Jelang lebaran yang tinggal menunggu separuh bulan ramadan, ingatan saya melayang saat usia kanak dan remaja. Selain bersibuk menyiapkan kue lebaran khas keluarga yang dibuat dari resep turun temurun dari tangan ibu, beliau juga menyiapkan baju lebaran untuk kami putra-putrinya.
Sependek ingatan saya, kakak-kakak memiliki baju khas melayu, tempat asal ibu berasal. Kami menyebutnya Baju Kurung. Ada yang memang Ibu menjahit sendiri untuk kakak-kakak perempuan saya, ada juga dari pemberian tante dari keluarga Ibu.
Baju kurung adalah salah satu pakaian adat masyarakat Melayu di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand bagian selatan. Baju kurung sering diasosiasi dengan kaum perempuan. Ciri khas baju kurung adalah rancangan yang longgar pada lubang lengan, perut, dan dada.Â
Pada saat dikenakan, bagian paling bawah baju kurung sejajar dengan pangkal paha, tetapi untuk kasus yang jarang ada pula yang memanjang hingga sejajar dengan lutut.Â
Baju kurung tidak dipasangi kancing, melainkan hampir serupa dengan t-shirt, meski begitu tetapi baju kurung ada juga yang memiliki kancing yang jumlahnya sekitar 3 baris. Baju kurung tidak pula berkerah, tiap ujungnya direnda. Beberapa bagiannya sering dihiasi sulaman berwarna keemasan.
Selengkapnya tentang baju kurung dan sejarah perkembangannya, pembaca bisa singgah pada artikel unggahan di Wikipedia.
***
Saat masih usia Pra-Sekolah, selain baju jahitan ibu, saya mendapatkan hadiah gaun untuk berlebaran, pemberian dari sahabat-sahabat ibu atau dari kerabat dekat.
Setelah beranjak usia sekolah dasar, barulah ibu membuatkan baju kurung buat saya seperti kakak-kakak perempuan lainnya.Â
Saat ibu beraksi dengan mesin jahitnya, saya menemani dan melihat langsung baju saya dijahit. Mengamati bagaimana Ibu memasang benang di jarum mesin, memutar-mutar alatnya dan kakinya lincah menginjak bantalan mesin agar roda mesin jahit berputar dengan irama khasnya.
Maklum, kami hanya memiliki mesin jahit manual, bukan yang otomatis seperti mesin jahit masa kini.
Baju kurung yang kami kenakan adalah model sederhana. Blus lengan panjang dan bagian bawahnya sebatas paha. Bagian leher memang tidak berkerah, hanya berhias tali panjang untuk pemanis yang diikat di atas dada.
Kadang Ibu menjahitnya dengan model kancing bungkus 3 atau 4 buah di depan dada, mengurangi hiasan renda karena warna-warni kain baju kurung sengaja dipilih dengan corak bunga-bunga indah.
Kami pun hafal, kain songket warna apa dan ukuran mana yang cocok dikenakan oleh kami. Kain yang selalu tersimpan rapi di lemari pakaian, khusus dikenakan pada acara tertentu, seperti halnya saat berlebaran. Kain songket buatan daerah asal ibu.
Warna songketnya sangat menarik, ada merah marun, ungu semburat jingga, dengan setail warna keemasan pada sulamannya.
Tak hanya kami yang mengenakan, ibu pun memakainya hampir setiap lebaran. Menjadi ciri khas ibu yang tak meninggalkan identitasnya sebagai wanita melayu, meski hanya setahun sekali beliau berdandan secantik dan serapi mungkin di hari penuh kemenangan.
Bahkan saat keluarga kami masih lengkap ketika ayah masih ada, perhiasan emas yang biasanya tersimpan rapi di kotak perhiasan, dikeluarkan untuk kami kenakan saat berlebaran, sebagai pelengkap penampilan hari raya.
Kami memang sangat jarang mengenakan perhiasan, jadi saat berlebaran, itulah saat menggembirakan memilih perhiasan mana yang akan dikenakan esok saat idul fitri.
Eits, jangan berpikir kami pamer, ya Pembaca. Hal tersebut hanyalah tradisi keluarga kami, yang dalam keseharian memang tidak menggunakan perhiasan. Jadi ibu mengajarkan kami mengenakannya saat merayakan idul fitri saja.
Jadi, usai sholat Ied, bersilaturahim dengan tetangga, makan dan foto bersama di rumah, maka saatnya melepas perhiasan tersebut dan disimpan kembali ke kotaknya. Kelak kami mengenakannya kembali tahun depan.
Oiya, untuk ayah dan kakak-kakak lelaki, mereka mengenakan semacam baju koko, dipadu dengan jas warna gelap dan sarung sebagai penutup aurat bawah.
***
Kebiasaan mengenakan baju kurung tak lagi kami kenakan setelah kakak-kakak menikah dan saya beranjak remaja.
Meski tak selalu mengenakan baju baru, baju yang pantas pakai dan masih bagus, saya kenakan di saat lebaran.
***
Semenjak saya berhijab di masa kuliah, gamis menjadi pilihan saya hingga kini dalam berbusana, termasuk merayakan lebaran.
Saya pun tak mengkhususkan diri mengikuti tren atau mode berbusana. Saya cenderung memilih yang nyaman dikenakan, pun mengenakan hijab yang langsung pakai atau kadang yang bersegi empat lebar, dipermanis dengan bros yang menarik untuk menambah cantiknya penampilan di hari raya.
Baju seragam? Aih, keluarga kami jauh dari hal begituan meski pengen juga sesekali mengenakannha saat lebaran seperti keluarga lainnya. Itu karena kami tidak terlalu ngoyo bikin seragam tiap tahunnya.
Seingat saya, kami punya baju seragam berupa gamis dan koko dengan warna senada, itupun jarang dikenakan bersaman dalam satu acara. Hanya saya dan anak gadis yang sesekali memakainya.
***
Saat merayakan hari kemenangan, tak selalu mengenakan baju baru, meski memakainya saat idul fitri, ada perasaan gembira dan suka cita bila ada baju baru.
Pun tak harus modis, padu padan baju yang ada, bisa menampilkan suasana bahagia merayakan lebaran.
Yang utama, adalah rasa terlahir kembali sebagai manusia baru, dengan harap dan doa atas berkah dan rahmat Allah SWT, ampunan atas segala khilaf dan dosa, bersyukur atas hidup dan kehidupan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi kualitas pribadinya.
Semoga ada umur panjang untuk selalu bertemu ramadhan dan bersilaturahim dengan seluruh keluarga, kerabat dan handai tolan.
Selamat bersiap menyambut sepuluh hari terakhir Ramadhan, semoga kita mendapatkan kemuliaan Lailatul Qadar, dan merayakan lebaran penuh suka cita dalam keadaan sehat dan semangat. Aamiin.
Salam sehat, salam bahagia.
***
Artikel diary tentang lebaran, singgah sejenak yuk di sini:
Nostalgia Ramadan Masa Kecil, Kenangan Abadi Sepanjang Masa
***
Artikel 48 - 2022
#Tulisanke-348
#DiarySiskaArtati
#BajuKurung
#Gamis
#BajuLebaran2022
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H