Para leluhur kami selalu bertutur bahwa sekitar enam miliar tahun silam, kami sudah diwarisi Kepler untuk menumbuh kehidupan, lalu mencipta peradaban. Tentulah cinta dan kemanusiaan adalah ruh dari peradaban kami.
“Hanya orang-orang bodoh yang mengusik cinta dan kemanusiaan.”
“Ya, hanya orang-orang bodoh yang tidak mensyukuri cinta dan kasih Nakuwasa.”
“Nakuwasa tidak menciptakan kejahatan. Tidak menciptakan perpecahan. Dan, tidak menciptakan penyakit yang bernama dendam.”
“Ya, Nakuwasa justru menciptakan cinta laksana hujan yang menumbuhkan pohon dan bunga nun molek.”
“Kami memuji Nakuwasa dengan sujud yang lebih lembut dari syair dan puisi. Semua benda—batu-batu berlumut, jamur, kelinci berbulu kuning, kucing, semut berkepala besar, semua dititahkan untuk mengabdi kepada Nakuwasa.”
Kami begitu tergeletak pasrah di atas tanah Kepler, dalam keadaan sekarat menuai ajal.
“Indahkan rasi kepler 22b, itu? Jangan pejamkan matamu!”
“Kau akan damai di sini. Nakuwasa melindungi Kepler kita.”
“Jangan lupa berdoa! Nakuwasa selalu menjawab doa kita yang tulus.”
“Sekarang pejamkan matamu. Mari kita berjalan ke surga. Berjalanlah ke Utara. Bersama rasi ptolmey.” seperti inilah cara kami menghabiskan sisa waktu dengan berdoa dan bersajak.