Tergambar raut wajah, melukis dengan rasa
Tak kala terenung kisahku bersamamu
Waktu demi waktu  telah panjang berlalu
Sudah lama ayah, waktu berjalan seiring langkahku
ku lupa pada embun merangsang kaku pada kulit ini
kulupa pada tatapan mentari  pagi menyematkan sinarnya
takkala gelap memenggal senja kulihat sesekali jauh disudut waktu
bagai bayangan desah nafas, kau selalu ada didalam hidupku.
Sembari aku menyeduh secangkir kopi, duduk dalam lamunan semu
Meraba suara parau dibalik wajah yang selalu ingin ku pandang
Sudah tertancap belati kerinduan untuk mu ayah......
Tak terbendung seperti tergulung dalam ombak
Berharap segera menepi dapati aku yang kian telah mencarimu
Bergetar bibirku, isak pilu memanggil namamu....
Berdetak jantungku seakan ingin berlari menembus batas cakrawala
Tangis bersenadung lirih didalam desiran angin malam
entah berapa musim telah berganti namun tetap waktu dapati aku merindumu
kau tau dunia kian kelam seirama dengan rentetan kenistaan
hampir saja  terjun dalam jurang ,mungkin mati dalam lumuran kenajisan
teringat kata yang selalu kau bekalkan untukku "kehidupan sudah tertulis pada dinding waktu"
Ayah datanglah padaku walau sesaat dalam terlelapnya tidurku
Aku ingin bersendah gurau...sekedar mengegam tanganmu yang begitu besar
Aku ingin bersandar dipundakmu sekedar mengusap air mata kerinduanku...
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H