Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memperkenalkan 'Pohon Keluarga' kepada Anak agar Tak Salah Sapa

21 Juni 2022   13:34 Diperbarui: 21 Juni 2022   15:15 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.orami.co.id

Terinspirasi dari artikel berjudul 'Memaknai Arti Sebuah Sapaan' dari Bunda Roselina Tjiptadinata, tetiba saya ingin menuliskan pengalaman tentang sapaan dalam keluarga.

Puji syukur kepada Allah SWT, saya berkesempatan mengantarkan kakak untuk pulang kembali menetap di Pulau Jawa setelah pensiun sebagai ASN di Kalimantan Timur. Sehubungan beliau pindah maka seluruh keluarga dan kerabat berkumpul untuk menyambut kehadiran kembalinya beliau.

Saya yang jarang bisa hadir dalam kumpulan keluarga di Jawa, tentu sangat senang berjumpa dengan kakak kandung, kakak ipar, keponakan dan cucu mereka.

Sependek ingatan saya, kumpul keluarga besar terakhir yang saya ikuti sekitar tujuh tahun lalu. Saat itu keponakan saya menikah. Kini untuk pertama kalinya, saya berjumpa dengan kedua anaknya yang selama ini hanya bisa melihat wajahnya nelalui video call.

Tak hanya itu, seluruh keponakan dan anak-anaknya pun berkumpul. Mereka juga terkejut senang melihat Nakdis yang makin tinggi dan berisi, karena ingatan melayang saat terakhir jumpa dirinya masih kanak dengan kesan imut dan centil. 

Nah, mulailah Nakdis memperhatikan dengan cermat tentang 'pohon keluarga' yang pernah ia ketahui sejak kecil pada pertemuan keluarga besar ini. Karena sapaan dan sebutan yang berbeda dari para sepupunya dan anak-anak mereka. Juga sapaan keponakaan kepada kakak-kakak saya.

***

Semasa Nakdis usia pra-sekolah, saya memperkenalkan pohon keluarga secara sederhana, menyesuaikan tingkat pemahamannya. Sekedar memberikan gambaran siapa kakek-neneknya dari jalur ibunya, serta mbah kakung - mbah putri dari ayahnya. Berikut juga dengan mengenalkan saudara ibunya dan ayahnya agar Nakdis tidak salah sapa.

Saya memiliki orang tua yang berbeda suku sehingga memilikj sapaan dan sebutan yang berbeda antara kerabat dari jalur ayah dan ibu.

Ada yang saya panggil dengan sebutan Atok dan Nyai, ada pula Mbah Kakung dan Mbah Putri untuk kakek nenek saya dari kedua orang tua.

Begitupun dengan saudara dari kerabat ayah dan ibu. Ada yang saya panggil dengan Oom dan tante. Ada pula Pakde dan Bude. Namun sepupu saya ada yang terbiasa sengan menyebut PakWo-MakWo, PakNga -MakNga, Pakcik - Makcik.

***

Saya adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Sangat mudah bagi Nakdis untuk menyapa mereka dengan sebutan Pakde dan Bude. 

Sedangkan suami saya adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Sehingga Nakdis membiasakan diri untuk menghafal urutan saudara ayahnya agar tidak keliru mana yang harus dipanggil Pakde-Bude dan mana yang harus disapa dengan Paklik-Bulik.

Meski telah mengenal nama dan urutannya sejak kanak, Nakdis kadang masih keliru bersapa. Hal ini karena dirinya jarang bertemu dan berinteraksi langsung sengan keluarga besar.

Bagi masyarakat jawa, jika orangtunya merupakan orang tertua dan sesuai urutan lahir, maka anak-anaknya akan saling menyapa mbak atau mas sesama sepupu sesuai dengan urutan orangtuanya, bukan berdasarkan umur nasing-masing.

***

Seperti kejadian kumpul keluarga saat ini, Nakdis ikut mengantar Pakde-Budenya ke Jawa. It's ok, bertemu dengan seluruh pakde-bude lainnya(kakak kandung dan kakak ipar saya).

Yang membuatnya bingung, tiba-tiba ada yang memanggil dirinya 'tante', ada yang menyapanya 'Nduk', 'Neng', 'Nok', dan menyimak sebutan berbeda diantara para sepupunya.

"Jangan panggil aku 'tante' dong! Berasa tua, tau. Panggil kakak aja " pinta Nakdis kepada Andrea- salah satu anak sepupunya. 

"Ya gak lah, Te. Kan tante sama mamahku sepupuan. Gimana, sih?" Ujar Andrea

Nakdis tersenyum simpul. Ia mengira, yang pantas disebut tante itu kalau sudah menikah dan punya anak. 

"Nak, dulu bunda dipanggil 'tante' waktu kelas 1 SD, lho." Saya menjelaskan padanha bahwa keponakan tertua dari jalur kerabat bundanya hanya selisih usia tujuh tahun saja, namun tetaplah panggilan 'tante' melekat pada saya, dan gak mungkin si keponakan memanggil 'mbak' kepada saya.

Nakdis tertawa dan mulai menghafal sedikit demi sedikit nama anak-anak sepupunya agar dirinya terbiasa dipanggil 'tante' oleh mereka.

Ia pun mulai paham, sebutan Nduk adalah anak perempuan untuk bahasa jawa pada umumnya, Neng adalah sebutan yang sama dengan bahasa Sunda dan Nok adalah sebutan dari bahasa daerah pantura jawa.

"Bunda, lalu Andrea manggil bunda gimana dong? Kan dia punya Mbah Putri, tuh, Bude Ida. Dia manggilnya 'Mbah Uti'. Nah, apa nyebutnya ke Bunda?" Nakdisku menanti jawaban.

"Sesuai permintaan Bunda, Andrea dan seluruh cucu-cucu keponakan, manggilnya 'Nek Mut' alias Nenek Imut, karena bunda usianya paling imut, dan supaya mereka gak bingung juga manggil saudara-saudara eyangnya."

Nakdis dan para sepupunya tergelak dengan permintaan saya. Para cucu keponakan tertawa geli. "Mana ada nenek-nenek imut?"

Apapun sapaan untuk saya dari mereka, yang penting sehat dan selalu ingat bahagia!

Duhai, kiranya saya sudah punya banyak cucu!

***

Artikel 66 - 2022

#Tulisanke-366

#ArtikelSosBud

#Sapaandalamkeluarga

#PohonKeluarga

#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun