“Semua orang harus patuh pada titah Nakuwasa. Tidak boleh membunuh. Tidak ada yang bermusuhan. Tidak ada yang bersekongkol dengan iblis. Semua orang saling melindungi. Memuliakan manusia.” kami terdiam sejenak.
Para penjelajah ruang angkasa itu mengira kami telah tiada. Meraka tertawa terbahak-bahak menyaksikan tubuh-tubuh kami yang begitu sekarat, melumat ajal. Mereka lupa bahwa kami begitu patuh pada Nakuwasa.
Kami percaya Nakuwasa bukanlah sosok yang Mahakejam. Nakuwasa tidak pernah mendatangkan banjir, mengaduk-aduk Kepler sesuka hati, atau memorak-porandakan Kepler tanpa belas kasih. Tidak seperti di bumi, tempat mereka beranak-pinak.
“Nakuwasa memberikan kebebasan kepada siapa pun menentukan apa pun yang mereka inginkan. Termasuk bebas melawan iblis.”
Nakuwasa membiarkan para perempuan Kepler menjadi pemimpin, tidak melarang siapa pun bersaing menjadi pemimpin, mengajari siapa pun membuat peraturan-peraturan indah, dan menciptakan rasi-rasi bintang yang meluluhkan hati.
Tak ada yang berani melawan apalagi menghardik. Bukannya kami tak punya nyali untuk melawan, melainkan kepatuhan pada Nakuwasa.
“Kami benci perang.”
“Siapa diantara kami orang-orang Kepler suka perang? Siapa? Mungkin mereka tak pernah mengerti.”
“Iya, Nakuwasa benar! Mereka tak patuh pada Nakuwasa.”
“Lihat saja kita telah sekarat.”
“Setelah Bumi, sekarang Kepler.”
“Tak lebih dari sebuah medium birahi bagi daging-daging hina yang telah dikutuk Nakuwasa.”