Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nak, Hidup Ini seperti Bermain Bola!

25 Februari 2023   22:25 Diperbarui: 25 Februari 2023   22:31 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Percakapan sore itu meninggalkan sejuta pertanyaan yang mengiringi perjalanan kehidupanku. Hari demi hari aku semakin dibuat tidak mengerti dengan kehidupan ini. Mulanya, aku berpikir bahwa orang jahat bin kejam hanya akan terjadi dalam sinetron saja. Namun ternyata semuanya nampak terlihat begitu jelas, bahkan tak malu-malu mereka menunjukkannya.

Aku bertemu berbagai bentuk dan macam manusia. Dengan berbagai topeng yang beragam.

Setelah itu aku baru mengerti percakapan 13 tahun yang lalu. Ayah dan Ibu bukan menginginkanku menjadi atlet sepak bola, apalagi atlet sepak bola wanita pertama. Karena tentu saja atlet sepak bola wanita sudah sangat banyak. Ayah dan Ibu menggambarkan kehidupan yang harus ditempuh orang dewasa.

Seperti analogi dari Ayah, bahwa hidup yang aku lalui seperti sedang bermain bola. Bola yang bundar akan membawaku kemana saja. Mengejarnya. Entah arahnya akan kemana. Mungkin jika dewi fortuna sedang memihak, aku akan dapat dengan mudah maju menuju gawang sebagai tujuan hidup. Tapi bisa jadi akan kembali mundur. Saat kaki orang lain menendang bolanya ke belakang.

Dunia memang terlihat adil. Dimana wasit akan memberikan kita kartu bak rapot kehidupan saat kita melakukan pelanggaran. Tapi wasit juga tidak sempurna. Ia bukan Tuhan. Yang bisa saja salah dalam melihat atau intuisinya meleset. Lebih pedasnya lagi ia bisa saja ada dalam pengaruh bahkan tekanan pihak eksternal. Apakah masih bisa dikatakan adil?

Namun hidup akan terus melaju. Tak mengenal aku lelah atau tidak. Tak mengenal aku puas atau tidak. Pertandingan demi pertandingan tentang kehidupan harus dilewati. Aku menatap gawang dengan penuh keyakinan. "Jangan terus menunduk pada tanah. Langit berhak melihat wajahmu! Sesekali tenggakkanlah kepalamu. Tatap sombong langitmu. Sebagai tambahan keyakinan bahwa kamu akan memenangkan pertandingan!" gumanku menguatkan diri.

Aku juga baru memahami pernyataan Ibu. Mulanya terdengar begitu konyol bahwa hanya dengan menonton sepak bola saja, orang dewasa dapat rehat sejenak atas segala penatnya. Aku mencobanya. Dan ternyata memang benar, bahkan aku akan menambahkan teori baru.

Tidak hanya sebagai pelepas penat, sepak bola menjadi media pemersatu. Aku sering menyaksikan berbagai golongan saling beradu dalam forum bahkan di belakang panggung. Namun semuanya terpatahkan saat layar kecil menayangkan siaran sepak bola di sebuh warung kopi pinggir jalan. Singkatnya bagi warga sunda 'Udud, kopi jeung Persib' menjadi media pemersatu. Atau secara nasionalnya 'Rokok, kopi dan Timnas' yang menyatukan semua kalangan.

Mini riset sudah kulakukan. Berkali-kali kulimpahkan segala penat yang mengendap hanya dengan menonton bola. Hasilnya begitu memberi energi positif, semua beban dalam hidup akan terasa ringan. Meski hanya bersifat sementara.

Sederhanya seperti ini. Aku bisa berteriak saat lawan berhasil menyetak gol. Aku juga ketakutan saat lawan sudah berada di kotak pinalti, bersiap menendang bola ke gawang. Aku juga marah saat pemain favoritku di-tackle bahkan nyaris cedera hanya karena lawan yang bermain kasar. Aku menggerutu saat wasit seolah-olah buta tak melihat pelanggaran. Aku berbahagia jika tim favoritku menjadi juara. Bahkan sebaliknya, aku bersedih bahkan menangis saat tim favoritku harus menerima kekalahan. Semua bentuk emosi ada saat aku menonton sepak bola. Sebuah emosi yang tidak bisa dikeluarkan orang dewasa. Sebuah bentuk emosi yang jika dikeluarkan oleh orang dewasa terkesan bodoh dan cengeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun