Ketujuh, ketika bulan Ramadhan tidak maksimal bershadaqah atau berinfaq, padahal jika melakukan, akan dilipatgandakan pahala oleh Allah SWT.Â
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: Artinya: "Barang siapa memberikan makan berbuka kepada orang yang berpuasa maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang berpuasa tidak terkurangi sedikit pun."Â (H.R. Turmuzi)
Kedelapan, jelang idul fitri malah sibuk mempersiapkan pesta atau hidangan. Sibuk mempersiapkan baju baru dan penampilan terbaik untuk merayakannya, tanpa memperhatikan esensi dari hari kemenangan dan kembali pada kesucian, berharap kelak jumpa kembali dengan Ramadhan.
Kesembilan, Hari Idul Fitri sebagai momen bebas merdeka, seolah boleh melakukan apa saja sekehendaknya setelah selama sebulan lamanya berusaha menahan diri dari segala syahwat. Salah memaknai idul fitri sehingga Ramadhannya tidak membekas pada dirinya. Mereka memahami idul fitri sebagai hari kebebasan dari penderitaan yang panjang.Â
Padahal dulu para ulama salaf justru merasa sedih jika akan berpisah dengan Ramadhan bahkan mereka berdoa kepada Allah selama 6 bulan setelahnya agar ibadah Ramadhannya diterima Allah.
Kesepuluh, Setelah ramadhan nyaris tidak ada ibadah yang ditindaklanjuti. Aktivitas kebaikan yang sudah dilakoni selama Ramadhan, taklagi mewarnai agenda hariannya di sebelas bulan berikutnya, melupa diri akan makna bulan penuh ampunan.
Demikianlah, pembaca yang dirahmati oleh Allah. Semoga, umur kita tersampaikan hingga Bulan Ramadhan, Allah berikan kita kesempatan berjumpa kembali dengan bulan penuh kasih sayang-Nya. Harap kita bisa menjadi hamba yang powerful dan pemain terbaik di Ramadhan kali ini. In syaa Allah, Aamin.
Salam sehat selalu! Semangat Jumat penuh hikmat dan manfaat!
***
Sumber: rangkuman catatan kajian Islam bersama ustadzah pembimbing.