Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Kamasutra" di Atas Meja Kerja

26 Januari 2021   10:08 Diperbarui: 26 Januari 2021   10:27 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar:pixabay.com

Kejadian ini menimpa saya, saat masih bekerja sebagai sekretaris di sebuah PMA Batubara.

Saya baru saja menikah beberapa hari. Sebagai pengantin baru, ada-ada saja guyonan dan olokan dari rekan kerja di kantor. Maklum, saya yang secara usia lumayan senior, namun urusan pernikahan, masih dianggap bocah bagi mereka yang sudah duluan membina rumah tangga.

Pagi itu, seperti biasa, ketika seluruh karyawan tiba di kantor site tambang, bergegas check-log tanda hadir, masuk ke ruangan masing-masing, bersiap menunaikan tugas rutin. Demikian juga saya. Remote AC paling utama difungsikan untuk menyalakan pendingin ruangan, menyalakan lampu, menghidupkan komputer dan mesin fax. Membuka map berisi kertas-kertas dokumen di meja kerja, membaca sekilas surat-surat masuk yang sudah menumpuk.

Kemudian saya beralih ke meja komputer, lanjut fokus di depan layar, menelisik satu per satu email yang memenuhi kotak masuk.

Teringat sore sebelumnya, ada beberapa data yang belum terekap pada laporan pekanan, juga beberapa revisi dari para chief dan manager. Maka saya pun mengalihkan perhatian untuk menyelesaikan input data.

Setengah jam berlalu. 

Managing Director alias bos saya - berkebangsaan Thailand, hadir ke kantor. Sebagai sekretarisnya, ruangan saya bersebelahan dengan ruang kerjanya. Otomatis setiap masuk ruangan, harus melalui ruangan saya terlebih dahulu.

Saking konsennya dan ngebet kerjaan cepat kelar, saya menoleh sekilas dan menyapa, "Good Morning, Khun."

"Hmm.." sahutnya tersenyum dan langsung menuju ke ruangannya.

Saya terus saja asyik di depan komputer.

Lalu, "Sitka, Sorry, I cannot attend your wedding, ya." Tiba-tiba pimpinan menyapa, bersender sejenak di pintu dekat meja kerja saya. (Entah kenapa, nama saya selalu terucap Sitka, bukan Siska. Apa benar mereka agak susah menyebut 'Sis'?)

Posisi saya sendiri masih di depan komputer, berjarak sekitar satu setengah meter saja dari meja kerja yang cukup luas itu. "It's Ok, Khun," balas saya sembari menangkup tangan di depan dada, tanda salam hormat. Ya, beliau takbisa hadir sehubungan acara pernikahan saya berlangsung di luar kota.

"This is a gift for you, I hope you like it." Senyum paling ramah yang pernah saya lihat sejak bekerja sebagai sekretarisnya. 

"Oh, thank you, Khun." Saya mengganguk senang. Beliau meletakkan sebuah kotak berwarna merah fanta berukuran seperti sebungkus  kertas HVS, berpita pink nan cantik, di meja kerja saya. Ia pun kembali ke ruangannya. 

Lagi-lagi saya tidak beranjak dari kursi di depan komputer. "Tumben, bos baik banget ngasih kado perkawinan seromantis itu. Sekotak coklat berbungkus pita merah jambu," gumam saya sembari melanjutkan pekerjaan.

Dua-tiga chief dan manager masuk-keluar melalui ruangan saya untuk bertemu Pak Bos. Tentu dengan seizin saya juga, yang lagi-lagi tidak beranjak dari depan komputer.

Setiap keluar ruangan, mereka melirik kado pernikahan itu, lalu tersenyum simpul. Bahkan ada yang tertawa tertahan, saya cuekin ajah.

Begitu juga ketika Kepala Administrasi menitipkan setumpuk dokumen yang harus ditandatangani Pak Bos dan meletakkannya di meja kerja, ia juga cekikikan. "Hadiah pernikahan dari Bos, Pak." Ujar saya sambil terus ngetik. "Yaa....yaa..." jawabnya cengar-cengir.

Manager berikutnya masuk ke ruangan bos, berdiskusi agak lama. Saat keluar, ia mampir sejenak ke meja saya. "Hai, Sitka, why you don't keep this book ke you punya laci, ha?" Ia bertanya dengan nada setengah tertawa. Ya, para expatriat ini sering mencampur bahasa, suka-suka mereka.
Saya menoleh. Buku?

"Cepat simpan, ha. Just read it later at lunch." Terkekeh si Manager berlalu, dengan menyetil kotak hadiah.

Saya pun beranjak menuju meja kerja, dan astaga!

Mata saya membelalak, mulut setengah mengaga, dada sejenak sesak. Bukan sekotak coklat spesial bermerek terkenal seperti dugaan saya sebelumnya, namun sebuah buku Kamasutra! 

Bersampul hardcover yang sangat cantik nan eksotik, menampilkan gambar sepasang insan yang bercinta bertabur ribuan mawar merah. Meski tak sepenuhnya vulgar, namun judulnya jelas terpampang nyata, menampilkan adegan romatis ala-ala Bollywood.

Saya cekakan dalam balutan mulut terkatup tangan. Saya tumpahkan tawa bodoh di sana.

"Pantes saja semua yang masuk ruangan pasang senyum aneh," gumam kesadaran pun pecah. Beginilah kalau mata saya kurang awas. Ambyar sudah bayangan menikmati sekotak coklat bersama suami.

Benar-benar deh, si Bos.

Buku Kamasutra itu sengaja tidak dibungkus dengan kertas kado atau kotak penutup. Sampulnya sudah menyajikan keindahan itu sendiri, saking eksotisnya tuh buku dengan balutannya yang so sweet, dengan hiasan bunga-bunga mawar. Ditambah pita merah jambu sebagai pemanis buku, saya benar-benar terkecoh dibuatnya.

Saya lihat di bagian belakang, penerbitnya dari Inggris dengan mencantumkan harga menggunakan mata uang poundsterling. Seluruh isinya menggunakan pengantar berbahasa Inggris, complete with coloured exotic pictures, guys!

Tiba-tiba telpon berdering. Notifikasi lampu kedip hijau pada angka, saya tahu darimana bunyi berasal.

"Ya, Pak?" Sahut saya mengangkat gagang telpon.

"Mbak, nanti kalau sudah selesai baca, pinjam ya!" Sambil tertawa cekikikan "Pokoke saya duluan yang pinjam, yo!"

Olala, rupanya Kamasutra sudah menyebar ke seantero kantor site pagi itu. Sepanjang makan siang bersama, olok-olokan kepada saya semakin menjadi.

Saya jadi repot nge-list nama peminjam, daripada menyusun laporan kerja mingguan!

***

Agustus 2006

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun