Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati Penipuan Melalui Panggilan Video

6 Juni 2023   12:04 Diperbarui: 6 Juni 2023   14:32 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://tekno.sindonews.com

Pagi tadi saat sarapan bersama seorang sahabat, saya terkejut dengan cerita yang disampaikan oleh Tia (bukan nama sebenarnya), tentang kejadian yang dialaminya pada bulan Ramadan lalu.

Ia baru menceritakan kejadian hampir terkena penipuan pada saya, ketika kami ngobrol soal perbankan. Kebetulan pagi ini Tia berencana ke salah satu bank tempat ia membuka rekening untuk mengurus keperluan Rukun Tetangga di wilayah perumahannya.

Mengalirlah obrolan kami tentang kejadian penipuan yang hampir menimpanya. Saya yang penasaran, mulai menyimak ceritanya.

***

Pada suatu siang, tetiba telpon rumah berdering. Tia juga terkejut, kok tumben telpon rumah masuk nada dering. Selama ini, teman-temannya terbiasa melakukan panggilan telpon ke nomer gawai atau whatsapp.

Telpon diangkat dan terjadilah percakapan. Si penelpon mengaku sebagai petugas pos dari kota Mataram, menginformasikan bahwa ada paket yang tidak sampai pada tujuan dan menyasar ke kota tersebut. Petugas mengatakan akan mengirim balik paket tersebut ke Kota Makassar dengan nama pengirim dan alamat yang tertera, dan yang tersebut adalah nama Tia.

Baca juga: Asa Membumbung Temu

Merasa tidak pernah melakukan pengiriman paket yang katanya berisi kartu ATM palsu, Tia membantah. Petugas kantor pos gadungan itu kemudian menjelaskan tentang sindikat pemalsuan kartu ATM yang mencatut nama sahabat saya tersebut sebagai pengirim. Petugas mengatakan bahwa Tia bisa dikenakan pasal pidana karena dicurigai sebagai anggota sindikat.

Untuk keperluan penyelidikan, lalu petugas gadungan itu menyambungkan Tia ke telepon kepolisian Mataram untuk keperluan interogasi dan pembuatan BAP.

Panggilan video pun dilakukan. Meski Tia sadar dengan memberikan sinyal pada dirinya bahwa ini sepertinya bentuk penipuan, tapi ia masih terus melakukan percakapan video tersebut. Bahkan ia sempat berpikir untuk merekam panggilan ini, tapi ia malah fokus dengan petugas yang melakukan interogasi melalui video.

"Aku tuh sempat mikir, harusnya direkam nih pake kamera hape yang lain. Cuma saat itu, hape yang satunya dibawa anak untuk keperluan kegiatan online di sekolahnya," demikian Tia menceritakan dengan mimik gemas.

Tia masih menuruti kemauan petugas yang bertanya tetang data dirinya, termasuk saldo rekening, nomer KTP dan lainnya. Bahkan ketika ia diminta menunjukkan kartu ATM miliknya, Tia pun mengiyakan.

"Tapi aku sengaja tutup nomer ATM-ku Mbak. Mereka sampai bilang,' Ya, bagus! Bener! Gitu, ya! Nomer kartu ditutup.' Kayaknya mulai emosi tuh." Kami berdua sedikit terbahak.

Lama-lama gaya interogasi petugas berubah. Intensitas suara meninggi, membentak, mengintimidasi, bahkan berganti-ganti petugas dan menuduh Tia tanpa dasar. Bahkan mengancam menjadikan Tia tersangka untuk disematkan dalam laporan BAP versi mereka.

"Petugasnya ganti-ganti mbak, sudah mulai main bemtak. Aku kan jengkel dan emosi juga. Lama-lama malah petugasnya yang gonta-ganti itu tidak menampakkan wajah di kamera. Aku balas bentak. Akhirnya, karena sudah tidak beres rasanya, panggilan video saya tutup."

Selanjutnya Tia menghubungi salah satu kawannya, yang kemudian menyarankan agar Tia segera menghubungi bank terkait kartu ATM nya dan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib. Tia pun setuju.

***

Usai mendapat saran teman, Tia melaporkan ke bank terkait melalui jaringan Call Center untuk memblokir sementara ATM dan akses rekeningnya. 

Dan, ia baru sadar, jika percakapan dengan petugas gadungan yang berusaha melakukan penipuan padanya, sekira menghabiskan waktu hampir dua jam. "Padahal kan aku banyak kerjaan lain, tapi kok ya masih kuladeni," Tia tertawa mengingat kejadian itu.

"Kamu merasa terhipnotis atau gimana waktu itu?" tanya saya penasaran. 

"Gak juga sih, cuma saya kayak butuh orang untuk.mengingatkan bahwa, 'hei, jangan diterusin! Ini penipuan, tahu!' Tapi kok ya masih terus saja nurut apa yang mereka mau soal data-data itu." Kami berdua pun tertawa.

Jelang sore, Tia melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi terdekat di wilayahnya. Ia ceritakan semua kejadian tersebut kepada petugas piket.

Pak Polisi bahkan memberikan edukasi kepada Tia bahwa petugas BAP tidak berseragam coklat seperti para polisi yang biasa kita lihat seragam hariannya, melainkan petugas khusus dengan seragam putih dengan segala atribut yang dikenakan. Tia mendapatkan pemahaman dan wawasan baru melalui laporannya ini.

"Ibu beruntung, tidak tertimpa kehilangan dana atau pengurasan rekening dari orang-orang yang berusaha menipu ibu. Barusan tadi ada yang lapor juga, seorang ibu, nangis-nangis. Ia kehilangan uang sekira seratus." Hibur Pak Polisi kepada Tia.

"Emang, seratusnya, seratus berapa, Pak?" Tia bertanya lugu

"Ya, elaaah, Bu. Kalau seratus ribu, gak bakalan tuh si ibu lapor nangis-nangis sampai segitunya. Ya seratusan juta lah!" Tia menahan tawa di depan Pak Polisi. Benar juga ya.

Eh, tapi kalau lagi benar-benar nggak punya duit, uang seratus ribu itu gede banget lho! Setuju, kan?

***

Sehubungan Tia tidak mengalami kehilangan atau kerugian material dari kejadian tersebut, petugas kepolisian menerima laporan Tia sebagai bentuk pengaduan masyarakat. 

Karena khawatir data KTP-nya disalahgunakan oleh penipu, Tia meminta adanya surat dari kepolisian atas bukti pengaduannya.

Akhirnya Tia diminta membuat surat pernyataan saja bahwa laporan sudah diterima oleh petugas kepolisian setempat. Bukti pernyataan ditandatangani mereka berdua. 

Sahabat saya ini membawa surat pernyataan asli yang ditulis tangan sendiri, sedangkan petugas menyimpan salinannya dan dimasukkan dalam arsip piket di hari tersebut.

Hari selanjutnya, Tia mendatangi pihak bank untuk membuka blokir rekening. Atas saran pihak bank, sehubungan ada kejadian tersebut dan dirinya sempat memperlihatkan kartu ATM pada penipu, meskipun nomer kartu tertutup, sebaiknya ia mengganti kartu ATM-nya. 

Tia menyetujui. Ia menganti seluruh Kartu ATM yang dimiliki, karena khawatir data yang berkaitan juga akan menyasar pada rekening bank lainnya. Jadilah seharian itu yang mengurus pergantian kartu ke bank-bank terkait.

"Alhamdulillah juga, untung saya tidak menyebutkan data nama kandung ibu saya, Mbak. Bismillaah, in syaa Allah aman." Tia bertutur lega.

Semoga kejadian ini menjadi pengalaman untuk kita lebih waspada atas aksi penipuan yang marak di sekitar kita.

Salam sehat dan selalu bahagia!

***

Artikel 53 - 2023

#Tulisanke-498
#ArtikelHumaniora
#WaspadaPenipuan
#PenipuanPanggilanVideo
#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun