Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menghapus Stereotipe "Dosen Pembimbing Killer"

29 Maret 2024   10:00 Diperbarui: 30 Maret 2024   03:16 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa dan dosen pembimbingnya. (Dok.Pribadi/Siska Fajarrany)

Semua tergantung pada sudut pandang memandangnya. Termasuk perihal memberikan label dosen pembimbing itu selalu killer. 

Jika mahasiswa mau sejenak untuk merenungkan hal ini, maka ia tidak akan mudah terpengaruh dan menelan matang-matang rumor yang beredar.

Salah satu artikel yang penulis temukan di media online terkait dosen killer memberikan gambaran bahwa setiap mahasiswa memiliki standar atau pengertian dosen berlabel killer.

Dikutip dalam detik.com, salah satu mahasiswa tingkat akhir di UPN Veteran Jogja, Dymas Albert (22), memiliki pandangan jika dosen killer adalah dosen yang saklek dan perfeksionis dalam berbagai aspek. Cenderung sulit menerima hal baru yang bersifat pengembangan metode baru dari suatu keilmuan. Ia juga menambahkan bahwa dosen killer cenderung tidak mau memberikan transparansi nilai ketika ia menanyakan mengapa mendapatkan nilai C. 

Dymas juga memberikan pengalaman tidak mengenakan ketika mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan secara verbal pada saat seminar hasil penelitiannya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh detik.com, penulis menggarisbawahi bahwa faktor-faktor yang menyebabkan mahasiswa memberikan label killer pada dosen adalah karena dosen tersebut cenderung tidak mau menerima pendapat mahasiswa. Merasa selalu benar yang seolah-olah tidak boleh ada yang lebih pintar darinya. Apalagi sampai dilawan pendapatnya oleh mahasiswa. Yang terparah adalah sampai dosen tersebut memberikan umpatan yang membuat mahasiswa sakit hati.

Sejenak kembali ke akhir tahun 2023, bahwa Universitas Gadjah Mada (UGM) melarang dosen-dosennya berwatak killer demi menjaga kesehatan mental mahasiswanya. Menanggapi ini, ternyata UGM terlihat tidak main-main atau sekadar gertakan semata. UGM tengah membahas prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) untuk mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan nyaman. 

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof Wening Udasmoro dikutip dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023) ingin menghilangkan bentuk-bentuk kekerasan. Baik secara verbal, fisik, maupun psikologis. Kampus seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika. Alasan itulah yang membuat tidak diperkenankan adanya unsur kekerasan dalam lingkungan kampus.

Mahasiswa dan dosen pembimbingnya (Intan dan Siska Fajar Kusuma, M.M.). (Dok.Pribadi/Siska Fajarrany)
Mahasiswa dan dosen pembimbingnya (Intan dan Siska Fajar Kusuma, M.M.). (Dok.Pribadi/Siska Fajarrany)

Penulis yang sehari-harinya berprofesi sebagai dosen sepakat dengan langkah yang diambil oleh UGM. Kampus harus menjamin mutu pelayanan prima kepada mahasiswa. Termasuk para tenaga pendidik yang secara langsung berinteraksi dengan mahasiswa.

Adanya SOP yang sedang dirancang ini sebagai dasar untuk memberikan pelayanan prima kepada mahasiswa. Definisi dosen killer diuraikan secara terperinci. Dengan begitu, dosen bisa mengetahui batasan-batasan ketegasan dalam mendidik mahasiswa. Begitupula mahasiswa menjadi tahu label dosen killer yang pantas tersemat itu kriterianya apa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun