Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sepatu Sang Juara

27 Juli 2022   13:32 Diperbarui: 9 Agustus 2022   10:04 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat latihan pun menurun gara-gara sepatu. Saya tetap berlatih bersama kawan-kawan, tapi pikiran tak tenang. Kawan se-tim menyarankan untuk pinjam sepatu kawan lain, tapi tak berhasil. Selain mereka juga hanya punya satu pasang untuk sekolah, ukuran kaki saya lebih mungil dan harus diganjal kapas atau kain supaya pas. Tentu menjadi tak nyaman untuk melakukan gerakan senam.

"Apa aku mengundurkan diri saja ya?" Kegundahan tersampaikan kepada sahabat se-tim. Mereka tidak setuju karena selama ini kami sudah berlatih solid dan waktu lomba sudah semakin dekat. 

Obrolan demi obrolan, tercetuslah ide untuk mengirim surat kepada Pak Tarmudi. Saya tak berani mengutarakan langsung. Isi surat yang menyatakan bahwa saya meminta maaf, tidak memiliki sepatu terbaik untuk tampil lomba bersama tim dan mohon izin merubah formasi agar saya berada di posisi belakang agar sepatu saya nantinya tak terlihat juri, atau mengundurkan diri, diganti oleh kawan cadangan.

Surat tersebut akhirnya dibaca oleh Pak Tarmudi, dan beliau menemui saya di teras ruang guru. Sahabat mendampingi untuk menguatkan diri.

"Siska, kenapa masih mikirin sepatu?" Beliau tertawa ringan dan memegang bahu saya.

 "Tetaplah berlatih dengan semangat dan tunjukkan usaha terbaikmu. Soal sepatu nanti ada solusinya. Percaya sama Bapak. Karena selama ini kamu melakukan tugas dengan baik. Selagi sehat, kuat, ayo, dukung tim sekolah kita!" Senyum lebar dan tepukan tangan beliau di pundak membuat duka saya sejenak sirna. Meski tetap kepikiran, terus piye sepatuku?
"Ingat ya, lakukan dan tunjukkan prestasi yang terbaik!"


Kata-kata yang terngiang dan tertanam dalam pikiran, berbarengan dengan kecemasan soal sepatu.


***

Tinggal beberapa hari lomba bakal digelar. Hati saya deg-degan menanti keputusan dari sekolah. Sempat saya kena marah Ibu, gegara kirim surat kepada Pak Guru. Rupanya ibu mendengar cerita tersebut dari obrolan sesama ibu komplek perumahan.

Antara sedih dan optimis, terus berlatih dengan formasi tetap, saya berada di barisan depan.

Sore usai pulang dari sekolah madrasah, saya melihat kotak sepatu di atas meja setrika. Agak terbuka tutupnya. Saya mendekat, mencium aroma sol karet, bau sepatu baru!

Menarik nafas kuat-kuat dengan wajah tegang, saya buka. Takjub, melihat sepatu Big Boss yang bersih dan halus dengan warna hitam yang memikat, lengkap dengan sepasang kaos kaki putih terselip di samping kertas tipis pelapis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun