Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Pria Misterius di Hotel

27 Oktober 2024   09:01 Diperbarui: 27 Oktober 2024   09:03 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

Hari ini Mama, aku, dan  Ning, adik perempuanku menginap di suatu hotel untuk menghadiri acara keluarga besar yang letaknya tak jauh dari hotel tersebut. Kebetulan Mama memperoleh kejutan diskon dari in-charge manager hotel sehingga Mama memperoleh suite room, fasilitas kamar yang paling nyaman di hotel tersebut walaupun Mama hanya membayar seharga twin room. Saat itu memang bukan peak season, jadi harga sewa kamar didiskon besar.

                Fasilitas suite room terdiri atas 1 ruang tidur dengan 1 tempat tidur besar, 2 ruang mandi, 1 dapur, dan 1 ruang keluarga dengan TV flat yang besar. Ada mesin kopi, kulkas, dan teko listrik. Suite room ini terletak di lantai 5. Hanya ada 2 suite room pada lantai 5.

                Dengan hati riang, kami naik lift. Sedangkan bellboy naik lift barang karena membawakan koper kami. Saat lift terbuka, di hadapan kami ada seorang pria setengah baya berkulit sawo matang yang berdiri di sebelah pot tanaman. Ia memakai kemeja, blue jean, dan jaket kulit hitam. Di kepalanya bertengger blangkon batik. Ia juga menggendong ransel yang agak lusuh. Sepatu pantofelnya hitam mengkilat.

                Matanya yang tajam menyipit. Ia mengawasi kami secara terang-terangan hingga kami masuk ke dalam ruangan.

                Setelah mengunci pintu kamar hotel, Mama membungkukkan tubuh dan mengintip keluar melalui kaca intip di pintu kamar hotel. Hampir saja ia jatuh terjengkang ketika pandangannya bertemu dengan pupil sekelam arang. Kemudian, seringai yang sukses membuat jantung berdebar kencang.  Sembari mengurut dada, ia berkata, "Mama ngeri dengan pria tadi. Pandangan matanya aneh. Mama tadi mengintip melalui kaca intip di pintu. Masa pria tadi berdiri tepat di depan pintu kamar ini?"

                "Mungkin dia menyewa suite room lainnya di lantai ini," sahutku.

                "Tapi tingkah lakunya aneh. Penampilannya agak seperti dukun. Matanya nyalang.  Bibirnya tak berhenti komat-kamit saat kita melaluinya. Entah merapalkan mantera apa. Belum lagi lorong yang kita lalui tadi berbau kemenyan," kata Mama.

                "Seram sih, Bu. Tapi, Ning tak peduli," kata Ning dengan riang. Ia menenggelamkan dirinya di kasur yang super empuk. "Ah, nyamannya."

                Mama mengerutkan kening melihat tingkah putrinya yang asyik bergulingan. Jika dinasehati, anak ini sering meremehkan masalah. Kemudian, Mama memeriksa kunci dan selot kamar dengan teliti.

***

Setengah jam kemudian

                Mama membungkuk dan mengintip melalui bulatan kaca kecil di pintu. Betapa terkejutnya Mama, pria aneh tersebut berdiri tepat di sebrang pintu kamar yang kami tempati. Ia sedang bersandar di dinding dan terus menatap pintu kamar kami. Bibirnya masih terus komat-kamit.

                Mama berbisik, "Apa kita lapor saja ke pihak hotel?"

                Aku mengangguk. Lalu, menelepon customer service melalui telepon hotel. Tapi, teleponnya tidak mau tersambung juga. Setelah 15 menit telepon tidak tersambung juga, aku menyerah.

TOK TOK TOK

                Alangkah terkejutnya kami. Bahkan, Mama dan Ning terlonjak. Dengan mengendap-endap, aku mengintip. Aku langsung menarik napas lega dan membuka pintu.

                "Hai, mengapa kalian semua berwajah pucat pasi?" Tanya Dani, adikku dengan riang. "Maaf aku terlambat datang. Tadi macet sekali."

                "Kau tidak lihat pria setengah baya yang berdiri di depan pintu kamar ini?"

                "Tidak. Lorongnya kosong melompong. Tidak ada siapa pun. Hanya ada bellboy dan aku. Bellboy yang mengantarku ke sini karena aku tidak punya kartu akses lift. Memangnya ada apa?" Tanya Dani dengan polos.

                "Ada pengintai yang seram. Pria misterius menatap pintu kamar ini sekitar 45 menit," jawab Mama.

                "Kemudian?"

                "Ya, begitu saja. Dia lenyap saat kamu datang. Tadi kamu mencium bau kemenyan tidak di lorong?" Tanyaku.

                "Agak samar. Katanya, kalau ada bau kemenyan berarti ada poci. Atau, suite kamar sebelah itu ada pesugihan kepala kambing! HIIIY!"

                Aku menggeleng-gelengkan kepala. Si Dani yang senang cerita horor ini malah menambah derajat keseraman malam ini! Pria misterius tadi sungguh egois. Jarang-jarang kami menikmati malam di suite room yang super nyaman ini, tapi dia malah mengganggu kebahagiaan orang lain. Huhuhu.

***

                Keesokan harinya, kami turun ke lantai 1 untuk sarapan. Tak lupa Mama yang penasaran bertanya pada Rani, customer service yang bertugas.

                "Dik, kemarin malam kami menyewa suite room di lantai 5. Kemudian, kami bertemu seorang pria setengah baya di depan lift. Orang itu juga penyewa suite room lainnya?" Tanya Mama.

                "Sebentar, Bu. Saya periksa dulu daftar tamu shift malam kemarin," jawab Rani. Ia memeriksa layar komputernya. "Tidak ada penyewa suite room selain Ibu."

                "Apa itu petugas hotel? Tapi, ia tidak memakai seragam hotel. Bahkan, penampilannya cukup seram."

                "Bukan, Bu. Cleaning service kami harus memakai seragam hotel jika bertugas. Dan tidak ada cleaning service kami yang berusia setengah baya. Selain itu, untuk naik lift harus memiliki kartu khusus. Hanya penyewa kamar, bell boy, dan cleaning service yang memiliki kartu khusus untuk naik lift. Itu pun begitu tugas mereka selesai, kartu liftnya harus diberikan pada saya."

                "Jadi, pria misterius itu siapa?" Desak Mama.

                "Mungkin Ibu salah melihat. Tidak ada orang asing yang bisa mengakses lantai lima, Bu. Tamu hotel lainnya pun tidak bisa naik ke lantai selain lantai kamar yang disewanya."

                "Baiklah, terima kasih banyak."

                Rani mengangguk dengan ramah. Tapi, Mama tetap khawatir dengan identitas pria setengah baya tersebut sehingga mengulang pertanyaan yang sama pada bellboy yang mengantarkan koper ke lantai 5 kemarin malam. Tapi, lagi-lagi Mama memperoleh jawaban hampa yang sama. Tidak ada yang mengenali pria setengah baya di lantai lima. Tidak ada yang bisa mengakses lantai lima selain kami dan si bellboy.   Sejak saat itu Mama tak pernah menginap di hotel itu lagi. Mama terlalu khawatir apakah pria tersebut ahli hipnotis atau gendam sehingga bisa memperoleh akses kartu lift ke lantai lima. Dan mungkin saja hendak melancarkan aksinya... Atau, pria itu iblis? Biasanya, kaki iblis menapak. Aku teringat pandangannya yang sedingin seolah-olah ia bisa mengetahui isi hatiku. Hiiiy! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun