Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gerimis di Hati Arum

12 Agustus 2023   14:35 Diperbarui: 12 Agustus 2023   16:02 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri. Siska Artati

Tangan kecilnya hanya mampu bertumpu pada daun pintu yang lapuk. Isak tangisnya hanya terdengar beberapa jarak. Matanya yang berlinang sejak beberapa menit lalu, merekam jejak langkah wanita kesayanganya menaiki dokar dan melambaikan kecup jemari padanya. Dari kejauhan, ia hanya sanggup memandang wanita muda itu mengusap  pipi berlesung yang berlumur air mata. Suara ringkik kuda perlahan menghilang dari pandangan, membawa kenangan pahit di hari itu, memori yang menetap setia pada bocah jelita yang belum genap usia enam.


***


Sewindu berlalu. 

Si gadis kecil kini telah beranjak remaja belia. Cantik. Secantik wanita muda yang dulu meninggalkannya.

Ia hidup sederhana, tinggal bersama sang nenek yang menyayanginya dengan setulus hati. Ketulusan yang hadir dari segenap jiwanya yang tak turut menua. Meski tubuh renta, namun kekuatan cinta dan kasih sayang untuk cucunya tiada habis ditelan masa. Nenek berusaha menanamkan rasa bahagia dalam tumbuh kembang keseharian cucu satu-satunya. Tapi manalah ia tahu isi hati remaja belia yang selalu dijaganya dari kesedihan.


"Jadi, hingga kini kau belum pernah jumpa lagi dengan Ibumu?" Juwita bertanya dengan nada sedikit takut, khawatir menyinggung perasaan sahabat yang duduk disebelahnya.
Hanya gelengan halus sebagai jawaban.

"Simbah apa nggak ngasih tau, tho, di mana ibumu, Rum?" Hamidah menimpal tanya.

"Simbah cuma bilang, Ibu kerja jauh dari sini. Sangat jauh." Remaja yang ditanya itu menjawab lirih, menundukkan pandangan pada sepatu butut yang dikenakannya.

"Sejauh apa?" Hamidah turut bertanya dengan nada hati-hati

Baca juga: Dear Agustus

"Simbah bilang, sejauh cita-cita Ibu untuk bisa memberikan kehidupan yang layak untuk Simbah dan aku," lirih pula jawaban gadis itu, dengan tetap menunduk, memainkan jemarinya.

"Setiap kali Simbah memintanya pulang, meski tak harus di saat lebaran, Ibu tak pernah menyempatkan pulang," lanjutnya dengan suara tercekat. Percakapan yang sebenarnya melukai batinnya bila membicarakan soal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun