“Biarlah waktu yang akan membuktikannya. Aku tidak ada apa-apa dengan Dea. Aku tidak bisa menjelaskan alasanku ke luar kota dengannya, karena aku sudah janji dengan Dea. Dia minta aku untuk tidak mengatakan ke siapapun karena ini merupakan aib keluarganya”.
“Ya kalau memang itu keputusanmu, aku tidak bisa apa-apa. Berarti kamu lebih memilih menepati janjimu ke Dea daripada mempertahankan kebersamaan kita yang sudah begitu lama”, tutupku.
Tidak lama teleponku berbunyi, ternyata dari Benny. Ku angkat teleponnya. “Say, kita ketemuan ditempat biasa. Aku akan menjelaskan kenapa aku ke luar kota dengan Dea. Kalau penjelasanku bisa memulihkan hubungan kita, aku terpaksa harus mengingkari janjiku kepada Dea. Nanti aku akan minta maaf kepadanya karena telah mengingkari janji”.
***
“Say, aku minta maaf kalau aku melukaimu. Aku minta maaf karena tidak jujur kepadamu, tetapi aku berani sumpah aku tidak selingkuh. Aku tidak ada apa-apa dengan Dea. Aku ke luar kota karena keluarga Dea mau menjual bengkel bubutnya karena bangkrut. Aku bermaksud untuk membelinya. Karena ini merupakan aib keluarganya, Dea meminta aku untuk tidak cerita ke siapapun. Karena sudah terlanjur janji kepadanya, makanya kutidak cerita ke kamu. Maafkan aku say. Kita baikkan lagi ya. Aku benar-benar sayang kamu”.
“Kamu harusnya cerita ke aku. Aku kan bukan orang lain. Waktu pertama kita berhubungan, bukankah kita sudah sepakat untuk saling jujur dan tidak ada rahasia diantara kita”, tukasku.
“Ya, aku akui aku salah kali ini. Aku minta maaf. Maafkan aku ya. Aku janji mulai sekarang akan jujur kepadamu. Tidak akan merahasiakan apapun kepadamu. Kita baikan lagi ya say”, ucapmu memelas.
Kutatap matamu. Kutemukan ketulusan dan pancaran cinta di matamu. Akhirnya kuanggukkan kepalaku. Kamu segera merengkuhku dalam pelukanmu. Tidak berapa lama kamu mengeluarkan cincin pertunangan kita yang telah kukembalikan hari itu dan menyematkan ke jari manisku.
“Aku sayang dan cinta kamu, say”, bisikmu.
“Aku juga sayang dan cinta kamu, jelek”, sahutku.