Aku beranjak menemui pelayan kafe,
"Boleh saya meminta sesuatu?" Ia mengangguk dan aku membisikkan permintaan agar ia berkenan membuatkan semangkuk susu. Kutunjukkan padanya, ada tamu kecil di bawah mobil. Sekaligus meminta tolong untuk melayaninya. Pelayan pun tahu maksudku.
Kembali duduk di tempat semula, aku mengamati lagi kucing belang tiga masih meringkuk di sana.
Teringat di masa kecil hingga remaja, aku dan kakak-kakak memelihara kucing-kucing lucu. Mereka menjadi kawan penghibur di segala suasana.
Bertahun-tahun kucing-kucing itu membersamai, hingga akhirnya mereka memilih jalan hidupnya sendiri, pergi dari rumah dan tak kembali. Ada pula yang mati karena menua, ada pula kerabat yang memungut menjadi peliharaan.
Sejak aku memutuskan merantau ke kota ini untuk melanjutkan studi dan kini bekerja, tak pernah lagi sempat untuk memeliharanya lagi. Oh, sepinya tanpa mereka ketika merindu masa-masa dahulu.
Dari balik kaca jendela, kulihat pelayan kafe meletakkan semangkuk susu hangat di sudut tempat. Ia sedikit merunduk, memanggil manis si kucing belang agar mendekat. Aroma susu hangat mengusik indera penciumannya.
Aha!Â
Si Belang pun dengan takut-takut mendekati mangkuk itu. Mengendus sekejap, sejurus kemudian lidahnya menari teratur, lincah menyesap susu dengan caranya.
Pemandangan yang manis untuk hatiku sore ini. Aku dan dia menyesap minuman hangat sesuai selera. Derasnya hujan menjadi latar irama suka-suka. Hingga derasnya berkurang dan melantunkan nada-nada tik-tik di setiap tempat, rasa suka cita berbagi bersama si kucing belang masih terus menyelimuti jiwa.
Sebentar lagi malam tiba. Aku beranjak untuk meninggalkan kafe dan berniat membereskan pembayaran.