Mohon tunggu...
Ishak R. Boufakar
Ishak R. Boufakar Mohon Tunggu... Pegiat Literasi -PI -

Pegiat Literasi Paradigma Institute Makassar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Patik, Suku Nuaulu, dan Penggal Kepala

20 Juni 2016   12:18 Diperbarui: 29 Desember 2016   02:49 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto penggal kepala suku Nuaulu di Maluku. Sumber: raffa-thexfile.blogspot.com

Warga pun dibuat sontak, bagaiman tidak? Pertama kalinya mereka berhadap-hadapan dengan polisi. Tanpa perlawanan apapun, Patty Soenawi dan beberapa warga dibawa ke kota Masohi.

“Kalian, kami tetapkan sebagai pelaku pembunuhan," Glen menandaskan, Hakim yang memimpin persidangan.

Patty Sounawe, Saniayu, Tohonu, dan Simon, divonis eksekusi hukam mati. Sedangkan Mitan, Nike, Vandi, Bandi, dan Boby, divonis hukuman seumur hidup, dijerat dengan UU. Pasal 340 Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Patik, yang menghadiri persidangan itu pun mendaku, “Kami suku Naulu, tidak tahu kalau membunuh itu dilarang yang mulia, penggal kepala persembaha untuk leluhur adalah kepercayaan kami, dan itu baik bagi kami. Jika membunuh itu dilarang, kenapa bapak-bapak tidak memberitahukan kami?”

Hari penetapan pun tiba. Sebelum menghampiri tiang pacung, sang Ayah mendatangi Patik. Patik, tak kuasa menahan tangis, sembari mengecup kening anaknya, sang Ayah pun berbisik. “Jangan takut melangkah anakku, sebab kau terlahir menjadi sang pemburu. Kau adalah pembidik yang baik, bidiklah anak panahmu. Pejamkan matamu, gelap yang kau lihat. Jangan takut, pintalah mereka tatap percik cahaya di ujung tombakmu.”

Kata-kata terakhir keluar dari mulut sang ayah. Patik tak kuasa menahan tangis, sang Ayah pun mati tercekit di ujung tiang pacung.

Sang Ayah telah tiadah, Patik mengaduh pada rimba, sembari mendaku.

“Kenapa kami terlahir sebagai sasaran kutukan?” Patik yang lahir dan dibesarkan di tengah rimba, tidak mengetahui tata aturan orang-orang yang beranak pinak di tepian pantai.

“Siapa kuat dia menang.” Ini adalah tata aturan hidup, bagi Patik dan sukunya. Tata aturan dengan kebiasaan suku Naulu terbilang unik, selain penggal kepala, ada juga yang lebih unik, yaitu pengasingan perempuan haid dan Ibu hamil.

Mereka diasingkan jauh dar perkampungan, di sana mereka di bangun rumah kecil, tinggal hingga masa haid dan melahirkan selesai. Sesudah itu, semacam kewajiban berpuasa. Yang berpuasa adalah Ibu, dukun beranak (Biang) dan pihak keluarga si Ibu. Tata aturan ini, yang membawa mereka kembali pulang ke rumah. Bagi mereka ini adalah bentuk pensuciaan diri dan negerinya.

Patik, kini menjadi percik cahaya bagi suku Naulu, setelah kematian ayahnya. Menggandeng istri di upacara pelantikan adalah syarat mutlak yang harus di penuhi seorang kepala suku. Syarat ini, terasa berat bagi Patik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun