Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"Hawa Aneh" Merasuk Kepala, Begini Cara Saya Mengusirnya!

29 Oktober 2021   10:10 Diperbarui: 29 Oktober 2021   10:28 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pohon Tua (https://pixabay.com)

Kejadian ini sudah lama saya alami, sekitar 5 atau 7 tahun lalu. Persisnya saya lupa. Yang masih teringat, peristiwa tersebut berlangsung di kantor dinas suami yang lama, bukan yang sekarang ini di tempati.

Jelang sore, suami mengajak saya dan anak untuk bersiap mengikuti buka puasa bersama yang diadakan oleh kantor beliau. Tentu saja kami menyambut baik. Sudah lama tidak bertemu dengan perkumpulan istri pegawai dan juga rekan kerja beliau. 

Menjelang maghrib, kami pun berangkat mengendarai sepeda motor bonceng bertiga. Anak masih usia sekolah dasaar saat itu. Saya sudah meminta suami, untuk tidak melalui jalur jalan belakang kantor dinas walikota guna menuju ke kantornya.

Entahlah, sejak saya tinggal di Samarinda, daerah sekitar itu sangat saya hindari. Karena setiap melintas di wilayah itu, saya merasa 'tidak nyaman' dengan hawa di sekitarnya. Ini karena saya pernah bekerja magang sebagai wartawan dan belajar jurnalistik di sebuah kantor sekitar situ. Juga pernah nge-kost di radius beberapa ratus meter darinya. Dan rasa 'tidak nyaman' itu membuat bulu tengkuk dan lengan meremang. 

Kantor lama suami saya berada di sekitaran wilayah tersebut. Disana memang dijadikan sentra perkantoran dinas, juga rumah sakit swasta. Namun, ada pohon besar dan sudah tua, berjajar rimbun dengan pohon-pohon lainnya. Saya merasa, itulah sentra terkuat dari keganjilan yang saya rasakan setiap melintasinya.

Saya pernah mendengar dari kawan sesama jurnalis saat masih kerja magang di awal tahun 2000-an, wilayah tersebut awalnya adalah bukit yang cukup tinggi untuk area pemakaman etnis tionghoa pada masanya. Bahkan dekat kantor berita tersebut, masih ada makam yang dibiarkan tetap ada atas permintaan keluarga si empunya. Wallahu a'alam bishowab.

Kantor lama suami saya ini posisinya berseberangan dengan kantor berita tersebut. Dan pohon tua itu berada beberapa ratus meter saja. Halaman kantor pun terdapat pohon-pohon rindang yang nyaman dan adem.

***

"Dzikir aja bun, kita tetap lewat disitu aja, lebih cepat soalnya, daripada muter lewat jalan lain," demikian dukungan suami agar saya tak ciut nyali. Saya mendekap anak, membacakan dzikir sembari melintasi daerah tersebut menuju kantor.

Acara berbuka puasa pun tiba, kami sholat maghrib berjamaah, makan bersama, dan dilanjut dengan ramah tamah. Bahkan sholat isya berjamaah dan berlajut tarawih dilakukan juga di kantor.

Setelah hampir semua pulang ke rumah masing-masing, suami meminta saya menunggu sejenak untuk lembur menyelesaikan beberapa ketikan surat pemberkasan. Anak saya minta izin bermain bersama teman yang baru dikenalnya menuju rumah dinas persis di sebelah halaman kantor.

Saya berpesan kepadanya, jika nanti dipanggil, segera keluar dan kita akan pulang. Ia mengganguk paham dan masuk ke rumah kawannya.

***

Sembari menunggu suami lembur bersama tiga rekan lainnya di ruangan kerja, saya pun mengaji di mushola, bersebelahan dengan ruangan beliau, hanya terpisah selasar atau lorong yang menuju pintu keluar samping.

Pintu tersebut sengaja terbuka untuk keperluan satpam dan office boy keluar masuk mengurus perlengkapan acara buka puasa. Saya sengaja bertilawah dekat pintu mushola, supaya bisa menjulur kepala sejenak melihat pintu keluar tersbeut yang mengarah persis ke rumah dinas - tempat anak saya bermain - memastikan bahwa mereka tidak bermain di luar rumah.

***

Setengah jam berlalu, tak terasa saya sudah membaca hampir setengah juz dalam sekali duduk. Meski sesekali saya menjulur kepala melihat situasi di luar musholla. Ternyata suasana kantor mulai sepi tanoa saya sadari. Hanya bunyi ketukan tuts keyboard, suara dengung kipas angin, dan sayup deru motor di jalanan.

Jam menunjukkan pukul 21.15an malam, mulailah saya merasakan 'hawa aneh'. Tiba-tiba ruangan musholla dingin tidak biasa. Kipas angin memang masih beputar, tapi berasa udara tidak berkibar.

Saya beranjak menuju ruangan suami, mendekati beliau dan meminta untuk segera pulang. Suami meminta saya menunggu beberapa menit lagi. "Setengah jam lagi ya, dikit lagi, kok." Ujar beliau sembari meminta saya memanggail anak untuk pulang ke kantor.

Karena suasana gelap di luar kantor, hanya ada pemerangan lampu sudut seadanya, saya memanggil-manggil anak. Karena tak segera keluar, saya mencoba mendekati rumah tersebut, bermaksud mengetuk pintu. Namun ternyata, pintu telah terbuka, dan anak saya pun pamit pada si empunya rumah.

Segera saya memintanya masuk ke ruangan ayahnya. Dan saya pun menunggu di situ, meski bolak balik harus mengelus tengkuk dan mengusap lengan, karena 'hawa aneh' tersebut mengganggu kenyamanan saya.

Suami melihat kegelisahan saya. Akhirnya, beliau bergegas membereskan berkas, lalu kami pamit kepada rekan kerjanya yang masih lanjut lembur.

Saya tak tahan lagi. Meminta kepada suami untuk mengambil jalur jalan lain menuju perjalanan pulang. Suami mengiyakan. "Jangan tersugesti, Bun. Berdoa saja," suami berusaha menenangkan.

***

Saat bangun sahur dini hari, kepala saya akit luar biasa, pening tapi berat sebelah. Leher kaku, pundak terasa berat. Saya tetap sahur, sholat subuh dan tilawah.

Pagi hari hingga sore, kepala semakin berat, saya hanya bisa tiduran dan hanya beraktivitas ringan di rumah.

Ketika berbuka, memang agak ringan. Namun kembali berat dan pening saat malam hingga pagi lagi. Kejadian ini berlangsung hampir 3 hari lebih. Puncaknya, saat ubun-ubun saya makin berat dan ngilu, semuanya berpusat di kepala dan leher. Saya sempat menangis karena gak tahan dengan hal tersebut.

Berusaha menghilangkan dengan creambath di salon, juga betimung (luluran dan mandi uap), ternyata tak mengurangi beban sakit kepala.

Akhirnya saya meminta bantuan teman kakak yang pernah belajar aktif Reiki (terapi alternatif yang menggunakan tenaga energi). Pernah sekali - dua kali saya meminta bantuan beliau saat mengalami hal yang sama ketika ada kejadian aneh. Itupun sudah berlalu lama.

***

Pagi hari saat Dhuha, ditemani oleh suami, kami datang ke rumah beliau. Cukup kaget melihat wajah saya, katanya. Tidak sesegar biasanya. Entahlah, saya sih cuek saja. Mungkin karena beberapa haris aya merasa sangat kelelahan, kesakitan, dan lemas seperti tak bertenaga.

Setelah menyampaikan kejadian yang saya alami, singkat cerita, saya duduk bersila di lantai beralas karpet kecil, membelakangi beliau yang duduk di kursi.

Perlahan dengan arahan beliau, saya berdzikir dalam hati, membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas masing-masing 3 kali, ditambah dengan Ayat Kursi (Al-Baqarah ayat 255).

Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.

***

Beliau melakukan terapi energi dengan gerakan tangan tanpa menyentuh saya, hanya mengarahkan ke beberapa bagian tubuh saya. Nafas beliau terdengarvteratur, rileks, dengan hembusan yang kadang kuat, kadang lembut. Dengan mata terpejam, saya merakan ada 'hawa' yang bergerak mengalir dari punggung, pundak, leher dan naik ke kepala, terasa ada yang keluar lembut dari ubun-ubun. Dhuuusssss!

Ada juga yang terasa keluar meremang dari jemari, hingga telapak tangan bergetar. Berkali-kali saya bergidik, karena kegelian dengan 'hawa' yang mengalir di leher dan merambat ke telinga. 

Dalam keadaan mata terpejam, saya melihat gerakan 'aurora' berwarna abu-abu, berubah menjadi putih bersih berpendar, kadang berwarna hijau terang.

Sungguh, perlahan namun pasti, tubuh saya menjadi lebih ringan, kepala tidak lagi kaku digerakkan. Kembali seperti semula keadaan biasa.

Kawan kakak tersebut kemudian meminta saya duduk di kursi dengan punggung tegak, beliau berdiri dan bilang: "Terapi terakhir, jangan kaget ya, coba dirasakan apa yang terjadi."

Beliau menyalurkan energi positif dari arah atas kepala. Tiba-tiba saya merasakan dingin yang luar biasa seperti diguyur es, dari kepala, lengan badan hingga ujung kaki. Saya sempat menggigil beberapa detik dan hanya bisa berucap puja-puji syukur kepada Allah.

Saya kembali segar dan berat di kepala benar-benar hilang. Hanya rasa takjub akan kebesaran-Nya. Dan ini kali ketiga saya merasakan 'hawa aneh' bisa jalan-jalan mengalir di tubuh saya.

Dengan doa dan dzikir mengingat kepada-Nya, hal-hal buruk semoga tidak lagi terjadi. Saya yakin, semua terjadi atas takdir-Nya, dan saya kembalikan kepada Sang Pemilik atas segala sesuatu.

***

Kisah aneh dan ganjil lainnya yang pernah saya alami, bisa pembaca simak di artikel:

***

#Tulisanke270

#TopilKisahMistis

#ArtikelSiskaArtati

#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun