalami putus cinta. Apalagi dalam keadaan sedang sayang-sayangnya. Duh, pasti rasanya ngenes banget. Sampai tidak ada energi untuk beraktivitas.
Tidak hanya pihak yang diputuskan yang mengalami galau. Ada juga pihak yang memutuskan, tetapi ikut galau juga. Itu semua terjadi karena timbul rasa kehilangan. Mengingat sudah banyak waktu dan momentum yang dilalui bersama. Namun ada satu atau beberapa hal yang akhirnya memutuskan sebuah hubungan.
Seseorang yang diputuskan oleh pasangannya karena misalnya memilih orang lain juga tidak mudah untuk menerima keadaan. Selintas semua orang akan berpikir bahwa itu adalah keputusan terbaik. Daripada harus bersama-sama terus dengan seseorang yang tidak setia. Namun, bukan berarti mudah untuk melupakan semuanya. Rasa benci, kesal, bercampur dengan rasa kehilangan. Mengingat sudah menjalani hubungan bertahun-tahun.
Patah hati setelah kandas dalam percintaan adalah hal yang wajar dan lumrah. Semua orang yang patah hati akan berada dalam posisi itu. Tak bisa dihindari. Tak bisa untuk dipungkiri.
Kesalahannya adalah berlarut-larut dalam kesedihan itu. Padahal, masih banyak kesempatan di luar sana yang bisa diambil untuk menambah energi baru. Masih ada orang-orang di sekeliling yang peduli dan mendukung sampai akhir.
Banyak yang berdalih ingin bangkit dari keterpurakan. Menyembuhkan luka hati yang sudah tertoreh. Namun jemari masih saja gatal untuk mencari tahu informasi tentangnya.
Mulai dari stalking media sosialnya, sampai menanyakan kabar terbaru dari teman-temannya. Ada juga yang sampai memata-matai secara langsung atau pihak ketiga. Menyuruh teman kantornya, bahkan menyuruh ojek online. Ada-ada saja warga plus enam dua hehe. Kadang suka bikin geleng-geleng kepala melihat aksinya yang begitu niat hanya untuk mencari tahu kabar dari sang mantan.
Kebiasaan stalking mantan memang tak bisa lepas dari pengaruh media sosial. Setiap hari, sudah dipastikan hampir semua orang membuka media sosial. Secara tiba-tiba saja, niatan untuk melihat profil media sosial si doi pun terlintas dalam pikiran. Dengan dalih, tidak ada salahnya untuk mencari tahu sang mantan sedang apa.
Apalagi kalau si doi terlihat update di media sosialnya. Jemari tak bisa berhenti untuk membuka kabar sang mantan di media sosial. Berakhir sampai mengecek semua postingan dan pengikutnya di media sosial. Barangkali sedang dekat atau bahkan sudah memiliki yang baru.
Jiwa-jiwa intel semakin bergelora untuk mencari tahu sang mantan lewat media sosial. Sampai-sampai tak mau sang mantan tahu, niat membuat fake account. Biasanya menyamar sebagai akun online shop, bahkan jualan peninggi badan.Â
Memang move on tidak semudah membalikan telapak tangan. Tak semudah nasihat teman untuk segera melupa si dia. Namun, jika terus menerus stalking sang mantang, yang ada semakin sulit untuk bisa melupakannya.
Move on itu harus diciptakan. Bukan berjalan seiring waktu. Memang ada yang memilih untuk membiarkan waktu yang menghapus semuanya. Sampai-sampai segera mencari pengganti agar bisa melupakan mantan. Namun, apakah itu semua memang benar-benar dalam keadaan sudah move on?
Hm, curhat ke sahabat, katanya mau cepat move on. Tapi tidak ada pergerakan yang menunjukkan ke arah sana. Setiap hari sibuk mencari tahu kabar terbaru tentang si dia.
Terus-menerus memantau kehidupan mantan di media sosial akan semakin memperkuat emosi negatif. Tanpa sadar, diri sendiri terus menerus memberi makan rasa sakit hati yang semakin dalam.
Apalagi ketika sang mantan sudah memiliki kehidupan baru yang terlihat berbahagia. Misalnya punya pekerjaan bagus, rumah baru yang megah, naik jabatan, jalan-jalan ke luar negeri, atau memiliki pasangan baru. Timbur rasa cemburu, sedih, kesal, dan ujungnya kembali sakit hati. Tidak akan ada habisnya.
Timbul celah untuk membandingkan diri sendiri dengan keberhasilan sang mantan. Merasa diri sendiri masih dalam posisi yang sama saja seperti dulu. Tidak ada perubahan yang signifikan. Berbanding terbalik dengan sang mantan yang terlihat baik-baik saja. Seperti tidak terjadi apa-apa dengan masa lalunya.
Kebiasaan stalking media sosial sang mantan, pertanda masih terjebak dengan masa lalu. Sulit untuk menerima keadaan. Sulit untuk berdama dengan keadaan dan diri sendiri.Â
Tak jarang timbuk penyesalan atas berakhirnya kisah cinta yang kandas begitu saja. Padahal saat itu masih bisa diperbiki dan diperjuangkan kembali.Â
Keadaan terjebak di masa lalu membuat seseorang sulit untuk maju dan berkembang. Termasuk sulit untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Sibuk dengan urusannya di masa lalu karena beranggapan ada yang belum usai. Padahal di luar sana banyak sekali hal-hal menyenangkan yang siap untuk dijemput. Sumber kebahagiaan tak melulu ada di masa lalu.  Selagi bisa menciptakan kebahagian baru, kenapa tidak dicoba dulu?
Banyak yang berujung kehilangan diri sendiri sampai merasa tidak baik-baik saja. Sulit untuk mengontrol diri sendiri, termasuk dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Tidak fokus bekerja, menutup diri dari sekitar, sampai memberikan sikap-sikap yang tak biasa.Â
Perilaku itu timbal karena emosi negatif yang dipicu dari stalking mantan di media sosial. Membuat kecemasan semakin meningkat, tidak percaya diri, merasa hidup tidak adil, penuh penyesalan, dan berujung pada gejala depresi.
Sebelum itu semua terjadi, lebih baik mulai dari sekarang untuk berhenti stalking mantan di media sosial. Berhenti untuk mencari tahu apapun tentangnya. Tutup rapat-rapat semua akses yang bisa mengingatkanmu tentangnya. Semua ini tidak berlebihan karena pada dasarnya demi kebaikan diri sendiri.
Memang semua ini tidak akan mudah. Namun dalam keadaan seperti ini, hanya diri sendiri yang paling bisa diandalkan. Hanya diri sendiri yang bisa membantu. Dan hanya diri sendiri yang bisa membuat bangkit kembali dari keterpurukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H