Ya, benar sekali, Pembaca.
Judul yang saya tulis di atas emang receh banget. Mung mbahas endog asin, guys!
Itu pun tentang cara asyik menikmati telur asin yang mudah didapat di warung-warung makan atau penjual sayur keliling, atau bahkan di minimarket atau supermarket.
Namun sereceh-recehnya judul, ternyata jadi bahan obrolan gayeng di WAG para Kompasianer yang saya ikuti.Â
Pemicunya, Pak Budi mengunggah foto menu sarapan pagi berupa nasi, telur asin terbelah dan tahu goreng.
"Mau tanya, biasanya mbelah telur asin secara membujur atau melintang? Atau kulit dikupas?" Nah, lemparan pertanyaan beliau jadi awal obrolan pagi
***
Sebagai penggemar telur asin, tentu saya jadi semangat nimbrung dalam obrolan. Bukan mau sok-sok-an jadi pakar kuliner yang paham soal ini, tapi lebih pada meramaikan suasana jam-jam sarapan pagi para anggota di WAG tersebut.
Mbak Muthia Alhasany melontarkan jawaban bahwa dirinya lebih menyukai membelah pakai sendok, melintang. "Secara estetika lebih bagus melintang." Tulis beliau di kolom komentar grup.
"Saya biasanya begitu, melintang. Si Ibu Warung belahnya membujur," sahut Pak Budi.
"Yang melintang seperti apa, yang membujur kayak gimana?" Pak Junjung sempat bertanya dengan menggunakan bahasa Jawa.
Saya tertawa riang membaca obrolan di WAG tersebut, kok ya ndilalah nge-pas di saat ada persediaan telur asin di rumah. Sudah sepekan ini saya mengkonsumsinya dan masih tersisa satu butir.
"Saya kupas separuh di bagian yang atas (posisi seperti 💧). Lalu digigit dulu. Kasih kecap sedikit, baru dikorek pakai sendok sedikit demi sedikit, sampai tinggal sisa cangkang bermangkuk," jawab saya.
"Wah, cara makannya berbeda-beda ya." Pak Budi berseru.
"Iya, Pak. Saya jarang membelahnya, dan tidak merasa repot."
Memang tiap penyajian telur asin yang biasanya bersanding dengan menu rawon atau soto, bisa terbelah, baik membujur atau melintang. Atau bahkan dibiarkan utuh dan tergantung selera penikmatnya.
Dan, saya salah satu dari sekian banyak penikmat tekur asin dengan cara mengelupas kulitnya sebagian saja, tanpa harus dipotong belah. Teknisnya sih, saya keprak perlahan telur asin di atas meja, kupas kulitnya dibagian atas hingga tengah saja. Kadang-kadang saya kepruk perlahan pake punggung sendok, ding. Lalu, setiap kerok telur, bubuhi kecap sedikit. Rasa asin dan manis bergumul dalam lumatan lidah. Asoy geboy!
Memang sih, ada yang khawatir juga kalau porsi kuning telurnya tidak seimbang ketika terbelah. Ada yang kebagian putihnya lebih banyak, begitu juga sebaliknya. Kan yang paling nikmat emang bagian kuning telurnya yang masir, tuh!
***
Saya menyukai telur asin dan jadi penggemar beratnya sejak masa kanak karena pernah tnggal di salah satu wilayah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebuah daerah yang disebut sebagai sentra industri terkemuka telur asin di Indonesia.
Karena pernah tinggal di daerah tersebut dan dalam sebulan sekali selalu tersedia telur asin dalam menu makanan keluarga, saya tentu saja tidak asing dan sangat menyukainya hingga kini.
Sebagaimana yang saya baca di Wikipedia, produksi telur asin di Indonesia, terutama di pulau Jawa, biasanya berasal dari telur bebek pelari (Anas platyrhynchos domesticus). Bebek jenis ini menghasilkan telur dengan ciri khas cangkang berwarna kebiru-biruan.
Panganan ini bersifat praktis dan dapat dipadukan dengan berbagai masakan. Bahkan nikmat pula memakannya tanpa nasi. Kalau sedang kangen berat dengan telur asin, saya bisa menggado dua-tiga butir sekali makan. Ups, kalap!
Di Jawa Tengah, daerah Brebes terkenal sebagai penghasil utama telur asin. Industri telur asin di Brebes cukup meluas hingga tersedia berbagai pilihan kualitas telur asin.
Masing-masing produsen memiliki cap sendiri-sendiri yang biasanya dapat dilihat pada kulit telur. Walaupun selera orang berbeda-beda, telur asin yang dinilai berkualitas tinggi memiliki ciri-ciri bagian kuning telur berwarna jingga terang hingga kemerahan, "kering" (jika digigit tidak mengeluarkan cairan), tidak menimbulkan bau amis, dan rasa asin tidak menyengat.
Alhamdulillaah, setiap kali saya sempat mudik, telur asin menjadi incaran utama untuk oleh-oleh kembali ke Kota Tepian Mahakam. Menurut saya, rasa masir pada kuning telur yang gurih, sedikit berminyak dan tidak amis, membuatnya berbeda dengan telur asin dari daerah lain.
Pak Budi pun mengakui bahwa Telur Asin made in Brebes memang enak.
***
 "Belum pernah melihat dan menikmati Telur Asin Brebes." Pak Ali ikut berkomentar ketika saya bertanya apa bedanya telur asin Brebes dengan kota lain.
"Telur Asin dari kota lain: Bikinnya biasa aja.
Telur Asin Brebes: Bikinnya sambil  brebes mili* sehingga air matanya jatuh ke telur. Nah, karena itulah telur asin Brebes lebih enak." demikian komentar Bunda Siti Nazarotin
Kurang tepat, Bun.
Jawaban tepatnya adalah....
Kota lain telurnya pendek. Nyebutnya telur atau endog. Kalau dari Brebes, telurnya panjang. Nyebutnya: endoooogh (baca: logat ngapak pantura).
Salam sehat dan selalu ingat bahagia!
*) artinya berlinang air mata atau air yang mengalir.
***
Artikel 90 - 2023
#Tulisanke-535
#ArtikelFoodie
#TelurAsin
#TelurAsinBrebes
#CaraAsyikMenikmatiTelurAsin
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H