Pola didik seperti ini membuat anak berpikir bahwa dengan menangis, keinginannya akan dipenuhi. Salah satunya saat ia ingin memainkan ponsel orangtuanya.
Zaman dulu, entah pada umur berapa seorang anak bisa mendapatkan ponsel dari orangtuanya. Itupun mungkin harus mendapatkan juara kelas terlebih dahulu. Namun kini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi.Â
Banyak anak berseragam putih merah sudah membawa ponsel miliknya sendiri dengan harga ponsel yang fantastis. Biasanya anak perempuan suka mengalungkan ponselnya dengan tali warna-warni yang memberikan kesan lucu.
Di jam istirahat, anak-anak sibuk mabar (main bareng) game online. Mulai dari PUBG, Mobile Legend, sampai Free Fire. Tidak lagi bermain lari-larian, lompat tali, bola bekel, petak umpet, ataupun permainan tradisional lainnya yang menguji kekompakan secara nyata dan tidak menggunakan alat canggih.Â
Kemajuan teknologi, membuat anak bisa bermain di mana saja tanpa harus berkumpul dalam satu tempat yang sama. Anak A dapat bermain di rumahnya dengan anak B yang bermain di rumahnya pula. Jarak keduanya jauh. Bisa sampai beda desa, kecamatan, kota, provinsi, bahkan berbeda negara. Lain halnya dengan zaman dulu yang harus bermain dalam satu tempat yang sama. Tidak bisa berjauhan.
Jika anak sudah terlihat kecanduan pada ponselnya. Tidak bisa lepas pandangan dan genggaman dari ponselnya, sebaiknya orangtua harus lebih waspada dan tegas menangangi kondisi ini. Tanda-tanda anak sudah pada fase kecanduan game online, seperti tidak lagi memiliki kontrol atas waktu bermain game.Â
Saat ditegur, anak cenderung abai dan tidak peduli dengan perintah orangtuanya. Ia tetap memainkan ponselnya tanpa memikirkan dampak negatif yang sudah orangtuanya ceritakan. Selain itu, anak yang sudah kecanduan game online akan kehilangan minat pada aktivitas apapun. Ia akan cenderung mengutamakan bermain game dibandingkan dengan aktivitas lainnya.
Kondisi kecanduan game online disebut dengan gaming disorder. Gaming disorder tidak hanya akan menyerang anak-anak saja. Orang dewasa juga bisa saja terjadi gaming disorder jika memang sudah kecanduan bermain game online.Â
Sejak awal tahun 2018, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memasukkan gaming disorder sebagai gangguan mental. Hal tersebut menjadi pengingat bahwa perilaku bermain game secara berlebihan memang tidak baik bagi kesehatan. Sudah seharusnya mendapatkan penanganan medis yang serius.
Dikutip dalam halodoc, gaming disorder didefinisikan sebagai kebiasaan atau pola bermain game yang berkepanjangan. Tak jarang, kebiasaan ini membuat seseorang lebih memprioritaskan bermain game daripada harus menjalani aktivitasnya sehari-hari, termasuk makan, minum, mandi, tidur, bersosialisasi, sekolah, hingga bekerja.