Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gerimis di Hati Arum

12 Agustus 2023   14:35 Diperbarui: 12 Agustus 2023   16:02 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri. Siska Artati

"Ibu nggak punya rindu untukku dan Simbah," tambahnya dengan suara getir.

"Ojo ngono, Rum. Gak apik omonganmu." Hamidah menyengol lengan sahabatnya yang mulai sesegukan. Juwita mengelus punggung sahabatnya. 

"Tumpahkan kesalmu dengan menangis. Tapi jangan keterusan. Boleh kesal, tapi jangan ngomel tentang Ibumu. Nggak baik, Rum."

Remaja jelita itu mengusap pipinya yang membasah. Diambilnya sebungkus plastik berisi tisu kering dari saku seragam sekolahnya. Ditariknya selembar dan menghapus matanya dengan kertas lembut itu. Sejurus pula mengusap lubang hidung agar ingusnya tak ikutan meler.

"Sebentar lagi jam istirahat habis. Kita siap-siap kembali ke kelas." Juwita beranjak dari tempat duduk. Menggamit tangan sahabatnya. 

"Tahan tangismu, simpan saja buat nanti kalau mau melanjutkan sedihmu."

"Hei, Wit. Kamu kok malah ngomong gitu. Mesakno Arum tho yaaa!" Hamidah berujar sambil beranjak dan menepuk-nepuk rok biru dari debu yang menempel.

Arum, remaja belia yang belum sempurna menumpahkan rasa kecewa tentang ibunya, pasrah kembali menuju ke kelas dengan menyisakan matanya yang sembab.


***


Bilik berukuran sedang dengan perabot seadanya menemani Arum seperti biasa kala merebahkan diri menuju ke alam mimpi. Tilam beralas seprai motif batik, cukup empuk untuk berat tubuhnya yang tak terlalu gemuk. Ia sudah merapikan buku dan alat tulis usai mengerjakan PR, menatanya kembali pada sudut meja.

Namun matanya tak jua terjepejam. Pelukan guling makin erat. Seiring tumpahan tangisnya yang sengaja ia benamkan pada bantal dan guling yang setia membungkus jeritan batinnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun