Mohon tunggu...
Sisilia Yunita Ingutali
Sisilia Yunita Ingutali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522110010 Mata Kuliah : Pajak Internasional Dosen : Prof.Dr, Apollo, M.Si.Ak Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 - Fenomena Pajak Berganda Internasional dan Rendahnya Tax Ratio Indonesia

15 Oktober 2023   22:18 Diperbarui: 15 Oktober 2023   22:46 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : databooks.com

Mengapa tax ratio Indonesia rendah adalah pertanyaan yang sering di lontarkan terhadap kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak. Definisi tax ration secara umum merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu periode waktu tertentu. Atau bisa dikatakan bahwa tax ratio menggambarkan seberapa besar penerimaan pajak yang dikumpulkan dalam suatu negara.

Sebenarnya tax ratio sendiri bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, tax ratio menunjukan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak dinegaranya. Semakin tinggi penerimaan pajak dinegara tersebut maka akan semakin tinggi pula tax rationya. Penerimaan pajak yang besar dapat memungkinkan suatu negara melaksanakan manajemen pemerintahannya dengan leluasa. Maka dari itu Direktoran Jenderal Pajak menghimbau agar semua pihak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan menghitung tax ratio menggunakan pendekatan yang dianut oleh Organization for Economic Cooperataion and Development (OECD). Kedua, tax ratio bisa dilihat sebagai ukuran beban pajak. Selain dilihat sebagai keseluruhan nilai pasar barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun, GDP dapat pula dilihat sebagai total penghasilan semua orang dalam perekonomian suatu negara.

Kewajiban perpajakan yang ada di Indonesia disoroti oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam publikasinya yang berjudul "Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies", Indonesia merupakan salah satu negara dengan tax ration terendah. Data rinci  tax ratio tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Sumber : OECD
Sumber : OECD

Berdasarkan grafik diatas, OECD mengungkapkan bahwa tax ratio Indonesia merupakan tiga terendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Publikasi OECD tersebut menggunakan data tahun 2020 pada saat tax ratio Indonesia 10,1%. Angka tersebut di bawah rata-rata dari negara anggota OECD (33,5%) dengan selisih sebesar 23,4 persentase poin, dan juga dibawah rata-rata kawasan LAC (Latin America and the Caribbean), Asia Pacific dan Afrika yang masing-masing sebesar 21,9%, 19,1% dan 16,6%. Maka dari itu Indonesia perlu berusaha untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajaknya.

Berdasarkan buku Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak tahun 2020-2024, terdapat beberapa faktor yang masih membebani rasio pajak Indonesia yaitu :

  • Masih ada ketergantungan terhadap komoditas sumber daya alam sehingga membuat ekonomi Indonesia sensitive terhadap fluktuasi harga komoditas dipasar internasional. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara yang mengandalkan komoditas sumber daya alam untuk ekspor dan penggerak aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, penurunan permintaan pasar internasional atas komoditas dalam negeri atau penurunan harga komoditas di pasar internasional dapat berdampak negatif terhadap penerimaan pajak negara.
  • Indonesia adalah negara kedua didunia setelah Vietnam dengan kontribusi sektor pertanian tertinggi terhadap PDB. Dimana Sebagian besar pelaku usaha pada sektor ini belum membayar pajak secara aktif karena salah satu alasannya yaitu memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Meskipun jika memiliki penghasilan yang melebihi PTKP, sektor pertanian ini cenderung hard to tax. Oleh karena itu meskipun kontribusi sektor ini adalah 12,8%, kontribusi pajaknya hanya 1,9% dari total penerimaan pajak sehingga berdampak minimal terhadap perhitungan tax ratio.
  • Selanjutnya UMKM yang menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia dan menyumbang 60% terhadap PDB disektor perdagangan juga sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Apalagi saat ini pemerintah masih memberikan fasilitas perpajakan, terutama pemberlakuan tarif pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto. Berikut adalah gambar diagram jumlah UMKM pada negara-negara di ASEAN :
    Sumber : databooks.com
    Sumber : databooks.com
    Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa pada tahun 2021 Indonesia menjadi negara dengan jumlah usaha UMKM terbanyak.

Sementara dari sisi pajak, kebijakan pajak yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan melindungi Masyarakat atau pelaku usaha yang berpenghasilan rendah dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak negara untuk jangka Panjang.

Hanya saja, hal ini memiliki efek trade-off terhadap penerimaan pajak dan tax ratio untuk jangka pendek, dalam hal ini seperti penyesuaian besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penyesuaian Batasan terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP), serta tarif pajak khusus bagi UMKM.

Sementara dari sisi administratif, permasalahan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait dengan masalah rendahnya tax ratio juga disebabkan oleh kapasitas administrasi yang belum optimal.

Indonesia sendiri untuk penghitungan tax ratio menggunakan metode pertama dimana penerimaan pajak pusat dibagi PDB dikarenakan selama ini APBN menggunakan metode seperti itu, namun ketika tax ratio indonesia dibandingkan dengan negara lain menggunakan pendekatan data yang dianut oleh OECD sesuai himbauan Direktorat Jenderal Pajak, maka tax ratio Indonesia tetap lebih rendah.

Salah satu penyebab rendahnya tax ratio adalah rendahnya penerimaan pajak oleh karena itu yang dapat dilakukan untuk menaikkan tax ratio Indonesia adalah dengan cara melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak. Optimalisasi penerimaan pajak dapat dilakukan dengan :

  • Perluasan populasi wajib pajak orang pribadi, penyederhanaan administrasi PPh OP serta penguatan, pembenahan dan penambahan sumber daya manusia di otoritas perpajakan
  • Kebijakan pengurangan kelompok barang atau jasa yang bebas PPN yang tidak memberi manfaat besar bagi perekonomian namun mengorbankan potensi penerimaan;
  • Peningkatan efisiensi mekanisme restitusi dan audit PPN yang belum optimal untuk meningkatkan penerimaan PPN sehingga mendekati potensi yang ada
  • Melibatkan partisipasi publik dalam hal pengawasan serta penerapan sistem "Reward and Punishment" bagi wajib pajak dan petugas pajak;
  • Harus ada kebijakan yang sinkron antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan ekonomi sehingga potensi penerimaan pajak tidak hilang akibat kebijakan yang kontra-produktif terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak;
  • Evaluasi atas pengenaan pajak ekspor dan tax holiday untuk pioneer industry, Menurut Angel Gurria Sekretaris Jenderal OECD struktur pajak di Indonesia itu bagaikan keju yang banyak lubangnya dan saat ini banyak perusahaan yang ingin berada di dalam lubang itu. Padahal mereka itu sebenarnya tetap saja datang ke Indonesia meskipun tidak disediakan insentif pajak apapun karena pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat dan stabil serta besarnya potensi pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun