Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Indonesia Membutuhkan Hakim Pemberani Seperti Eman Sulaeman

16 Juli 2024   07:11 Diperbarui: 16 Juli 2024   07:11 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakim Eman Sulaeman. (Sumber: Tangkapan layar video.kompas.com)

Nama Eman Sulaeman menjadi perbincangan warganet minggu ini. Mendapatkan sorotan dengan simpati dan sanjungan baik dari warganet di media sosial. Banyak warganet yang memberikan pujian atas keberanian, kejujuran, dan keadilannya sebagai seseorang yang berprofesi sebagai hakim.

Ingat dengan kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam? 

Ya, kasus yang kembali ramai diperbincangkan usai diangkat dalam layar lebar. Bukannya mendapatkan titik terang karena berdasarkan tim penyidik masih ada pelaku yang belum tertangkap. Tersisa 3 pelaku yang masih menjadi buronan selama bertahun-tahun. Namun nyatanya malah semakin runyam dengan berbagai kejanggalan yang semakin terkuat.

Salah satu DPO yang dirilis oleh kepolisian adalah Pegi atau Perong. Saking bombastisnya sebuah film, membuat kasus ini kembali terangkat. Warganet banyak berspekulasi. 

Entah dengan data akurat ataupun asal saja. Orang-orang yang mengaku sebagai saksi juga turut bermunculan. Tentunya menjadi santapan bagi media. Berbagai media akhir-akhir ini selalu menjadikan headline tentang kelanjutan kasus pembunuhan dua sejoli, Vina dan Eky.

Tak lama merilis DPO pada media sosial, pihak yang berwajib menangkap Pegi Setiawan di Bandung. Pegi dikenal sebagai tukang kuli bangunan yang merantau dari Cirebon ke Bandung mengikuti jejak ayahnya. 

Mulanya warganet senang dengan kabar penangkapan Pegi. Namun ternyata kejanggalan mulai bermunculan. Malah semakin banyak. Salah satunya adalah dihilangkannya 2 DPO lainnya dengan alasan yang tidak jelas. Polisi seolah puas mendapatkan DPO atas nama Pegi dan meyakinkan bahwa buronan bertahun-tahun sudah ditangkap. 

Nyatanya kejanggalan itu semakin ramai usai Pegi dengan berani menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak bersalah. Pada saat pertama kali ditampilkan ke hadapan media dan publik, Pegi dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat. Bahkan ia menuturkan berani untuk mati jika memang terbukti berbohong.

Pengakuan Pegi membuat warganet beradu argumen. Ada yang meyakini bahwa Pegi yang ditangkap tetaplah sebagai tersangka. Adapula yang menilai tidak mungkin seorang kuli bangunan selama bertahun-tahun sulit ditangkap.

Alasan-alasan itu semakin diperkuat dengan berbagai keterangan dari saksi. Baik itu dari pihak keluarga ataupun teman-teman Pegi. Mereka menyatakan bahwa pada saat kejadian pembunuhan Vina dan Eky, Pegy sedang berada di Bandung karena sedang ada proyek membangun sebuah rumah. Pegy juga sama sekali tidak mengenal korban ataupun para pelaku yang sudah mendapatkan hukuman di penjara. Ia hanya mengenali salah satu pelaku bernama Sudirman yang merupakan teman sewaktu SD.

Pengakuan Pegi semakin meyakinkan usai muncul pernyataan dari Saka Tatal yang merupakan salah satu pelaku dari kasus tersebut, tetapi sudah selesai masa tahanannya karena masih berusia di bawah umur kala itu. Saka Tatal tidak mengenali Pegi. Hanya saja kakaknya satu angkatan dengan Pegi, tetapi ia sama sekali tidak mengenal Pegi. 

Selain itu, Saka Tatal merasa ada perbedaan antara foto yang ditunjukkan kepada dirinya dengan wajah asli Pegi Setiawan yang ditangkap. Saka yakin foto  yang ditunjukkan aparat yang menanyakan tentang sosok Pegi sebenarnya bukanlah Pegi Setiawan yang ditangkap. 

Bermula dari sanalah, banyak orang yang membela Pegi. Sampai akhirnya terbentuk tim kuasa hukum Pegi yang mau memperjuangkan dan membuktikan bahwa Pegi tidaklah bersalah.

Eman Sulaeman. (Sumber: Tangkapan layar website PN Bandung via kompas.com) 
Eman Sulaeman. (Sumber: Tangkapan layar website PN Bandung via kompas.com) 

Hakim Eman Sulaeman menjadi hakim tunggal pada persidangan praperadilan Pegi Setiawan. Eman dinilai objektif saat memberikan putusan bebas kepada Pegi Setiawan, pada hari Senin, 8 Juli 2024. Eman Sulaeman mengabulkan seluruh permohonan praperadilan Pegi Setiawan. Ia menimbang bahwa pemeriksaan diharuskan ada kehadiran tersangka di samping minimum dua alat bukti untuk memberikan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang.

Dikutip dalam laman remis Pengadilan Negeri Bandung, Jabar, Eman berpangkat pembina tingkat I dengan golongan IV/b. Lahir di Karawang, pada 10 April 1975.  Eman mulai menjabat sebagai hakim PN Bandung pada Juli 2021.

Dalam laman resmi Universitas Pasundan, terdapat artikel khusus mengenai Eman Sulaeman usai memberika keputusan pada persidangan praperadilan Pegi Setiawan. Disebutkan bahwa Eman merupakan lulusan S1 Ilmu Hukum Universitas Pasundan pada tahun 1999. Ia juga dikenal berprestasi saat masih sekolah, juara satu sampai tiga selalu didapatkannya. 

Sebelum menjadi hakim di PN Bandung, Eman pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah. Kemudian ia pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama di Indramayu dan Ketua Pengadilan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Pada 2019 hingga 2021, Eman menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Wonosari, Gunung Kidul.

Pengalaman Eman yang ternyata sudah banyak dan terbilang cemerlang dibidangnya, membuat warganet penasaran dengan gaya hidup hakim satu ini. Warganet sampai mengulik kehidupan Eman sampai mencaritahu tentang kekayaan yang dimiliki oleh Eman. Sampai menghitung besaran penghasilan yang ia dapatnya sebagai seorang hakim.  

Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang tercatat di Komisi Pemberantasan Korupsi, harta Eman pada 2023 tercatat Rp 294 juta. Harta itu terdiri dari tanah dan bangunan, kas, dan sebuah sepeda motor seharga Rp 6,5 juta. Melihat catatan tersebut, tergolong lebih sedikit dibandingkan dengan koleganya di PN Bandung.

Saat ini, Eman mendapatkan citra baik dari warganet. Mulai dari hakim yang jujur dan sederhana.

Apalagi saat potongan pernyataannya saat perisangan praperadilan Pegi Setiawan dibagikan di media sosial. Dalam video singkat tersebut, sebelum memberikan keputusan, Eman meminta pendapat dari pemohon dan termohon mengenai dirinya yang memimpin keberlangsungan sidang.

Setelah itu, Eman secara tegas membarikan komitmen bahwa dirinya memberikan keputusan yang obyektif tanpa adanya kepentingan apapun. 

"Sudah dari awal saya katakan saya tidak punya kepentingan dalam perkara ini. Saya akan memutus dengan obyektif. Tidak ada tekanan dari mana pun. Saya abaikan kalaupun ada."

Eman juga menambahkan bahwa keputusan yang dia ambil adalah keputusan yang terbaik untuk Indonesia. Bahkan ia juga berjanji tidak akan menjadi hakim yang masuk angin dalam memutuskan sidang ini. 

"Terbaik ini bukan terbaik untuk pemohon, bukan juga terbaik untuk termohon, melainkan terbaik untuk Indonesia."

Komitmennya itu semakin meyakinkan warganet bahwa berlangsungnya sidang secara adil dan obyektif. Melihat betapa besarnya perhatian publik pada kasus ini, Eman tetap teguh pada profesi yang dijalani. Menjadi tanggung jawab besar sebagai seorang hakim yang mencerminkan keadaan dan kondisi hukum di negeri ini.

Eman yang mengabulkan permohonan pemohon yang artinya berkeyakinan bahwa penetapan tersangka Pegi dinilai cacat hukum. Sebuah keberanian ditunjukkan oleh seorang hakim dalam mengadili sebuah perkara dengan menelusuri secara terbuka persialan yang ada. 

Eman Sulaeman. (Sumber: Tangkapan layar video.kompas.com)
Eman Sulaeman. (Sumber: Tangkapan layar video.kompas.com)

Apresiasi yang luar biasa untuk Hakim Eman Sulaeman. Semoga menjadi contoh dan harapan baru bagi warganet yang sudah terlanjut tidak percaya pada hukum yang berlaku di negara ini. Samapi muncul semboyan bahwa hukum di negeri ini selalu tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah. Sebuah sindiran keras bahwa kenyataannya warga biasa tidak mendapatkan hak yang sama di mata hukum.

Namun dengan penuh keberaniaan, hakim Emam Sulaeman menghapus stigma tersebut. Ia berani dan penuh kejujuran menyatakanbahwa penetapan Pegi sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky adalah cacat hukum atau tidak sesuai prosedur. Sehingga penetapan Pegi sebagai tersangka tidak sah di mata hukum atau dengan arti lain dibatalkan.

Dengan adanya peristiwa ini, semoga mendorong para penyidik untuk meningkat kualitas penyidikan agar lebih cermat dan teliti. Hal ini menjadi PR besar pagi kepolisian untuk kembali mendapatkan kepercayaan publik dengan menangasi kasus Vina Eky sampai tuntas. Tidak hanya sekadar tuntas, tetapi juga jelas dengan fakta yang sebenar-benarnya.

Bukannya semakin mendapatkan titik terang, justru kasus ini malah semakin runyam. Mungkin saja memang sudat cacat prosedur sejak awal kasus ini diusut. Atau bahkan saat menangkap para terduga pelaku yang sekarang sudah menjadi terangka dan sedang menjalani hukumannya.

Melihat semakin runyamnya penyelidikan kasus pembunuhan Vina dan Eky, sepertinya memang diperlukan tim khusus yang dibentuk secara independen untuk mengusut ulang kasus ini. Termasuk kembali melakukan pengecekan pada fakta-fakta yang sudah tertuang pada hasil persidangan sebelumnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun