Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Air Mata di Ujung Sajadah", Dua Ibu Berhati Tulus

18 Januari 2024   06:30 Diperbarui: 18 Januari 2024   06:34 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Air Mata di Ujung Sajadah (Sumber: imdb.com via kompas.com)

Awal September 2023, tepatnya pada tanggal 07 September 2023, saya menonton film Air Mata di Ujung Sajadah bersama keluarga di bioskop. Mulanya tidak ada ketertarikan untuk menonton film. Jika bukan karena bersama keluarga, saya akan memilih film lain yang sedang tayang di bioskop hari itu.

Sebenarnya memang permintaan Ibunda tercinta yang ingin ditemani menonton film Air Mata di Ujung Sajadah. Saya dan lainnya hanya mengikuti saja. Menghabiskan akhir pekan dengan menonton film favorit memang menjadi agenda kami. Meski tidak rutin setiap minggu, minimalnya dalam satu bulan, agenda ini wajib kami laksanakan.

Menonton film Air Mata di Ujung Sajadah karena terpaksa menemani orang tua, ternyata malah di luar ekspektasi saya. Bukan hanya Ibu saya yang tertarik menonton film ini. Bioskop dipenuhi oleh Ibu-Ibu lainnya sambil menggandeng anak, suami, ataupun teman-temannya. Mungkin memang target pasar film ini adalah orang tua, bukan saya yang masuk ke generasi Z ini hehe.

Sepanjang menonton film ini, terdengar isak tangis Ibu-Ibu yang ikut terhanyut pada alur cerita. Saya akui, memang film ini berhasil menyentuh hati para penontonnya. Terutama kaum hawa yang sudah pernah mengandung dan melahirkan.

Dua minggu setelah menonton film Air Mata di Ujung Sajadah, saya kembali ke bioskop untuk menonton film terbaru. Ternyata film Air Mata di Ujung Sajadah masih tayang bahkan masih mendapatkan jam tayang yang cukup banyak. Penonton antre untuk membeli tiket film ini. Waw, ternyata film ini memang menarik banyak perhatian penonton.

Tercatat, sebanyak 3,1 juta penonton dalam 63 hari penayangan di seluruh bioskop Indonesia untuk film Air Mata di Ujung Sajadah. Jumlah penonton yang fantastis dan sulit untuk mendapatkan penonton sampai menembus angka 3 juta lebih.

Awal tahun 2024, film Air Mata di Ujung Sajadah tayang di Netflix. Saya kira tidak akan booming seperti penayangan selama di bioskop. Ternyata prediksi saya tidak tepat. Di hari penayangan pada aplikasi Netflix, film Air Mata di  Ujung Sajadah menjadi film yang paling sering di tonton pada hari itu.

Sambutan pengguna Netflix sangat baik terhadap film Air Mata di Ujung Sajadah. Sampai artikel ini ditulis, film Air Mata di Ujung Sajadah masih berada di deretan teratas sebagai film yang mendapatkan banyak penonton di Netflix.

Film Air Mata di Ujung Sajadah menggaet aktor senior seperti Fedi Nuril, Titi Kamal, dan Citra Kirana. Sudah jarang melihat akting mereka yang biasanya hampir setiap tahun selalu muncul dalam cover film terbaru. Penonton seolah nostalgia dengan ketiga aktor senior ini.

Fedi Nuril yang lekat dengan film bertema agama dan poligami seolah menentang bahwa dirinya bisa lepas dari embel-embel itu. Padahal sebenarnya, banyak judul film yang pernah ia perankan dan bukan bertema poligami. Tetap saja, Fedi Nuril tetap dianggap sebagai spesialis peran poligami.

Dalam film Air Mata di Ujung Sajadah, Fedi Nuril tidak lagi memerankan karakter yang melakukan poligami. Ia begitu setia pada istrinya yang diperankan oleh Citra Kirana. Keduanya tampil serasi. Fedi Nuril yang kerap memerankan aktor agamis, dipasangkan dengan Citra Kirana yang sudah mantap untuk berhijab.

Film ini berawal dari kisah seorang mahasiswa bernama Aqilla yang diperankan oleh Titi Kamal. Aqilla berasal dari keluarga berada yang hidup di rumah mewah bersama Ibu dan para pembantunya. Aqilla jatuh hati temannya, tetapi hubungan mereka ditentang oleh Ibu Halimah (Ibunda Aqilla yang diperankan oleh Tutie Kirana).

Cintanya yang teramat besar dan hasrat ingin segera bersama, membuat Aqilla kabur dari rumah dan memutuskan untuk menikah siri dengan pacarnya meski masih berusia muda. Aqilla seperti anak umur 20an yang merasa sudah dewasa, bisa mengatasi permasalahannya sendiri, dan ingin mengambil keputusan sendiri.

Meski tinggal di rumah susun yang penuh kesederhanaan dan keterbatasan, Aqilla tetap menjalani kehidupan barunya dengan suka cita bersama lelaki yang ia cintai. Aqilla sampai rela mengambil cuti kuliah untuk mengurangi biaya dan beban suaminya.

Naasnya, kebersamaan sepasang pengantin muda ini tidak berlangsung lama. Takdir berkata lain yang merenggut nyawa suaminya akibat kecelakaan motor yang tak jauh dari kediaman mereka. Aqilla sangat terpuruk dengan keadaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tetapi ia harus kuat meneruskan hidupnya karena sedang mengandung.

Tak tahu lagi harus meminta bantuan kepada siapa, Aqilla menyerah dan kembali ke rumah Ibunya. Meski marah besar karena keputusan Aqilla yang menentang restunya, Ibu Halimah tetap menerima anaknya kembali apalagi melihat perut Aqilla yang sudah sangat besar.

Ketika melahirkan di rumah sakit, Ibu Halimah secara diam-diam memberikan anak Aqilla kepada pegawainya bernama Arif dan Yumna. Arif diperankan oleh Fedi Nuril, dan Yumna diperankan oleh Citra Kirana. Sepasang suami istri ini belum dikaruniai anak. Ibu Halimah akan selalu memberikan uang untuk kebutuhan sang cucu dengan syarat Arif dan Yumna harus membawa cucunya pergi ke luar kota.

Sementara itu, Aqilla tidak diberitahu terkait dengan anaknya. Dia hanya diberitahu bahwa anaknya tidak selamat. Ibu Halimah sampai membuat makam palsu untuk meyakinkan Aqilla bahwa anaknya tidak selamat. Ibu Halimah hanya ingin Aqilla memulai kehidupan baru tanpa terbayang-bayang kisah masa lalu kelamnya.

Sesuai keinginan Ibu Halimah, Aqilla kembali menata kehidupannya. Ia pergi ke luar negeri untuk kembali melanjutkan studinya di bidang arsitektur.

Tujuh tahun kemudian, pembantu Aqilla di Jakarta mengabari bahwa Ibu Halimah sakit keras. Tanpa berpikir panjang, Aqilla kembali pulang ke Jakarta menemui Ibunya yang sudah kritis.

Tak mau menanggung beban sampai di penghujung napasnya, Ibu Halimah memberitahu terkait anak Aqilla yang diberikan kepada Arif dan Yumna. Aqilla sangat kecewa mendengar pengakuan itu. Selama 7 tahun, ibunya sendiri yang memisahkan dirinya dengan darah dagingnya sendiri.

Melihat Ibunya yang semakin kritis, rasa sakit hatinya tak sebanyak rasa sayang kepada Ibunya. Ibunya meninggal dunia dengan tenang karena sudah menguak rahasia yang sudah ia sembunyikan selama 7 tahun lamanya.

Aqilla mencari tahu keberadaan anaknya. Ia mendatangi kantor Arif di Yogyakarta sampai menemukan alamat rumah Arif dan Yumna. Sampai akhirnya ia bertemu dengan anaknya yang diberi nama Baskara. Baskara diperankan oleh Muhammad Faqih Alaydrus.

Baskara tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Aqilla sangat senang bercampur haru bertemu dengan anaknya. Tetapi sayangnya, Baskara hanya bisa memanggilnya dengan sebutan Tante.

Aqilla berusaha dengan keras merebut hati Baskara. Ia juga harus berupaya meluluhkan hati Arif dan Yumna agar memberikan izin kepadanya untuk bisa membagi waktu dengannya.

Gejolak hati dirasakan oleh Arif dan Yumna. Apalagi Yumna yang selama 7 tahun sudah merawat dan membesarkan Baskara seperti anak kandungnya sendiri. Melihat kebersamaan Aqilla dengan Baskara membuat hatinya hancur perlahan. Dirinya merasa tersaingi akan kehadiran ibu kandung Baskara.

Baskara saat itu tidak mengerti apa yang terjadi. Yang ia tahu, Aqilla adalah sosok tante yang baik hati dan menyenangkan. Ia nyaman bersama Tante Aqilla. Tetap saja tidak ada yang bisa merubah bahwa Yumna adalah Ibu yang sudah ia kenal sejak kecil.

Penampilan dan peran yang dibawakan Titi Kamal dan Citra Kirana berhasil menyayat hati penonton. Keduanya seperti seorang Ibu yang penuh cinta kasih dan tak mau kehilangan anaknya.

Yumna dan Aqilla ada dua sosok Ibu yang berbeda karakter. Yumna penuh rasa sabar dan lemah lembut. Sedangkan Aqilla begitu menyenangkan di mata Baskara.

Di satu sisi, bukan salah Aqilla dirinya harus berpisah dengan Baskara. Itu semua di luar kehendaknya. Karena Ibunya yang melakukan itu semua. Aqilla merasa dirinya adalah korban keadaan dan semua orang harus memakluminya.

Sedangkan Yumna merasa lebih berhak atas Baskara karena sudah merawatnya selama 7 tahun. Aqilla memang Ibu kandungnya, tetapi Yumna yang sudah membesarkan Baskara tanpa kurang apapun. Meski begitu, Yumna yang berhati tulus menyadari bahwa dirinya bukan Ibu kandung dari Baskara.

Sampai akhirnya, Aqilla pun sadar bahwa sampai kapanpun posisi Yumna di hati Baskara tidak akan bisa tergantikan meskipun dirinya adalah Ibu kandungnya.

Gambaran kedua Ibu ini menunjukkan ketulusan yang sangat mendalam. Keduanya begitu menyayangi Baskara. Keduanya pun punya hati yang berjiwa besar untuk mau memahami keadaan anaknya.

Seorang Ibu memang selalu mengalah demi kebahagiaan anaknya. Bahkan sekalipun tidak terlahir dari rahimnya, ia tetap dikatakan sebagai seorang Ibu karena sudah berperan tanpa ada kekurangan sedikitpun sebagai orang tua yang mencintai anaknya.

Secara keseluruhan, alur cerita film ini mudah ditebak dan sering ada di sinetron yang tayang di televisi. Hanya saja memang aktor yang memerankan setiap karakter terbilang berkualitas baik. Bahkan peran Baskara juga patut untuk diapresiasi. Ia berhasil menjadi sosok anak yang bingung dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.

Hanya satu yang cukup mengganjal saat menonton film ini. Peran Titi Kamal sebagai perempuan berusia 20an saat menjadi mahasiswa tidak terlalu cocok. Memang, secara perawakan dan wajahnya terbilang cukup awet muda. Tetapi sangat terlihat dipaksakan.

Terlepas dari kekurangan film ini, pergolakan batin para karakter tersampaikan ke hati para penontonnya. Penonton seolah melihat keduanya sama-sama egois, tetapi juga sama-sama menyayangi Baskara dengan sepenuh hati.

Penonton seolah ikut merasakan jika menjadi salah satu tokoh. Entah mungkin menjadi Yumna, ataupun Aqilla.  Sepertinya, tetap saja akan egois karena merasa paling berhak mendapatkan Baskara.

Ending film ini dibuat tidak sempurna untuk kedua belah pihak.  Memang itu adalah jalan terbaik untuk keduanya. Akan ada saatnya untuk saling mengalah. Ending cerita yang menguras air mata penonton. Melihat seorang Ibu yang harus terpisah dengan anaknya.

Film Air Mata di Ujung Sajadah patut untuk direkomendasikan kepada para pembaca setia Kompasiana. Khususnya bagi penonton yang menyenangi ilmu parenting. Film ini mengajarkan arti ketulusan lewat adegan dan dialog yang begitu tersampaikan dengan natural.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun