Tia masih menuruti kemauan petugas yang bertanya tetang data dirinya, termasuk saldo rekening, nomer KTP dan lainnya. Bahkan ketika ia diminta menunjukkan kartu ATM miliknya, Tia pun mengiyakan.
"Tapi aku sengaja tutup nomer ATM-ku Mbak. Mereka sampai bilang,' Ya, bagus! Bener! Gitu, ya! Nomer kartu ditutup.' Kayaknya mulai emosi tuh." Kami berdua sedikit terbahak.
Lama-lama gaya interogasi petugas berubah. Intensitas suara meninggi, membentak, mengintimidasi, bahkan berganti-ganti petugas dan menuduh Tia tanpa dasar. Bahkan mengancam menjadikan Tia tersangka untuk disematkan dalam laporan BAP versi mereka.
"Petugasnya ganti-ganti mbak, sudah mulai main bemtak. Aku kan jengkel dan emosi juga. Lama-lama malah petugasnya yang gonta-ganti itu tidak menampakkan wajah di kamera. Aku balas bentak. Akhirnya, karena sudah tidak beres rasanya, panggilan video saya tutup."
Selanjutnya Tia menghubungi salah satu kawannya, yang kemudian menyarankan agar Tia segera menghubungi bank terkait kartu ATM nya dan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib. Tia pun setuju.
***
Usai mendapat saran teman, Tia melaporkan ke bank terkait melalui jaringan Call Center untuk memblokir sementara ATM dan akses rekeningnya.Â
Dan, ia baru sadar, jika percakapan dengan petugas gadungan yang berusaha melakukan penipuan padanya, sekira menghabiskan waktu hampir dua jam. "Padahal kan aku banyak kerjaan lain, tapi kok ya masih kuladeni," Tia tertawa mengingat kejadian itu.
"Kamu merasa terhipnotis atau gimana waktu itu?" tanya saya penasaran.Â
"Gak juga sih, cuma saya kayak butuh orang untuk.mengingatkan bahwa, 'hei, jangan diterusin! Ini penipuan, tahu!' Tapi kok ya masih terus saja nurut apa yang mereka mau soal data-data itu." Kami berdua pun tertawa.
Jelang sore, Tia melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi terdekat di wilayahnya. Ia ceritakan semua kejadian tersebut kepada petugas piket.