Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

3 Hal yang Harus Dicermati Sebelum Memutuskan Berutang

2 Maret 2021   10:20 Diperbarui: 2 Maret 2021   16:35 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berutang (Sumber: www.pixabay.com)

Pembaca yang budiman,

Dalam menjalani kehidupan, kita berupaya memenuhi hajat hidup yang layak bagi diri dan keluarga. Adakalanya, usaha yang dilakukan bisa berasal dari upaya kita sendiri melalui gaji pekerjaan, jasa yang kita berikan, atau penghasilan lainnya, namun ada juga yang malah didapatkan dengan cara berutang kepada orang atau pihak lain.

Seseorang melakukan pinjaman, baik untuk kebutuhan yang mendesak atau modal yang dibutuhkan untuk melakukan suatu usaha yang berujung pada penghasilan, utang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. 

Bagi sebagian orang, berutang bukan terjadi karena keinginan, tetapi memang kebutuhan yang didasari oleh kebutuhan mendesak.

Mari kita pahami bersama tentang utang...

Apa itu utang?
Utang adalah kewajiban, sesuatu yang harus kita bayar kembali di masa depan. Yang harus kita ingat bahwa utang itu bukan pemasukan. 

Ada yang beranggapan bahwa jika kita dapat utang dari bank, misalkan, dia merasa seperti mendapatkan sesuatu dari uang tersebut. 

Berarti pola pikirnya mengatakan bahwa utang adalah pemasukan. Padahal sebenarnya utang adalah kewajiban. Oleh karena itu, ketika menerima dana dari utang, kita harus ingat bahwa ada kewajiban untuk membayarnya di masa depan.

Nah, kewajiban membayar ini dilakukan dengan pengorbanan, artinya bahwa kita punya akad untuk mengembalikan dana tersebut dengan jangka waktu yang disepakati, maka ada pengorbanan dalam proses untuk kita membayarnya. 

Jadi, pendapatan kita di masa depan bakal berkurang, karena sebagian kita sisihkan untuk membayar utang tersebut.

Dalam bahasa akuntansi, utang bukan di sebut debt tetapi lialibilities (kewajiban), supaya kita dapat memahami posisi keuangan dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita mengejar pinjaman atau utang dengan pola pikir sebagai pemasukan. Padahal dengan berutang, maka kita berkomitmen untuk menyelesaikan kewajiban, membayarnya di masa depan.

Lalu, kapan kita boleh berutang?

Pertama, tentu saja kita boleh berutang saat kita siap berkomitmen untuk membayar kewajiban itu di masa depan

Kita juga harus tahu, sumber untuk membayar kewajiban tersebut di masa depan berasal dari mana? Kalau kita tidak terbayang membayarnya nanti bagaimana, berasal dari sumber apa, berarti kita tidak siap untuk melakukan komitmen.

Sumbernya harus kita ketahui dulu, apakah melalui pengorbanan aset yang dimiliki, atau apakah dari pemotongan gaji bulanan sebesar sekian persen.

Kalau ada yang aset yang bisa dijual atau potong gaji, untuk bisa membayar cicilan utang itu, silakan menyatakan siap berutang. Jadi, pastikan bahwa sumber pembayaran kewajiban di masa depan harus ada.

Lebih detailnya, sumber pembayaran yang kita upayakan dari pendapatan (revenue), bisa jadi ada yang memiliki penghasilan tunggal (single income), hanya mengandalkan gaji saja sebagai pekerja kantoran atau kedinasan, ada pula yang memiliki banyak sumber penghasilan, misalnya gaji, komisi, bonus, dagang online, dan lain sebagainya.

Nah, kita harus mengukur tentang pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran kita sehari-hari. Dari analisis sendiri, kita bisa mengukur kemampuan kita memenuhi kebutuhan dan kemampuan untuk membayar kewajiban saat kita berutang.

Misalkan dari seratus ribu untuk kebutuhan kita yang tidak bisa dikurangi lagi, maka kita tak punya alokasi untuk membayar kewajiban. Namun jika kita berkomitmen dan sepakat dengan keluarga untuk mengurangi kebutuhan yang ada dari seratus ribu menjadi delapan puluh ribu, maka kita bisa alokasikan dua puluh ribu sebagai cicilan membayar kewajiban.

Hutang (Ilustrasi: Pixabay.com)
Hutang (Ilustrasi: Pixabay.com)
Atau, ketika kita memiliki potensi pendapatan lain selain dari gaji, maka kebutuhan kita masih aman seratus ribu tanpa harus dikurangi. Keuntungan dari jualan online bisa kita gunakan untuk membayar kewajiban.

Bisa jadi, antara kebutuhan dan pendapatan tidak bisa diotak-atik alias stagnan. Nah, kita bisa mengajukan termin perpanjangan pembayaran, biasa disebut dengan grace period.

Jadi, kita bisa mencari atau menyediakan waktu beberapa bulan untuk mengusahakan mendapatkan sumber pendapatan lain agar bisa membayar utang. Sehingga kita juga tetap bisa mengatur keuangan demi memenuhi kebutuhan dan melakukan kewajiban. Kita pun berupaya pula untuk bisa meyakinkan pihak si pemberi utang tentamg situasi dan kondisi yang sedang kita hadapi.

Dengan demikian kita layak untuk bisa berutang.

Kedua, harus melihat diri kita, layak atau tidak untuk berutang. Ya, kita lihat dulu nih, utangnya untuk keperluan apa? Yang perlu dihindari adalah utang konsumtif

Utang konsumtif adalah utang yang nilainya akan terus berkurang seiring berjalannya waktu yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan tidak berdampak atau berpotensi menambah pendapatan atau penghasilan yang dimiliki. Contohnya Anda pengen beli kamera seharga dua puluh juta, tapi hanya buat gaya-gayaan, ya lebih baik urungkan untuk membeli dengan cara berutang. 

Berbeda halnya ketika Anda berniat membeli untuk keperluan usaha di bidang jasa pemotretan, seperti untuk keperlyan foto wisuda, pernikahan, acara seminar, travel blog, dan lain-lain yang mengalirkan penghasilan di dompet Anda. 

Nah, dari penghasilan tersebut, Anda bisa sisihkan sebagian dana untuk membayar cicilan pembelian kamera. Nah, utang seperti ini bisa disebut dengan utang produktif, yang artinya utang untuk keperluan bisnis atau investasi, yang memiliki manfaat karena nilainya selalu bisa bertumbuh dari waktu ke waktu. Jenis utang ini sangat membantu Anda untuk menghasilkan uang dan membantu untuk berinvestasi.

Ketiga, kita lihat dari kesiapan mental, dari sisi psikologis atau sisi non teknis dalam berutang

Bagi sebagian orang, utang bisa memacu adrenalin seseorang. Semisal ada orang yang sedang menjalankan bisnis, dan ketika dia berutang untuk menjalankan bisnisnya, ia semakin bersemangat dalam bekerja dan mengupayakan beragam cara agar bisnisnya berkembang dengan mencari modal baru yang diperoleh dari pinjaman. Kerjanya jadi semakin produktif. Namun adakalanya pada satu titik, usahanya mengalami penurunan hingga anjlok, biasa disebut dengan financial distress.

Pada posisi inilah, utang bisa "menghantui" keadaan keuangan karena porsinya yang terlalu besar. 

Meski ada kemampuan membayar, pada saat itulah ia harus menurunkan posisi utangnya. Mungkin yang biasanya cicilan utangnya satu juta per bulan, misalnya, maka bisa melakukan percepatan pelunasan, dibesarkan pembayarannya untuk mengatasi stres keuangan.

Selain itu, dengan berutang, maka harus siap-siap juga menambah stakeholder, yaitu orang lain yang berusuran dengan bisnis kita atau urusan keuangan kita, seperti pihak bank atau kreditor. 

Nha, apakah kita siap bertambah urusan dengan orang-orang atau pihak baru tersebut? Karena jika kurang kesiapan menghadapi hal non teknis ini, sebagian orang bisa jadi gila akibat tekanan stres yang dialami dalam berutang dan berurusan dengan orang baru. 

Maka sebaiknya semua kita ukur, baik faktor teknis maupun non teknis.

Kesimpulannya: 

Kita melihat layak berutang atau tidak dari segi kesiapan komitmen dalam hal membayar kewajiban di masa depan. 

Layak atau tidaknya berutang dilihat dari segi utangnya itu sendiri, apakah benar-benar bisa menambah produktivitas untuk menambah penghasilan. Serta kesiapan mental kita saat mengalami stres keuangan, baik teknis maupun non teknis.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

***

Sumber: disarikan dari pembelajaran online tentang 'Kapan Kita Boleh Berutang' bersama Pak Deddi Nordiawan (Dosen sekaligus E-Learning Initiator)

Referensi : 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun