Ketika akan menonton film di bioskop, biasanya penonton akan dipertunjukkan tayangan trailer film yang akan datang. Sebagai penghuni setia di bioskop setiap akhir pekan, saya selalu menantikan momentum ini.
Selain mendapatkan rekomendasi film terbaru yang akan datang, biasanya juga sebagai bahan tulisan review di Kompasiana. Lumayan, untuk menambah ide tulisan hehe.
Saat itu, tepatnya saat akan menonton film Ancika pada tanggal 11 Januari 2024, penonton menikmati beberapa trailer film yang akan tayang. Ada dua film yang mencuri perhatian saya.
Yang pertama adalah film tanah air ber-genre horor yang akan tayang sekitar bulan depan. Menonton trailer-nya saja sudah membuat penonton ketakutan. Sejauh ini, film tersebut adalah film horor yang paling seram dari sisi trailer-nya. Saya belum mau menyebutkan judul filmnya. Mungkin nanti kalau memang terealisasi menontonnya di bioskop saat tayang, maka saya akan menuliskan review.
Selain itu, ada satu film luar negeri yang mencuri perhatian. Bukan karena genre-nya yang saya suka, atau pemain utamanya favorit saya, tetapi justru karena saya merasa sudah pernah menontonnya.
Saya bingung, masa iya baru akan tayang di bioskop tetapi saya sudah terlebih dahulu menontonnya?
Potongan adegan saat tokoh utama wanita berlari di hutan membuat saya teringat pada salah satu film yang pernah saya tonton, tetapi sayang lupa judulnya apa. Sampai akhirnya saya tersadar bahwa memang film tersebut sama persis seperti film yang pernah saya tonton.
Keyakinan tersebut berasal dari teman saya yang turut menonton film yang sama. Ternyata ia juga menyadari hal tersebut. Kami pun berusaha mengingat kembali sampai menjadi cerita utuh dalam ingatan.
Film The Desperate Hour tayang di seluruh bioskop Indonesia sejak 12 Januari 2024. Namun ternyata, dilansir dari laman Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, film ini sudah tayang sejak 25 Februari 2022 di bioskop. Bahkan sebelumnya, pada 12 September 2021 sudah tayang di Festival Film Internasional Toronto.
Film Desperate Hour adalah garapan sutradara terkenal Philip Noyce. Noyce memang terkenal sebagai sutradara film thriller hingga action. Ia juga sudah lama terjun dalam dunia film. Karya-karyanya sudah dikenal oleh berbagai generasi. Mulai dari Patriot Gamer (1992), Clear Present Danger (1994), The Bone Collector (1999), dan Salt (2010).
Menariknya, film The Desperate Hour berbeda dengan film-film lainnya garapan Noyce. Meski masuk kategori thriller, film The Desperate Hour sama sekali tidak menampilkan adegan kekerasan. Tidak ada unsur seram ataupun mengundang ketakutan penonton. Justru penonton diajak untuk masuk pada emosi seorang Ibu yang sedang berusaha menyelamatkan anaknya dengan segala cara.
Berkisah tentang seorang Ibu bernama Amy Carr yang diperankan oleh Naomi Watts. Amy adalah seorang ibu dengan dua anak. Anaknya bernama Noah yang diperankan oleh Colton Gobbo. Lalu anak keduanya adalah Emily yang diperankan oleh Sierra Maltby.
Mulanya, keluarga kecil mereka hidup dengan penuh suka cita. Mereka kerap menghabiskan waktu bersama di sela-sela waktu akhir pekan mereka.
Namun semuanya berubah ketika sang suami pergi untuk selamanya karena kecelakaan mobil. Amy dipaksa untuk kuat karena keadaan. Anak-anaknya sangat membutuhkan peran Ibunya yang kuat.
Tidak mudah bagi Amy untuk menjadi orang tua tunggal setelah satu tahun kepergian suaminya. Apalagi Noah masih belum bisa menerima kematian Ayahnya. Amy terus berusaha untuk membagi waktu antara bekerja dengan keluarganya. Ia terus berusaha berkomunikasi dengan baik pada kedua anaknya.
Pagi itu, sama seperti Ibu yang memiliki anak, Amy membangunkan kedua anaknya untuk bersiap berangkat sekolah. Amy melakukan aktivitas selayaknya Ibu yang menyiapkan anaknya sekolah.
Amy mengantar Emily untuk naik ke bus sekolah. Lalu membangunkan Noah supaya segera pergi ke sekolah. Noah tidak penurut seperti Emily sejak kepergian Ayahnya. Amy lebih susah untuk mengatur Noah untuk urusan sekolah. Bahkan, pintu kamar Noah dihalangi perabotan di kamar agar Ibunya tidak masuk.
Noah enggan pergi ke sekolah dengan dalih sakit. Menanggapi itu, Amy tidak marah dan mencoba memahami anaknya yang memang tidak stabil emosinya. Ia hanya mengingatkan bahwa nanti malam waktunya untuk menonton film bersama-sama. Ia pun berpamitan untuk pergi lari pagi.
Amy jogging di sekitar kediamannya di daerah Lakewood. Wilayah tersebut dikenal dengan hutannya yang asri. Meski dikelilingi hutan, tetapi dilengkapi dengan jogging track yang memang memanjakan mata. Pemandangan yang indah menambah energi dan semangat baru untuk melakukan jogging.
Meski sedang jogging, Amy tetap melakukan aktivitas lainnya yang memang harus dia selesaikan. Sebagai single mother, ia harus bisa melakukan apapun dalam waktu yang bersamaan. Amy berkomunikasi dengan beberapa orang lewat ponselnya. Seperti mengabari temannya untuk menunjukkan letak dokumen pajak karena Amy sedang mengambil cuti. Ia juga berkomunikasi dengan Ibunya bahkan Emily yang meminta dibawakan karya seninya yang tertinggal.
Mulanya semua berjalan dengan semestinya, sampai tiba-tiba muncul notifikasi sebagai red alert yang dikeluarkan oleh kepolisian setempat. Pengumuman itu sebagai imbauan agar seluruh warga Lakewood berdiam diri di rumah saja. Imbauan itu selaras dengan beberapa mobil polisi yang berlalu lalang selama ia berlari. Padahal biasanya tidak seperti itu.
Ternyata, imbauan tersebut adalah karena telah terjadi penyerangan di sekolah yang ada di Lakewood. Seluruh siswa tidak diperkenankan untuk pulang dan dijaga ketak oleh kepolisian.
Amya berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Termasuk menyelamatkan Emily yang terjebak di sekolahnya. Ia berusaha menelpon beberapa orang yang dapat membantunya.
Amy yang sudah lari sedari tadi tidak bisa berbuat banyak. Ia sudah jauh sekali dari kediamannya. Butuh waktu yang lama untuk bisa mencapai ke daerah rumahnya. Ia mencoba meminta jemput temannya, tapi tidak kunjung ada balasan. Ada juga yang sedang di luar kota. Tak mau menyerah, Amy mencoba memberhentikan mobil yang melintas. Namun nihil, usahanya tak kunjung membuahkan hasil.
Ia terus berlari dengan mengandalkan jalan alternatif tercepat yang diarahkan oleh ponsel pintarnya. Ternyata, track yang ditunjukkan tidak semudah track jogging yang biasa ia lewati. Amy bahkan harus melewati sungai, jalan yang penuh bebatuan kecil, sampai akhirnya dia terjatuh karena kehilangan keseimbangan dan konsentrasi.
Amy semakin panik ketika mendapatkan kabar bahwa ternyata Noah menjadi salah satu tersangka yang diduga polisi sebagai pelaku utama. Padahal, sepengetahuan Amy, Noah tidak pergi ke sekolah dan memilih melanjutkan tidurnya di kamar.
Untuk penonton yang tidak suka film seram tetapi masih ingin merasakan ketegangan, film The Desperate Hour cocok menjadi pilihan. Meski menceritakan ada penembakan di sebuah sekolah, film ini sama sekali tidak mempertontonkan adegan kekerasan dan kekejaman. Jadi sangat aman dan ramah menjadi film dengan genre thriller.
Film ini terbilang sangat irit untuk produksi filmnya, karena yang paling dominan hanyalah karakter Amy saja. Sepanjang 84 menit, penonton hanya melihat Amy berlari saja. Hanya ada beberapa menit saja selain adegan berlari. Seperti sudah naik mobil, flashback keluarganya, menunggu Noah ke luar dari gedung sekolah, dan pada saat kegiatan pagi hari di rumahnya. Sisanya adalah adegan Amy berlari sambil sibuk memainkan ponselnya.
Hal tersebut bisa menjadi kelebihan sekaligus kekurangan untuk film ini. Bagi penonton yang sulit untuk mengingat nama tokoh dalam sebuah film, maka film ini akan menyenangkan karena mudah diingat. Saya sendiri adalah penonton dengan tipe seperti ini. Jujur saja, saya sulit mengingatkan nama orang meski sudah melihat wajahnya. Kadang kalau menonton film, ya hanya sekadar menontonnya tanpa perlu mengingatkan nama tokoh-tokohnya secara pasti.
Bukan berarti tidak menikmati filmnya, tetapi memang seperti itu cara saya menikmati alur film. Well, film ini yang minim sekali karakter pemainnya begitu mudah diingat dan tidak menjadi bahan kritikan bagi saya pribadi.
Namun berbeda dengan penonton yang gampang jenuh disuguhi dengan adegan dan tokoh yang itu-itu saja. Adegan Amy berlari akan menjenuhkan penonton tipe ini. Bahkan mungkin ada yang malas untuk melanjutkan cerita film ini dan memilih untuk menghentikan film ini di tengah jalan.
Jika penonton ada yang mengalami hal seperti itu, mungkin memang bukan target pasar dari film The Desperate Hour.
Pada intinya, ketegangan dari film thriller ini bukan terletak pada adegan kekerasan. Justru pada ketegangan seorang Ibu yang mengetahui anaknya sedang tidak baik-baik saja. Sang Ibu begitu yakin bahwa anaknya adalah anak yang baik sehingga tidak mungkin melakukan hal-hal kriminal sampai mencelakai dan mengancam orang banyak.
Dengan segala keterbatasannya, sebagai seorang Ibu, ia tetap memperjuangkan anaknya agar bisa menyelamatkannya. Segala cara ia lakukan meski harus berlari dan mengandalkan ponselnya yang hampir sekarat.
Perjuangan seorang Ibu untuk anaknya memang tidak akan ada yang menggantikan. Dari sejak ada dalam kandungan, bahkan saat anak itu dewasa pun, Ibu tetap akan mengkhawatirkan anaknya. Apalagi jika sang anak dalam keadaan bahaya. Tidak akan ada Ibu yang berdiam diri saja mengetahui anaknya tidak baik-baik saja.
Film ini sangat cocok untuk penonton yang ingin merasakan ketegangan tanpa adanya adegan kekerasan. Cocok pula bagi penonton yang suka genre drama yang menyentuh. Meski begitu perlu diingat bahwa film ini tidak cocok untuk penonton yang mudah bosan menonton adegan dan tokoh yang itu-itu saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI